tirto.id - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tengah menjadi sorotan karena dugaan aturan diskriminatif terkait ketentuan pakaian Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Kontroversi ini bermula saat agenda pengukuhan Paskibraka oleh Presiden Joko Widodo, Selasa (14/8/2024), di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sebanyak 18 Paskibraka putri yang biasa mengenakan hijab sehari-hari, tiba-tiba tidak memakainya pada momen pengukuhan.
Peristiwa ini dinilai janggal oleh Purna Paskibraka Indonesia (PPI). PPI menduga terdapat indikasi tekanan kepada 18 Paskibraka yang melepas hijabnya agar tampil seragam dengan anggota lain. Hal ini amat disayangkan PPI, mereka menolak tegas aturan diskriminatif yang membuat para anggota Paskibraka melepas hijab.
“Mengapa pada waktu pertama kali mereka tiba di Pemusatan Latihan masih diperkenankan menggunakan hijab/jilbab, juga pada saat-saat latihan, renungan suci, dan bahkan gladi mereka masih diizinkan menggunakan hijab/jilbab," kata Ketua Umum PPI, Gousta Feriza, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Gousta memandang bahwa hijab tidak berkaitan dengan tugas yang dijalankan para Paskibraka sehingga tidak akan mengganggu. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya juga diperbolehkan adanya Paskibraka perempuan dengan hijab.
Ia menegaskan, para anggota Paskibraka merupakan putra-putri terbaik bangsa dari 38 provinsi yang diutus mengibarkan Sang Merah Putih di Istana Negara. Apalagi, upacara Hari Kemerdekaan Ke-79 Republik Indonesia tahun ini juga digelar di IKN.
Perbedaan suku, budaya, serta keyakinan atau agama dalam Paskibraka, sesungguhnya bentuk kebinekaan nyata yang jadi nilai luhur Pancasila. PPI mendesak BPIP – sebagai pembuat regulasi terkait Paskibraka – bersedia mengevaluasi ketentuan dan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
PPI meminta BPIP agar mengizinkan Paskibraka perempuan yang mengenakan hijab, untuk memakai hijab sesuai keyakinannya pada 17 Agustus mendatang. Tidak boleh ada paksaan dan diskriminasi serta tidak dihalang-halangi.
BPIP sendiri langsung angkat suara mengenai kontroversi yang menyasar mereka. Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menjelaskan bahwa sejak awal Paskibraka sudah menandatangani aturan yang berlaku dengan materai Rp10.000. Dalam aturan tersebut, tertuang kesediaan mematuhi peraturan pembentukan Paskibraka dan pelaksanaan tugas tahun 2024 dengan lampiran persyaratan mengenai tata pakaian.
Dalam dokumen lembar syarat Paskibraka yang didapat oleh Tirto, contoh tata pakaian dalam lampiran syarat memang tidak terdapat opsi gambar mengenakan hijab. Gambar lampiran syarat Paskibraka perempuan, hanya terdapat contoh pakaian tanpa hijab.
Kendati demikian, Yudian membantah bahwa BPIP memaksa anggota Paskibraka melepas hijab. Aturan yang dimaksud Yudian tertuang dalam Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
“BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab,” kata Yudian lewat keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).
Yudian menjelaskan, Peraturan BPIP Nomor 3/2012 dirancang seragam beserta atributnya yang memiliki makna Bhinneka Tunggal Ika. Paskibraka putri harus mengenakan pakaian, atribut, dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan.
Lebih lanjut, Yudian menyatakan aturan berpakaian itu hanya dilakukan saat pengukuhan dan pengibaran bendera merah putih 17 Agustus mendatang. Ia mengeklaim Paskibraka putri punya kebebasan menggunakan hijab di luar pengukuhan dan pengibaran bendera.
BPIP, kata dia, menjamin akan menghormati hak kebebasan penggunaan hijab tersebut.
“Pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada dan hanya dilakukan pada saat pengukuhan paskibraka dan pengibaran sang merah putih pada upacara kenegaraan saja,” ujar Yudian.
Penyeragaman Semu
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menilai apa yang dilakukan BPIP sebagai bentuk politik penyeragaman yang dilakukan negara. Halili menegaskan pihaknya menolak kebijakan yang menyeragamkan pelepasan hijab bagi Paskibraka dan Paskibra di berbagai daerah.
Pada saat yang sama, kata Halili, SETARA Institute juga menolak segala bentuk politik penyeragaman. Termasuk aturan pemaksaan penggunaan hijab dalam berbagai konteks. Seperti marak terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah negeri.
“Hal itu merupakan bentuk politik penyeragaman yang bertentangan dengan kebinekaan Indonesia,” kata Halili kepada reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).
Halili menegaskan bahwa mengenakan atau tidak menggunakan hijab, merupakan ekspresi keyakinan dan menjadi hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati negara dan setiap orang. Hal tersebut sudah dijamin dalam UUD Negara RI Tahun 1945 dalam Pasal 29 Ayat (2) yang menegaskan: ‘Negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan keyakinan bagi siapapun’.
“Oleh karena itu setiap upaya satu pihak kepada pihak lain untuk menanggalkan keyakinan, baik dengan paksaan maupun dengan pengondisian tanpa paksaan, merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD,” jelas Halili.
Bila dicermati, kata Halili, ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, memang terlihat seolah tidak ada pemaksaan kepada anggota Paskibraka putri untuk melepas hijab.
Namun, terdapat standar pakaian atau seragam yang dicontohkan secara visual (gambar), di mana anggota Paskibraka putri tidak menggunakan hijab. Hal tersebut merupakan bentuk penyeragaman yang tidak mengakomodasi kebinekaan berkeyakinan pengguna hijab.
Amat disayangkan, BPIP seharusnya menjadi teladan bagi penghargaan dan penghormatan atas keberagaman keyakinan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal tersebut justru bisa diwujudkan dengan mengakomodir keyakinan para anggota Paskibraka.
“BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman. Mereka harus mengakomodasi hak dasar dan aspirasi anggota paskibraka putri,” tegas Halili.
Abai Hak Anak
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, menegaskan jika benar Paskibraka perempuan mendapat diskriminasi hingga harus mencopot hijab, maka hal itu merupakan tindakan intoleransi dan diskriminasi. Termasuk berpotensi melanggar hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
KPAI memandang Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka kurang mengakomodir asas dan prinsip dasar perlindungan anak.
“Terlalu umum, tidak mengakomodir nilai-nilai keberagaman,” kata Adi kepada reporter Tirto, Kamis.
Pasal 2 UU Perlindungan Anak menyebut: penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi non diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.
“Selain itu, dalam lampiran standar pakaian Paskibraka tidak menyertakan contoh pakaian berhijab menjadi pilihan model,” tambah Adi.
Adi menilai anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, intoleransi dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Implementasi perlindungan itu, kata dia, salah satunya dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengamalkan ajaran agama dan kepercayaan yang diyakini.
Anggota Paskibraka juga masih berstatus pelajar, maka kegiatan mereka turut dilindungi Permendikbud 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan. KPAI mendesak agar BPIP meninjau ulang SK standar pakaian Paskibraka dan harus mengakomodiri prinsip dasar perlindungan anak serta keberagaman.
“Dalam permendikbud tersebut dijelaskan bahwa peserta didik harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk intoleransi,” tegas Adi.
Respons Pemerintah dan DPR
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo, menyesalkan polemik dugaan aturan diskriminasi yang membuat Paskibraka putri melepas hijab saat agenda pengukuhan. Dito sendiri mengakui bahwa penjelasan dari BPIP terkait kontroversi ini belum terlalu jelas.
“Sejak 2022 itu semua kewenangannya udah full ditarik di BPIP dan kemarin juga ternyata BPIP juga sudah melakukan prescon walaupun jawabannya tidak tegas dan langsung merevisi,” kata Dito kepada awak media di Istana Kepresidenan, Kamis (15/8/2024).
Dito menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengusut persoalan ini. Ia memandang alasan keseragaman seharusnya tidak boleh menabrak nilai-nilai kekukuhan individu.
“Jadi saya sangat menyayangi. Ini ke depan harus kita jaga bersama," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, menyatakan pihaknya berencana memanggil BPIP terkait polemik diskriminasi penggunaan hijab pada Paskibraka perempuan. Mardani menilai penyeragaman yang dipaksakan BPIP sama sekali tidak mencerminkan nilai Pancasila.
“Ini pernyataan yang melukai publik. Kita sudah maju jauh dengan memberi hak semua pemeluk agama untuk melaksanakan keyakinannya,” kata Mardani lewat keterangan tertulis kepada Tirto, Kamis.
Meski BPIP menyatakan tak melakukan pemaksaan, namun anggota Paskibraka terlebih dahulu diminta menandatangani surat pernyataan tentang kesediaan mematuhi peraturan pembentukan dan pelaksanaan tugas Paskibraka.
“Dalam Pancasila, setiap individu berhak untuk menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Aturan yang dibuat BPIP jadi seperti ada ‘pemaksaan’ secara harus,” jelas Mardani
Mardani menilai, hijab bagi banyak muslimah dianggap sebagai bagian identitas dan ekspresi diri. Dengan memaksakan seseorang melepas hijab, berarti membatasi kebebasan warga negara untuk berekspresi.
“Saya akan usulkan agar DPR memanggil BPIP. Perlu ada pelajaran,” tutur Mardani.
BPIP Izinkan Hijab Paskibraka
BPIP akhirnya mengizinkan anggota Paskibraka perempuan berhijab usai aturan yang mereka buat menuai polemik.
"Paskibraka Putri yang mengenakan jilbab dapat bertugas tanpa melepaskan jilbabnya dalam pengibaran Sang Saka Merah Putih pada Peringatan HUT RI ke-79 di Ibu kota Nusantara," tutur Kepala BPIP, Yudian Wahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (15/8/2024).
Dia pun meminta maaf atas polemik yang timbul dari aturan pelepasan hijab pada pengukuhan anggota paskibraka. Di sisi lain, BPIP menyatakan mengapresiasi setingggi-tingginya peran media dalam memberitakan kiprah paskibraka selama ini.
"BPIP juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia atas pemberitaan yang berkembang terkait dengan berita pelepasan jilbab bagi Paskibraka Putri Tingkat Pusat Tahun 2024," pungkas Yudian.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky