Menuju konten utama

Menimbang Kans Perubahan Peta Koalisi Pilkada Imbas Putusan MK

Peta koalisi parpol bisa saja berubah, tapi biaya operasi pemenangan tetap jadi perhitungan pelik.

Menimbang Kans Perubahan Peta Koalisi Pilkada Imbas Putusan MK
Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono saat menghadiri deklarasi di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - Kesepakatan koalisi untuk Pilkada 2024 di sejumlah wilayah berpotensi goyang usai terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 soal syarat pencalonan calon kepala daerah (cakada). Putusan MK yang terbit pada Selasa (20/8/2024) itu menyatakan tidak berlakunya syarat ambang batas pencalonan cakada sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu.

MK memutuskan bahwa Pasal 40 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tersebut inkonstitusional bersyarat. Sebagai gantinya, MK menetapkan bahwa syarat pencalonan cakada untuk pemilihan Gubernur serta Bupati/Wali Kota bagi partai politik (parpol) atau gabungan parpol pengusung cukup dengan memperoleh 6,5 persen sampai 10 persen suara sah pada pemilu sebelumnya.

Rentang persentase perolehan suara sah tersebut tergantung pada jumlah pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Lebih lanjut, parpol atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD juga boleh mengusung pencalonan cakada. Putusan ini tentu saja memudahkan syarat ambang batas bagi partai politik pengusung sekaligus menyamakan ambang batas pencalonan.

Daerah-daerah itu ada koalisi-koalisi yang tadinya sudah terbentuk. Kemudian karena syarat [MK] ini, akhirnya mungkin kesepakatan itu enggak bisa dijalankan,” ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8) malam.

Menurut Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu tidak hanya memberi dampak kepada Koalisi Indonesia Maju (KIM) saja, melainkan juga partai-partai lain di luar KIM.

Jadi, yang sudah dikelola oleh masing-masing partai ini kemudian bisa menjadi terganggu,” kata Dasco.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 sempat berpotensi dianulir oleh DPR melalui revisi UU Pilkada. Untunglah, berkat protes dan tekanan kuat dari rakyat, revisi UU Pilkada tersebut urung disahkan dan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tetap berlaku.

Hitung-Hitung Sumber Daya Kampanye

Usai ontran-ontran tersebut, Partai Gerindra pun langsung bermanuver mengusung Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah dalam pertarungan Pilkada 2024. Sebelumnya, Ahmad Luthfi diisukan akan dipasangkan dengan Ketua Umum PSI, Kaesang Perangep.

Kaesang dipastikan batal maju lantaran tidak memenuhi persyaratan cakada yang diputuskan oleh MK. Dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK berpendapat harus ada penegasan kapan KPU menentukan usia kandidat memenuhi syarat atau tidak.

Persyaratan umur untuk pencalonan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota tersebut diatur dalam Pasal 7 Ayat 2 Huruf e UU Pilkada.

Bunyi Huruf e dalam pasal tersebut adalah: "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota."

MK lantas memperjelas bahwa usia cakada dan wakilnya harus ditentukan pada saat penetapan peserta pilkada. Sementara itu, putra bungsu Presiden Joko Widodo itu baru genap berusia berusia 30 tahun pada 25 Desember mendatang—yang artinya tidak memenuhi aturan yang diperjelas MK.

Penyerahan surat rekomendasi Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen dilakukan hari ini, Jumat (23/8/2024), di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, dan diserahkan oleh Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani.

Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai bahwa Putusan MK Nomor 60 dan Nomor 70 memang berpotensi besar mengubah peta politik pilkada. Ia bahkan dinilai bisa menggerus dominasi KIM Plus yang menggurita di 18 provinsi.

Namun, dengan adanya revisi UU Pilkada, situasi saat ini menjadi tidak menentu dan membuat semua pihak wait and see. Baik partai maupun kandidat, saya kira tidak akan tergesa-gesa deklarasi berdasarkan Putusan MK kemarin,” ujar Musfi kepada Tirto, Jumat (23/8/2024).

Namun, kata Musfi, jika sampai 27 Agustus tidak ada rapat Paripurna DPR terkait dengan pengesahan revisi UU Pilkada, potensi dominasi KIM Plus di 18 provinsi dapat dikatakan bubar. Situasi ini dapat membuka peluang naiknya banyak cakada baru karena syarat ambang batas pencalonan yang inklusif.

Kendati dapat membuka peluang bagi banyak cakada, Musfi menilai ada satu masalah laten yang masih menjadi kendala, yakni tingginya biaya kampanye. Biaya terbesar pilkada tidak terletak pada “membeli tiket” partai, tapi operasi pemenangannya. Hal itu sangat tergantung luas daerah dan jumlah pemilih, tapi biayanya dapat ditaksir berkisar antara Rp50 miliar sampai ratusan miliar rupiah.

Katakanlah semua partai dapat mengusung paslon akibat Putusan MK 60. Tapi, apakah semua partai itu punya dana besar untuk pemenangan? Bohir politik juga pasti mendukung kandidat dengan peluang menang terbesar,” jelas dia.

Dengan kondisi tersebut, partai-partai yang mengusung nama-nama baru berpotensi sulit menarik bohir politik. Jika itu yang terjadi, ujung-ujungnya partai akan membentuk koalisi untuk mengumpulkan dan menambah kekuatan sumber dayanya.

Jadinya ini terbentur pada urusan isi tas. Ini memang membuka banyak cakada alternatif, tapi apakah mereka siap membiayai operasi pemenangan?,” ujar Musfi skeptis.

Menguji Kesolidan KIM Plus

Musfi melanjutkan bahwa situasi sekarang sebenarnya amat tidak pasti. Berkejaran dengan waktu pendaftaran cakada yang sudah mepet, partai-partai pengusung diperkirakan akan memilih untuk mempertahankan koalisinya.

Namun, kata dia, situasi ini juga akan membuat partai-partai di koalisi untuk melakukan negosiasi ulang terkait posisi dan daya tawarnya.

Perubahan akan terjadi bergantung pada soliditas partai yang sudah terbentuk. Kalau KIM Plus solid, yang berubah adalah strategi-strategi pemenangan yang akan dilakukan. Ini karena mereka berpotensi memiliki lawan-lawan baru yang sebelumnya tidak terpetakan,” jelas Musfi.

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengatakan bahwa koalisi yang sudah terbentuk seperti KIM Plus memang akan sulit berubah.

Koalisi yang sudah terbangun besar kemungkinan tidak berubah,” jelas dia kepada Tirto, Jumat (23/8/2024).

Hanya saja, lanjut Dedi, Putusan MK kemarin mungkin sedikit memengaruhi ekspektasi KIM yang semula menganggap kontestasi mudah dimenangkan. Pasalnya, PDIP yang konsisten melawan KIM kini berpeluang mendapat simpati publik, utamanya di Jakarta.

Satu sisi pemilih mungkin kecewa dengan PKS, PKB, dan Nasdem, lalu berbalik simpati ke PDIP karena faktor keberanian PDIP sendirian lawan dominasi,” katanya.

Ahli komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menambahkan bahwa khusus di Jakarta, potensi terbentuknya poros baru penantang KIM Plus memang lebih terbuka. Partai-partai yang notabene belum memberikan dukungan dan tidak memiliki kursi parlemen daerah bisa bersatu membangun poros baru itu.

Kalau masalah soliditas koalisi, [KIM] pasti dengan komitmen itu relatif lebih solid. Dan untuk di Jakarta, yang mungkin terjadi adalah penambahan koalisi. Jadi, tidak hanya satu poros saja. Di Sumatera Utara, juga sangat mungkin ada bertambah poros tidak lawan calon independen atau lawan kotak kosong,” jelas Kunto.

Untuk di ketahui, di Jakarta sendiri sudah ada sebanyak 12 partai politik yang mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur periode 2024-2029. Ke-12 partai tersebut adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Demokrat, Partai Garuda, Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara di Sumatera Utara, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, juga mendapat dukungan dari Koalisi Super untuk maju dalam pemilihan gubernur. Setidaknya, terdapat delapan partai yang sudah resmi menyatakan dukungan kepada Bobby, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, Nasdem, PKB, PPP,dan PKS.

Terkait dinamika tersebut, Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, meyakini bahwa Putusan MK Nomor 60 tidak akan memecah belah koalisi yang kini telah terjalin. Terutama, di Pilkada Jakarta.

Syaikhu juga berharap Putusan MK tersebut tidak membuat perpecahan di antara parpol-parpol yang telah menjalin koalisi. Sebab, menurutnya, perjalanan sejumlah parpol untuk mencapai koalisi tidaklah mudah.

"Saya berharap pada Bapak-Ibu sekalian, karena jalinan yang sudah kita jalin sudah sedemikian panjang, kiranya apa yang sudah kita rekatkan, kuatkan, kiranya tidak terkoyak kembali," kata Syaikhu dalam sambutannya untuk acara Konsolidasi Nasional Calon Kepala Daerah di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (20/8/2024).

"Kiranya apa yang sudah kita mulai itu bisa kita lanjutkan dan kita sukseskan sampai menang,” imbuh Syaikhu.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi