tirto.id - Sektor industri manufaktur nasional pada 2022 masih diwarnai dengan gejolak dan tantangan baik dari dalam negeri maupun global. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara tetangga maupun negara industri maju lainnya, Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk terus melangkah dan menjawab semua tantangan yang ada di depan mata.
“Hal ini merupakan bagian kecil dari suatu pencapaian yang lebih besar. Semua dapat dicapai dengan kerja sama yang baik dari semua stakeholder, demi industri dan Indonesia yang lebih baik,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Jumpa Pers Akhir Tahun 2022 dan Seminar Outlook Industri 2023 dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Menperin mengemukakan, pada 2020, pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas sempat tertekan hingga minus 2,52 persen karena dampak pandemi Covid-19. Akan tetapi, melalui berbagai kebijakan strategis untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, kinerja sektor industri manufaktur di tanah air terus bangkit.
“Kinerja kembali bergairah pada 2021 dengan angka pertumbuhan sebesar 3,67 persen. Kemudian tren positif berlanjut pada 2022, yang tercermin pada triwulan I tumbuh sebesar 5,47 persen, triwulan II sebesar 4,33 persen, dan triwulan III sebesar 4,88 persen,” sebutnya.
Capaian gemilang tersebut membuktikan bahwa pemerintah mampu menjaga kondisi industri agar tetap tumbuh positif di tengah gejolak dan tantangan yang ada. “Adapun dari aspek kontribusi dalam PDB, kontribusi industri pengolahan nonmigas pada triwulan III tahun 2022 sebesar 16,10 persen. Namun demikian, tidak serta merta berarti industri mengalami deindustrialisasi,” ungkap Agus.
Menurutnya, kontribusi industri masih merupakan yang tertinggi di antara sektor ekonomi lainnya. “Ini merupakan tugas kita bersama, bagaimana meningkatkan kinerja industri kembali sehingga kita bisa menjadi negara industri,” imbuhnya.
Dari sisi ekspor, sumbangsih dari sektor manufaktur terus meningkat meski di tengah kondisi dunia yang sedang tidak stabil. Nilai ekspor industri pada Januari-Oktober 2022 mencapai USD173,20 miliar atau berkontribusi 76,51 persen dari total nilai ekspor nasional.
“Angka tersebut telah melampaui capaian ekspor manufaktur sepanjang tahun 2020 sebesar 131,09 miliar dolar AS. Jika dibandingkan dengan Januari-Oktober 2021, maka kinerja ekspor industri manufaktur pada Januari-Okober 2022 meningkat sebesar 20,39%,” ujar Menperin.
Kinerja ekspor sektor manufaktur ini sekaligus menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian nasional.
Berikutnya, realisasi investasi di sektor manufaktur pada Januari-September (sampai triwulan III) 2022 tercatat sebesar Rp343,06 triliun. Angka ini naik 49,24 persen jika dibandingkan dengan realisasi investasi pada periode yang sama di 2021 sebesar Rp229,87 triliun.
“Realisasi investasi 2022 bisa dibilang pencapaian realisasi dengan nilai tertinggi dibandingkan dari tahun 2019-2021 di saat dunia sedang penuh dengan tantangan ini,” tutur Menperin.
Pada aspek ketenagakerjaan, sektor industri manufaktur menunjukkan pemulihan dari segi penyerapan tenaga kerja. Akibat dampak pandemi Covid-19, jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur berkurang sebanyak 2 juta orang, dari 19,14 juta orang pada tahun 2019 ke 17,4 juta orang pada 2020.
“Tetapi seiring dengan bangkitnya sektor industri manufaktur dari dampak pandemi, ada tambahan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang di 2021 sehingga jumlah total tenaga kerja di sektor ini kembali meningkat ke angka 18,64 juta orang, dan di 2022 ini bertambah lagi 500 ribuan sehingga tercatat tenaga kerja industri manufaktur sebanyak 19,11 juta orang,” ungkapnya.
Menperin menambahkan, geliat industri manufaktur di tanah air, juga terlihat dari capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan November yang menunjukkan ke arah ekspansif, yaitu di angka 50,89.
“Dari angka tersebut, kami bisa mengidentifikasi bahwa ada 11 subsektor yang ekspansi (71% dari PDB Industri) dan 12 subsektor yang kontraksi (29% dari PDB Industri),” terangnya.
Sektor Manufaktur Tumbuh 5 Persen
Seiring dengan harapan membaiknya kondisi global dan perekonomian nasional, Menperin memproyeksi sektor industri manufaktur akan tumbuh sebesar 5,01 persen pada 2022, dan pada 2023 diperkirakan tumbuh antara 5,1-5,4 persen.
“Sejalan dengan hal tersebut, nilai ekspor industri manufaktur diperkirakan pada kisaran 210,38 miliar dolar AS 2022, dan sebesar USD225-USD245 miliar pada tahun 2023. Sementara pada nilai investasi, kami perkirakan mencapai Rp439 triliun pada 2022, dan sekitar Rp450-Rp470 triliun pada 2023,” sebutnya.
Sedangkan penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 19,2-20,2 juta orang di 2023. Dalam upaya mencapai target-target tersebut, menurut Menperin, Kemenperin telah mengidentifikasi beberapa kendala atau tantangan yang akan dihadapi pada 2023.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat akibat tingkat inflasi global yang tinggi yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga yang agresif dan gangguan rantai pasok akibat ketidakseimbangan perdagangan.
“Kedua, depresiasi nilai tukar rupiah akibat kebijakan moneter di negara maju menaikkan tingkat suku bunga. Ketiga, perang Ukraina dan Rusia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kenaikan harga komoditas, krisis pangan, dan krisis energi,” paparnya.
Keempat, kemungkinan terjadi ketidakstabilan permintaan ekspor akibat permintaan global menurun, yang akan juga berdampak pada pengurangan produksi dan dapat berpotensi adanya PHK.
“Kemudian, masih adanya ketergantungan impor bahan baku serta bahan baku penolong,” ujar Menperin.
Untuk mengantisipasinya, Kementerian Perindustrian akan menggulirkan beberapa program strategis, antara lain melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri tekstil sebagai upaya mengakselerasi peningkatan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di pasca-pandemi Covid-19.
“Upaya ini menjadi bagian juga dari implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 melalui pemberian insentif investasi mesin dan/atau peralatan yang lebih modern, lebih efisien dan hemat energi serta lebih ramah lingkungan,” jelasnya.
Editor: Intan Umbari Prihatin