Menuju konten utama

Gerbong Besar KIM Plus Buat Banteng PDIP Mati Kutu di Pilkada

Kunto memandang ada andil Jokowi dalam upaya penjegalan PDIP di Pilkada 2024 meski tak tampak dengan gamblang.

Gerbong Besar KIM Plus Buat Banteng PDIP Mati Kutu di Pilkada
Pendukung calon Presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengenakan kostum banteng pada Hajatan Rakyat di Lapangan Maron Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (8/2/2024). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/Spt.

tirto.id - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, merasa partai yang ia pimpin tengah ditinggal dan ditelikung di Pilkada 2024 karena kehadiran gerbong besar Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

KIM sendiri adalah koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 lalu. Di Pilkada 2024, KIM berniat menggaet parpol lain di sejumlah wilayah strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah untuk membentuk koalisi gemuk bernama KIM Plus. Parpol yang digadang-gadang merapat ke kubu KIM di sejumlah daerah Pilkada adalah PKS, PKB, dan Nasdem.

PKS misalnya, yang memberi sinyal merapat ke KIM setelah menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan di Pilkada Jakarta sudah kedaluwarsa. Bahkan, parpol KIM seperti Gerindra dan PAN sudah menyatakan calon gubernur mereka di Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil, bakal ditemani oleh calon wakil gubernur dari PKS yakni mantan Menteri Pertanian, Suswono.

Megawati memandang KIM membuat parpol-parpol lain meninggalkan PDIP sendirian. Hal ini disampaikan oleh Megawati saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024) lalu.

“Lucu juga deh kalau lihat nih sekarang pilkada nih, yang ini enggak boleh sama yang itu, yang ini enggak boleh sama yang itu, dibuatlah apa namanya ini sekarang [KIM Plus]. Aku sampai denger, lihatin saja,” ucap Megawati.

Jika PKS benar-benar merapat ke KIM di Jakarta, maka ada kemungkinan Anies Baswedan akan ikut terjegal untuk maju Pilkada Jakarta. Pasalnya, Nasdem dan PKB juga tampak ragu memberikan dukungan kepada Anies belakangan ini.

Adapun PDIP akan kesulitan mengusung calon gubernur mereka di Pilkada Jakarta 2024 karena tak memiliki kursi DPRD yang cukup jika tak berkoalisi dengan parpol lain. Padahal, PDIP sempat punya keinginan mengusung kader mereka sendiri di Pilkada Jakarta, seperti Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama atau Pramono Anung.

PDIP Dijegal Penguasa?

Analis Sosio-politik ISESS, Musfi Romdoni, menilai Megawati seolah ingin menyatakan jika PDIP sedang dijegal penguasa di Pilkada. Dalam konteks Pilkada, hal ini terlihat dari PDIP yang tampak dikucilkan oleh gerbong parpol KIM di sejumlah daerah strategis.

Mufti memandang, Presiden Joko Widodo memang kerap disebut-sebut ada di belakang upaya penjegalan PDIP lewat manuver parpol-parpol KIM. Karena merasa dikhianati Jokowi di Pilpres 2024, kata dia, PDIP pasti memukul balik setelah Jokowi lengser Oktober mendatang.

“Untuk mencegah itu, atau bahkan menghilangkan daya pukul PDIP, Jokowi melakukan berbagai operasi mengebiri PDIP,” kata Musfi kepada reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).

Jokowi sendiri memang sudah sering disebut-sebut dekat dengan KIM sejak Pilpres 2024. Pasalnya, putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, diusung sebagai cawapres oleh KIM.

Pengucilan PDIP di Pilkada 2024 oleh kemunculan KIM Plus terjadi akibat operasi langsung dan tidak langsung. Secara langsung, Musfi menjelaskan, terjadi di berbagai daerah strategis seperti Jakarta dan Jawa Barat, dengan terbentuknya KIM Plus yang mendominasi dengan merangkul banyak partai.

“Tapi ini juga ada efek tidak langsung. Karena begini, politisi ini kan pragmatis. Ada banyak kasus dimana kandidat memilih dukungan KIM karena KIM sekarang adalah pemenangnya,” ujar Musfi.

Edy Rahmayadi

Edy Rahmayadi saat diwawancara awak media di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

Kendati demikian, Musfi melihat bahwa konsolidasi KIM Plus menjegal PDIP memang cuma terjadi di wilayah-wilayah strategis. Pasalnya, di daerah lain, koalisi parpol untuk Pilkada justru cair dan bahkan jauh berbeda dengan konsolidasi tingkat nasional.

KIM Plus juga tampak terlihat bakal muncul di Pilkada Sumatra Utara. Hal tersebut ditandai dengan dukungan PKS terhadap menantu Jokowi, Bobby Nasution yang diusung KIM.

Adapun PDIP resmi mendukung Edy Rahmayadi di Pilgub Sumut. Mantan Gubernur Sumut itu mengaku tidak takut walaupun harus berhadapan dengan menantu presiden Jokowi. Ia yakin selain PDIP, dirinya bakal mendapatkan dukungan dari PKB di Sumut.

“Sumut [seolah ada penjegalan] karena ada Bobby, di daerah lain koalisi pilkada sangat cair. Bahkan di Banten, meskipun dekat Jakarta, KIM justru pecah dukungan,” sebut Musfi.

Musfi memandang, patut dipertanyakan narasi penjegalan kepada PDIP yang berkembang seolah terjadi di seluruh daerah Indonesia. Padahal, narasi itu hanya santer di Jakarta. Ia menilai, PDIP sendiri sedang memainkan politik rasa iba dimana seolah-olah jadi korban.

“Publik ingin dibuat simpati ke PDIP dengan narasi mereka dikebiri, dizalimi. Padahal, kalau bicara soal siklus kekuasaan, ya ini konsekuensi kekalahan PDIP,” jelas Musfi.

Ada Peran Jokowi?

Selain di Pilkada Jakarta dan Sumut, kasak-kusuk upaya penjegalan PDIP oleh konsolidasi KIM Plus juga digadang-gadang terjadi di Jawa Barat. Di Jabar, PDIP disebut-sebut akan mengusung Ono Surono, ketua DPD PDIP Jabar, sebagai cagub atau cawagub.

Ono, dalam wawancara khusus bersama Tirto dalam program For Your Politics, mengaku lebih kerasan maju dengan Dedi Mulyadi, kader Gerindra nampaknya akan diusung jadi calon gubernur KIM di Pilkada Jabar.

“Paling dekat dengan Kang Dedi. Banyak diskusi-diskusi yang sudah berjalan lah sekian lama. Makanya pada saat saya main ke rumah beliau kan rame tuh yang di Subang. ‘Oh ini untuk Pilgub [Jabar] calon gubernur dan wakil gubernur’,” kata Ono.

Namun, tampaknya KIM lebih membuka peluang untuk kader dari Golkar untuk menemani Dedi di Jawa Barat.

Wacana ini berkembang setelah Ridwan Kamil, yang sebelumnya kukuh didorong Golkar maju di Pilkada Jawa Barat, akhirnya sepakat menjadi perwakilan KIM maju di Pilkada Jakarta.

thumbnail Ono Surono

thumbnail Ono Surono. tirto.id

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai upaya untuk menjegal PDIP di wilayah strategis memang sulit tak dihubungkan renggangnya hubungan antara presiden Jokowi dengan PDIP. Pasalnya parpol di KIM sendiri memang pendukung pemerintahan Jokowi dan disebut kerap meminta restu Jokowi dalam manuver politik.

“Besar kemungkinan Jokowi ikut andil dalam manuver intervensi KIM, jika tanpa intervensi pihak dengan kekuatan besar sulit rasanya [membuat] PKS mendukung Bobby,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).

Dedi memandang intervensi serupa berpotensi terjadi di Pilkada Jabar. Sejauh ini, di Banten sendiri KIM berpisah jalan dengan Golkar karena kukuh mendukung kader sendiri untuk jadi calon gubernur, yakni Airin Rachmi Diany. Airin sendiri disebut menolak pinangan Gerindra yang ingin menyodorkan Andra Soni sebagai wakilnya di Pilkada Banten.

Alhasil, Gerindra sepakat mendorong Andra Soni dengan kader PKS, Dimyati Natakusumah. Mayoritas parpol di KIM melabuhkan dukungan kepada Andra-Dimyati ketimbang Airin.

Airin sendiri sempat digadang-gadang bakal dipasangkan dengan Ketua DPD PDIP Banten, Ade Sumardi. Namun, mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Golkar, disebut punya potensi merubah pilihan partai beringin itu di Pilkada Jabar.

Dedi menilai, Jika Golkar akhirnya memilih merapat ke Andra-Dimyati karena ada tekanan, artinya PDIP juga ditinggalkan di Pilkada Banten.

“Golkar bisa kehilangan mitra di Banten, dan Jakarta. Hanya pihak dengan kekuasaan besar yang bisa atur realitas politik demikian ini,” jelas Dedi.

Meskipun skenario penjegalan PDIP tidak terjadi di semua tempat, Dedi menilai mayoritas provinsi telah terkunci oleh KIM Plus. Kendati demikian, kata Dedi, secara umum PDIP sebetulnya tidak dijegal tetapi gagal bertarung karena minim mitra politik melawan dominasi KIM di daerah-daerah strategis.

“Jegal menjegal hal biasa meskipun tidak sehat hanya saja ini realitas yang sedang dihadapi saat ini,” ucap Dedi.

Menurut pihak PAN – salah satu parpol KIM – tidak benar ada operasi penjegalan kepada PDIP di sejumlah daerah. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi.

Menurut Viva, KIM dalam Pilkada 2024 tidak ada upaya untuk meninggalkan, menghambat, atau menghalang-halangi setiap partai politik dalam melakukan komunikasi.

“Setiap partai politik bebas merdeka bekerja sama. Memang konfigurasi politik nasional itu ada yang sama dan ada yang berbeda dengan konfigurasi politik di daerah,” kata Viva dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).

Viva memandang, di beberapa wilayah anggota KIM juga tidak bersatu menetapkan paslon. Bahkan ada parpol-parpol KIM berkoalisi dengan PDIP di sejumlah daerah. Hal itu, kata dia, membuktikan kerja sama antarparpol alamiah terjadi dan tergantung konfigurasi daerah.

“Jika tidak berkoalisi, ya tidak ada hubungannya dengan desain besar untuk mengucilkan partai tertentu, karena kenyataan di lapangan anggota KIM juga berkoalisi dengan PDIP,” ucap Viva.

KIM juga menepis bahwa Presiden Jokowi disebut-sebut ada di belakang mereka dalam menjegal PDIP di sejumlah daerah strategis Pilkada 2024. Viva menegaskan presiden menjamin independensi parpol di Pilkada dan tidak ikut cawe-cawe.

“Tidak ada arahan dari Presiden Jokowi. Pak Jokowi menghormati independensi partai politik dalam menentukan dirinya sendiri,” ujar Viva.

HUT ke-51 PDI Perjuangan

Ketua Umum PDI Perjuangan yang juga Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi Ketua DPP PDIP Prananda Prabowo (kanan) bersiap menyampaikan pidato politiknya saat peringatan HUT ke-51 PDI Perjuangan di Sekolah Partai di Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (10/1/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

Sementara itu, pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, tak heran jika ada bantahan atau sikap defensif dari KIM. Kunto menilai tentu saja KIM tidak akan mengaku sedang melakukan penjegalan kepada PDIP dalam gelanggang Pilkada.

“Jelas mereka menepis anggapan penjegalan. Bisa dilihat KIM ini secara fakta membentuk koalisi besar sehingga PDIP tidak bisa membangun koalisi,” ucap Kunto kepada reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).

Kunto sendiri memandang ada andil Jokowi dalam upaya penjegalan PDIP di Pilkada 2024 meski tak tampak dengan gamblang. Misalnya, soal mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Golkar yang kemungkinan turut mempengaruhi pilihan Golkar di Pilkada 2024.

Di sisi lain, Kunto menilai, KIM Plus sendiri memang diperlukan terbentuk di daerah strategis seperti di Jawa dan Sumatera, agar terpilih gubernur yang loyal dan sejalan dengan pusat.

Hal tersebut juga dapat meminimalisir gangguan dari gubernur di daerah strategis yang ingin maju ke gelanggang Pilpres. Jika gubernur daerah strategis dikuasai kader KIM, maka akan mengamankan Prabowo atau Gibran jika ingin maju kembali di Pilpres 2029.

“Dikondisikan di wilayah strategis setidaknya gubenur yang punya loyalitas kepada Prabowo selain [kepada] Jokowi dan KIM,” ujar Kunto.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, menepis anggapan bahwa PDIP tengah dikepung atau dijegal KIM dalam kontestasi Pilkada serentak 2024. Ia justru mengatakan, PDIP bisa merangkul partai-partai yang ada di KIM dan tengah membangun komunikasi politik untuk pilkada di sejumlah daerah.

Hasto justru mendorong agar hal yang perlu dikepung hingga diberantas adalah kejahatan seperti korupsi hingga judi online, bukan PDIP. Ia mengklaim, aparat saat ini baru sebatas menangkap pelaku judi online kelas teri.

“Karena militansi PDIP, kedisiplinan PDIP. Kami ini tidak neko-neko ketika membangun kerja sama, tidak pernah menusuk dari belakang, ini menjadi salah satu daya lebih bagi PDIP,” ucap Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2024).

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto