Menuju konten utama
Masalah Kemacetan di Jakarta

Menimbang Solusi Kemacetan DKI: Jam Kerja hingga Teknologi AI

Sejumlah cara ditempuh demi mengatasi kemacetan di DKI Jakarta, mulai dari wacana WFH, teknologi AI hingga ERP.

Menimbang Solusi Kemacetan DKI: Jam Kerja hingga Teknologi AI
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di ruas Jalan MH Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (25/2/2023).ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono selama menjabat merancang berbagai kebijakan untuk mengatasi kemacetan di ibu kota. Salah satunya yakni pengusulan pengaturan jam kerja untuk karyawan.

Hal tersebut ia bahas saat menggelar Focus Group Discussion (FDG) terkait penanganan kemacetan di Ibu Kota di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (6/7/2023).

Heru awalnya mengibaratkan penumpukan kendaraan di jalanan Ibu Kota, khususnya di pagi hari pukul 06.00 WIB seperti air bah. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan jam kerja untuk memecah kepadatan. Solusi tersebut bahkan sempat dibahas dalam pertemuan Heru bersama Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya.

“Banyak masukan-masukan bagaimana kalau jam kerja dibagi. Terutama pada saat saya diskusi dengan Pak Kapolda, Pak Dirlantas. Kalau jam 6 itu seperti air bah. Dari Bekasi, Tangerang, Depok, jam yang sama menuju Jakarta. Bagaimana solusinya? Ada yang masuk jam 8, ada yang masuk jam 10," kata Heru di lokasi.

Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) itu menilai pembagian jam kerja nantinya dapat mengurangi kemacetan di DKI Jakarta hingga 30%.

Meski begitu, Heru mengatakan perlu adanya pembahasan mendalam bersama semua pihak terkait, mulai dari asosiasi, kementerian hingga pemerintah daerah penyangga Jakarta duduk bersama dalam FGD tersebut.

“Hasil diskusi ini nanti kita bawa dibahas lebih kecil lagi dengan dewan transportasi DKI Jakarta. Tuntutan masyarakat antara lain seperti itu. Kami Pemda DKI sudah berusaha," kata Heru.

Selain jam kerja, baru-baru ini Gubernur Heru menggelontorkan anggaran sebesar Rp78 miliar untuk membuat teknologi artificial intelligence (AI) untuk membantu mengurangi kemacetan di Ibu Kota. Anggaran tersebut untuk 20 persimpangan yang sudah menggunakan teknologi AI.

DKI pun tahun ini, berencana akan menambah 40 simpang lagi yang akan dipasang teknologi AI dan telah menyiapkan anggaran sekitar Rp130 miliar. Artinya, Pemprov DKI akan merogoh kocek sekitar Rp208 miliar untuk menggunakan teknologi AI untuk mengurangi kemacetan.

Dari sejumlah simpang jalan tersebut, dipasang kamera Automatic Number Plate Recognition (ANPR) untuk memantau kemacetan di persimpangan lampu merah tersebut. Tugasnya memonitor berapa traffic volume yang masuk di kaki simpang tersebut.

"Jadi dari kaki simpang itu dihitung kemudian sistem menghitung, mengkalkulasi, berapa kebutuhan waktu hijau di simpang itu sehingga seluruh kendaraan yang masuk pada satuan waktu tertentu itu diberikan waktu untuk melintas," kata Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI, Syafrin Liputo di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2023).

Kemudian ia juga pernah ingin menerapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) pada 25 ruas jalan Ibu Kota untuk meningkatkan pengendalian kepadatan lalu lintas. Cara kerjanya seperti jalan tol. Adapun rencana besaran tarif diusulkan sekitar Rp5.000 - Rp19.000 sekali melintas yang diberlakukan setiap hari mulai pukul 05.00 - 22.00 WIB.

Pemprov DKI bersama DPRD DKI pun telah membuat Rancangan Peraturan Daerah Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang nantinya memayungi kebijakan itu.

KEMACETAN DI JAKARTA SAAT PANDEMI COVID-19

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (8/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

Usul WFH hingga Benahi Transportasi

Kendati demikian, usul pengaturan jam kerja untuk mengurangi kemacetan dinilai belum sesuai.

Anggota Fraksi PSI di DPRD DKI, August Hamonangan mengusulkan, agar Pemprov DKI memberlakukan sistem kerja work from home (WFH) atau kerja dari rumah. Kebijakan tersebut pun pernah diterapkan oleh DKI saat masa pandemi COVID-19.

"Skema work from home atau work from anywhare merupakan bagian merespons tatanan baru pasca pandemi sehingga penerapan digitalisasi menjadi suatu keniscayaan," kata August saat pertemuan di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2023).

Kemudian, Pemprov DKI juga diusulkan menggencarkan fasilitas transportasi publik dan penggunaannya terhadap masyarakat. Sebab, penggunaan transportasi publik nyatanya menjadi salah satu solusi untuk mengurai kemacetan di Jakarta.

“Namun, Pemprov DKI Jakarta harus menjamin kenyamanan para penumpang transportasi publik tersebut serta mudah diakses sehingga memberikan nilai efisiensi dan efektif bagi masyarakat," ucapnya.

Dirinya menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta terus mengalami peningkatan sebesar 4,39% pada 2022. Kendaraan motor di Jakarta mencapai angka 26,37 juta unit. Jumlah ini naik 4,39% dari jumlah di tahun 2022 yang mencapai angka 22,26 juta unit.

Ia mengacu pada data Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) pada 2018. August mengatakan rasio pengguna transportasi umum di Jabodetabek baru mencapai 29,9% dari total 49,5 juta pergerakan.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI, Gembong Warsono mengatakan, Pemprov DKI lebih baik membatasi kendaraan aparatur sipil negara (ASN) daripada mengatur jam masuk kerja. Cara itu dia nilai lebih efektif mengatasi kemacetan di Ibu Kota.

Anggota Komisi A DPRD DKI itu menilai, pengaturan jam masuk kerja untuk para ASN di lingkup Pemprov DKI untuk mengatasi kemacetan kurang efektif. Sehingga ia menyarankan Pemprov DKI mewajibkan ASN menggunakan transportasi publik.

“Tetapi fasilitas untuk transportasi umum di sini (Jakarta) harus layak digunakan agar masyarakat bisa nyaman dan aman," kata Gembong kepada wartawan, Kamis (13/7/2023).

Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan MTI Pusat, Djoko Setijowarno menilai, teknologi AI tak begitu efektif untuk mengurangi kemacetan. Sebab, volume kendaraan di Jakarta saat ini masih tinggi.

"Itu [AI] kan hanya menangani traffic lalu lintas saja sebenarnya, melihat volume kendaraan tertentu dia otomatis berubah. Jadi ya selama volume kendaraan masih tinggi kurang efektif," kata Djoko kepada Tirto.

Djoko pun mengaku masih mengalami kemacetan ketika bekerja. Dirinya menyarangkan agar Pemprov DKI lebih baik menggencarkan penggunaan transportasi umum yang didukung oleh AI.

"Jadi transportasi umum itu dikasih prioritas, saat lampu merah tetap diprioritaskan. Diharapkan kendaraan pribadi menurun," ucapnya.

Sementara untuk kebijakan ERP, pada awal 2023 lalu banyak pihak yang menolaknya. Salah satunya Garda Indonesia (Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia) yang melakukan unjuk rasa menolak kebijakan tersebut.

Mereka terdiri dari lapisan masyarakat pengguna roda dua dari rekan-rekan pengemudi ojol, kurir pengantar barang, klub sepeda motor, komunitas sepeda motor, maupun semua lapisan masyarakat pengguna kendaraan apa pun.

Alasannya menolak kebijakan tersebut lantaran ERP sebagian besar dinilai gagal di beberapa negara; bukti pemerintah provinsi tidak mampu mengurus masalah transportasi massal; hingga program bisnis pemerintah kepada rakyatnya.

Baca juga artikel terkait KEMACETAN JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz