Menuju konten utama
Miroso

Menjajal Berbagai Olahan Makanan Super dari Nusa Tenggara Timur

Daun kelor sering dijuluki sebagai superfood karena punya banyak kandungan gizi seperti kalsium, zat besi, fosfor, magnesium, zink, dan vitamin C.

Menjajal Berbagai Olahan Makanan Super dari Nusa Tenggara Timur
Header Miroso Kelor. tirto.id/Tino

tirto.id - Pernahkah Anda menikmati secangkir moringa latte? Minuman kreasi baru itu lumayan banyak dicoba para wisatawan di Labuan Bajo, termasuk saya. Bagi sebagian orang, daun kelor adalah daun yang kurang menarik untuk dikonsumsi karena memiliki aroma tajam yang khas.

Selama tinggal di Desa Komodo, hampir setiap hari saya memakan sayur daun kelor sebagai menu pelengkap boga bahari (seafood). Tanaman kelor (Moringa oleifera) tumbuh subur sebagai pagar hidup rumah Umi Hasna, induk semang saya. Semula saya enggan mencicipinya karena saya memang kurang suka aromanya. Akan tetapi, Umi Hasna gigih membujuk saya

“Kalau saya yang masak pasti enak, tidak ada bau-bau kelor lagi,” begitu bujuk Umi Hasna dengan kalimat saktinya. Berkatnya, saya pun mau mencoba sayur daun kelor, bahkan hingga menikmati buah kelornya.

Hari-hari berikutnya, saya mulai aktif meramban daun kelor di samping rumah Umi Hasna. Saya berlomba dengan para kambing karena mereka cukup cepat melahap daun-daun kelor. Daun kelor kerap menjadi sayur utama di Desa Komodo karena pada waktu itu belum ada warga yang berinisiatif membudidayakan jenis sayuran lainnya. Hampir semua sayuran dan bahan makanan segar selain boga bahari mereka dapatkan dari Labuan Bajo dengan kapal ojek.

Pada waktu berbeda, saya mendapatkan tugas di beberapa area Nusa Tenggara Timur lainnya. Rupanya kala itu pemerintah daerah sedang menggalakkan budidaya tanaman kelor dan jambu biji (Psidium guajava).

“Marungga dan kujawas ini sangat bermanfaat bagi kami karena bisa saja tumbuh di daerah yang sulit air,” papar seorang kepala sekolah yang saya temui.

Kedua tanaman tersebut dapat bertahan hidup di daerah dengan iklim yang kering. Moringa oleifera atau yang lebih kita kenal sebagai kelor memang tak banyak diketahui khasiatnya. Jikapun digunakan, pemanfaatan kelor tak jauh dari citranya yang melekat dengan cerita-cerita mistis, yakni sebagai penangkal ilmu hitam atau penangkal setan. Namun, ternyata, tumbuhan ini sudah dikenal sebagai salah satu sumber pangan penuh nutrisi. Bahkan, ia disebut sebagai The Miracle Tree karena kandungan nutrisinya.

Tanaman kelor aslinya berasal dari India sub-Himalaya, Pakistan, Bangladesh dan Afganistan. Pohon ini sudah lama dimanfaatkan oleh orang Romawi kuno, Yunani dan Mesir selama berabad-abad sebagai obat tradisional dan industri. Negara-negara lain seperti India, Ethiopia, Filipina, dan Sudan juga mengategorikan tanaman ini sebagai tanaman penting. Organisasi Trees for Life, Church World Service and Educational Concerns for Hunger Organization juga telah menganjurkan kelor sebagai nutrisi alami untuk daerah tropis karena daunnya tumbuh rimbun di saat musim kemarau ketika bahan makanan lain langka.

Di Filipina misalnya, daun kelor terkenal dikonsumsi sebagai sayuran dan meningkatkan jumlah air susu ibu (ASI) pada ibu menyusui. Sampai-sampai daun ini disebut dengan julukan mother’s best friend karena mengandung unsur zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti beta (B3), kalsium, zat besi, fosfor, magnesium, zink, dan vitamin C. Dengan kandungan nutrisi yang tinggi, kelor di Filipina lumrah dijadikan alternatif untuk meningkatkan status gizi ibu hamil.

Kualitas ini membuat pohon kelor menjadi kandidat pangan untuk melawan malnutrisi. Petugas kesehatan dariChurch World Service juga telah memanfaatkan makanan bergizi tinggi ini untuk memulihkan dan mencegah malnutrisi. Dokter Lowell Fuglie, perwakilan Afrika Barat Church World Service menggunakan kelor sebagai bahan dasar untuk program nutrisi di Afrika.

Untuk anak usia 1-3, sekitar 100 gr daun kelor segar cukup untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian, 75% zat besi dan setengah kebutuhan proteinnya, sejumlah besar kalium, vitamin B, tembaga dan asam amino esensial. Hanya sebanyak 20 gram daun kelor cukup memberi kebutuhan vitamin A dan C anak.

"Satu sendok makan bundar (8 g) bubuk daun akan memenuhi sekitar 14% protein, 40% dari Kalsium, dan 23% zat besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A untuk anak berusia 1-3 tahun. Enam sendok memenuhi hampir semua kebutuhan besi dan kalsium wanita selama kehamilan dan menyusui,"kata Lowell.

Maka wajar, dengan segala khasiat dan kandungan gizi daun kelor, kerap digadang-gadang oleh para tenaga kesehatan di NTT sebagai salah satu makanan super untuk mengatasi masalah stunting.

Infografik Miroso Kelor

Infografik Miroso Kelor. tirto.id/Tino

Waktu melesat hingga pertengahan tahun 2022, saya berkesempatan mengunjungi Labuan Bajo dan Desa Komodo lagi. Warga Desa Komodo telah mengkonsumsi jenis sayuran lainnya yang lebih beragam. Kelompok “Omang Ata Modo” sebagai kelompok budidaya pertanian binaan Taman Nasional Komodo menjadi penyedia sayur utama di Desa Komodo. Meskipun demikian, tanaman kelor masih tetap tumbuh di desa pesisir yang beriklim kering itu.

Sementara itu, aneka olahan daun kelor dari beberapa merek cukup banyak terjaja di toko-toko suvenir di Labuan Bajo. Uniknya, hampir setiap toko suvenir menyediakan tester dari produk makanan yang dijualnya. Beberapa produk olahan daun kelor tersebut antara lain berupa bubuk moringa latte siap seduh, tepung daun kelor, teh celup, selai manis, stik gurih, kukis, mie kering, kopi, dan coklat rasa daun kelor.

Saya betah berdiam lama di dekat stoples kukis kelor. Rupanya sisa rasa (aftertaste) dari kukis kelor manis berwarna hijau zaitun tersebut cukup unik, antara sedikit pahit dan gurih. Jujur saja, saya yang dulu membenci aroma daun kelor menjadi berbalik menggandrunginya. Aroma daun kelor kering atau daun kelor hasil pemanggangan tercium sedap, tidak ada lagi bau tajam seperti pada daun kelor segar.

Teknologi dan inovasi pengolahan daun kelor saat ini cukup banyak digiatkan di sekitaran Kota Kupang dan Labuan Bajo melalui program UMKM ataupun industri rumahan lainnya. Aneka olahan daun kelor tersebut umumnya bertahan hingga satu tahun dari tanggal produksi.

Selain itu, produsen olahan daun kelor cukup berani memadukan tepung daun kelor dengan aneka rasa atau bahan baku, seperti pada coklat dan kopi daun kelor. Sebagai contoh, kopi kelor organik racikan Dapur Kelor Indonesia terdiri dari 85% kopi Flores dan 15% serbuk kelor organik.

Meski terbilang sebagai produk kreasi baru, aneka olahan daun kelor cukup menarik sehingga mampu menarik minat wisatawan untuk mencobanya. Selain produk kering yang tahan lama, masih ada produk unik yang harus segera dinikmati, yaitu cake kelor dan kompiang isi moringa. Kedua kue basah tersebut mampu bertahan selama seminggu di dalam kulkas.

Pada dasarnya, proses pengolahan daun kelor tersebut diawali dengan pelorotan daun kelor dari tangkainya sebelum proses pengeringan. Ketika daun kelor telah menjadi kering, pengolahan lebih lanjut dapat dilakukan secara bervariasi. Selain menjadi bahan makanan, hasil ekstraksi daun kelor dapat diolah menjadi obat dan kosmetik. Selama ini olahan daun kelor sebagai obat cukup mudah kita temui di apotik, tetapi aneka olahan daun kelor sebagai kudapan kekinian sedang menjadi produk yang menggugah rasa penasaran, pun rasanya ciamik.

Jangan coba-coba mencicipi moringa latte kalau nggak siap ketagihan!

Baca juga artikel terkait MIROSO atau tulisan lainnya dari Laras Aridhini

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Laras Aridhini
Editor: Nuran Wibisono