Menuju konten utama
Masalah Kemacetan di Jakarta

Bujet Teknologi AI Miliaran Rupiah Demi Atasi Macet, Efektifkah?

MTI menyarangkan Pemprov DKI lebih baik menggencarkan penggunaan transportasi umum yang didukung oleh AI.

Bujet Teknologi AI Miliaran Rupiah Demi Atasi Macet, Efektifkah?
Teknologi AI di Lamer Senen Kwitang. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelontorkan anggaran sebesar Rp78 miliar untuk membuat teknologi artificial intelligence (AI) demi membantu mengurangi kemacetan di ibu kota. Bujet tersebut untuk 20 persimpangan yang sudah menggunakan teknologi AI.

Tahun ini, Pemprov DKI berencana akan menambah 40 simpang lagi yang akan dipasang teknologi AI dan telah menyiapkan anggaran sekitar Rp130 miliar. Artinya, Pemprov DKI akan merogoh kocek sekitar Rp208 miliar untuk menggunakan teknologi AI untuk mengurangi kemacetan.

Dari sejumlah simpang jalan tersebut, dipasang kamera Automatic Number Plate Recognition (ANPR) untuk memantau kemacetan di persimpangan lampu merah. Tugasnya memonitor berapa traffic volume yang masuk di kaki simpang tersebut.

"Jadi dari kaki simpang itu dihitung kemudian sistem menghitung, mengkalkulasi, berapa kebutuhan waktu hijau di simpang itu sehingga seluruh kendaraan yang masuk pada satuan waktu tertentu itu diberikan waktu untuk melintas," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI, Syafrin Liputo di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2023).

Ia menjelaskan fungsi AI berbeda dengan teknologi Google yang digunakan Dishub DKI pada November 2022. Google merekam lalu menghitung terlebih dahulu. Setelah itu datanya diberikan ke Dishub DKI per hari.

Sementara itu, teknologi AI dihitung secara real time volume kendaraan yang ada di setiap simpang.

"Volume lalu lintas yang masuk di setiap kaki. Persimpangan misalnya ada empat kaki persimpangan yang tadi kamera yang dipasang di jarak 100 meter sebelum simpang itu akan menghitung berapa volume lalu lintas yang masuk di setiap kaki," terangnya.

Adapun 20 titik lokasi yang sudah menggunakan teknologi AI antara lain Jalan Jembatan 2 Raya-Jalan Tubagus Angke, Jalan Kyai Tapa-Jalan Daan Mogot (Grogol), Jalan S Parman-Jalan Tomang Raya, Jalan S. Parman-Jalan KS. Tubun-Jalan Gatot Subroto (Slipi), dan Jalan Gatot Subroto-Jalan Rasuna Said (Kuningan).

Teknologi ini juga dipakai di Jalan Gatot Subroto-Jalan Supomo (Pancoran), Jalan MT haryono-Jalan Sutoyo (Cawang Uki), Jalan DI Panjaitan-Jalan Kalimalang, Jalan Ahmad Yani-Jalan Utan Kayu (Rawamangun), Jalan Ahmad Yani-Jalan Pemuda-Jalan Pramuka, Jalan Ahmad Yani-Jalan H. Ten, dan Jalan Perintis Kemerdekaan-Jalan Letjen Suprapto.

Kemudian Jalan Senen Raya-Jalan Kwitang (Senen), Jalan Gunung Sahari-Jalan Wahidin, Jalan Gunung Sahari-Jalan Dokter Sutomo (MBAL), Jalan Gunung Sahari-Jalan Angkasa-Jalan Samanhudi , Jalan Gunung Sahari-Jalan Mangga Besar (Kartini), Jalan Gunung Sahari-Jalan Pangeran Jayakarta, Jalan Gunung Sahari-Jalan Mangga Dua, dan Jalan Perniagaan Raya-Jalan Pasar Pagi Flyover (Jembatan Lima).

AI Lamer Senen Kwitang

Teknologi AI di Lamer Senen Kwitang. tirto.id/Riyan Setiawan

Efektifkah untuk Mengatasi Kemacetan di Jakarta?

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai teknologi AI yang bekerja sama dengan Google ini merupakan terobosan baru dalam mengurangi kemacetan. Pemanfaatan AI ini menjadi hal yang cukup penting karena teknologi ini dapat memberikan hasil algoritma yang real time. Sehingga di persimpang tersebut Algoritma AI itu akan membaca tingkat kepadatan (VCR) simpang secara real time, dan dapat melakukan penyesuaian terhadap waktu persinyalan sesuai dengan tingkat kemacetan tersebut.

“Sebenarnya dalam teknologi Automatic Traffic Control System sebelumnya, penyesuaian ini juga sudah dapat dilakukan secara automatic namun terkadang alat pendeteksi (loop) yang terdapat di lengan-lengan simpang terkadang tertutup oleh overlay jalan," kata Pengamat Transportasi Senior MTI Jakarta, Revy Petragradia kepada Tirto, Selasa (11/7/2023).

Ia menuturkan, jika ingin melihat seberapa efektif penerapan teknologi AI untuk mengurangi kemacetan, harus melihat kapasitas simpang, kapasitas ruas dibandingkan dengan traffic atau jumlah, lalu lintas kendaraan.

"Penurunan kemacetan ini mungkin saja bisa terjadi jika bukan hanya di simpang yang kita benahi, tapi juga di ruas-ruas jalan dan hambatan-hambatan samping di ruas jalan tersebut," ucapnya.

Ia merinci jika anggaran yang digelontorkan sebesar Rp78 miliar untuk 20 simpang, artinya rata-rata hampir Rp4 miliar persimpang. Menurutnya penurunan kemacetan ini tergantung dari kompleksitas dan banyaknya lengan simpang yang ada, lalu penempatan jumlah kamera AI dan sistem atau infrastruktur yang diterapkan.

"Selain pengaturan lampu hijau juga dapat memberikan prioritas terhadap angkutan Publik yang ada seperti TransJakarta agar headway-nya bisa semakin kecil," ucapnya.

KEMACETAN DI JAKARTA SAAT PANDEMI COVID-19

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (8/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan MTI Pusat, Djoko Setijowarno menilai, teknologi AI tak begitu efektif untuk mengurangi kemacetan. Sebab, volume kendaraan di Jakarta saat ini masih tinggi.

"Itu [AI] kan hanya menangani traffic lalu lintas saja sebenarnya, melihat volume kendaraan tertentu dia otomatis berubah. Jadi ya selama volume kendaraan masih tinggi kurang efektif," kata Djoko kepada Tirto.

Djoko pun mengaku masih mengalami kemacetan ketika bekerja. Dirinya menyarangkan agar Pemprov DKI lebih baik menggencarkan penggunaan transportasi umum yang didukung oleh AI.

"Jadi transportasi umum itu dikasih prioritas, saat lampu merah tetap diprioritaskan. Diharapkan kendaraan pribadi menurun," ucapnya.

Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menyentil teknologi AI tersebut. Menurutnya, penerapan AI selama sebulan ini belum berdampak langsung untuk mengurangi kemacetan Jakarta.

"Perjalanan saya [pagi] dari Kebayoran Lama sampai kantor [DPRD DKI] ini tidak ada perubahan apa-apa," kata Gembong di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat.

Mengingat anggaran yang digelontorkan besar, politikus PDI-P itu mengingatkan kepada Pemprov DKI agar dapat mengevaluasi sistem teknologi AI tersebut seberapa efektif untuk mengurangi kemacetan sebelum dan sesudah diterapkan.

"Biar rakyat bisa bandingkan dan bisa nilai, karena kan ini baru 20 titik, itu harapannya bisa potret sebelum dan pasca penerapan teknologi itu [AI]," ucapnya.

Tirto coba melakukan pemantauan teknologi AI di simpang Jalan Senen Raya-Jalan Kwitang (Senen), Jakarta Pusat pada pukul 15.30 WIB, Selasa (11/7/2023) atau pada saat jelang pulang jam kerja.

Terdapat CCTV ANPR warna putih terpajang di tiang lampu lalu lintas. Di lokasi tersebut, tidak terdapat angka penghitung lampu merah/hijau. Maka, Tirto coba menghitungnya dengan stopwatch.

Terlihat di lampu lalu lintas dari arah Jalan Kramat Raya ke Senen, terpantau lampu merah berdurasi 1,44 menit. Ketika sudah terjadi penumpukan kendaraan alias macet, lampu langsung hijau. Namun, lampu hijau durasinya lebih cepat yakni 38 detik ketika dari arah Kwitang menuju Senen dan Kramat Raya sudah padat merayap.

Berdasarkan pemantauan Tirto, tetap saja terjadi kemacetan setiap waktu lampu dengan kondisi kendaraan yang menumpuk.

Respons Pemprov DKI Jakarta

Penjabat (Pj) Gubernur DKI, Heru Budi Hartono mengklaim, teknologi AI yang saat ini sudah dipasang di 20 simpang berhasil mengurangi kemacetan hingga 20%. Hal tersebut ia katakan saat meninjau ruang kontrol Network Operation Centre (NOS) ITS Traffic Light di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).

“Untuk mempermudah pantauan kemacetan dan memperlancar lalu lintas. Bisa menciptakan efisiensi lalu lintas menjadi 15 hingga 20%," kata Heru.

Selain itu, Kadishub DKI, Syafrin Liputo juga mengaku pemanfaatan teknologi AI yang sudah berjalan selama tiga bulan sejak April 2023 terpantau efektif mengurangi antrean kendaraan di sekitar 20 persimpangan.

Tahun ini, kata Syafrin, pihaknya akan menambah 40 simpang dengan anggaran sekitar Rp130 miliar.

"Target kami tahun ini bisa menurunkan hingga 48 persen untuk kepadatan lalu lintas di Jakarta. Dengan hasil 20 simpang terpantau penurunan tingkat kepadatan itu di angka hampir 20 persen, kami optimis itu bisa dicapai," tuturnya.

JAKARTA JADI KOTA TERMACET KE-2 DI ASIA TENGGARA

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di ruas Jalan MH Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (25/2/2023).ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

Baca juga artikel terkait KEMACETAN JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz