tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dan tim kuasa hukumnya bahwa penetapan tersangka Hasto dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019 sebagai upaya kriminalisasi dan bermuatan politis.
JPU menegaskan bahwa kasus yang ditangani murni penegakan hukum sehingga eksepsi Hasto dalam kasus tersebut.
"Penuntut Umum ingin menegaskan bahwa perkara Terdakwa ini adalah murni penegakan hukum dengan berdasarkan pada kecukupan alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP, tiada agenda apapun atau ditunggangi siapapun karena semua adalah penegakan hukum semata berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata JPU, Wawan Yunarwanto, saat membacakan jawaban eksepsi dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Selain itu, JPU KPK juga menyatakan bahwa kubu Hasto yang berdalih bahwa dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap dan juga kabur, harus ditolak oleh Majelis Hakim. JPU beralasan, terdakwa dan kuasa hukumnya telah mengerti atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU sehingga dianggap bahwa dakwaan tersebut mudah dimengerti dan memenuhi syarat.
JPU juga menyatakan KPK memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus ini, sama seperti Majelis Hakim yang berwenang untuk mengadili kasus ini.
Kemudian, JPU menyebut Hasto dan kuasa hukumnya telah keliru untuk memasukan beberapa dalih dalam eksepsi seperti soal daur ulang perkara, penerbitan Sprindik tanpa kewenangan, penyidikan bertentangan dengan KUHAP, keterlibatan saksi dari penyidik yang disebut memberatkan terdakwa, terdakwa ditetapkan jadi tersangka tanpa pemanggilan sebagai calon tersangka, dan KPK telah melanggar hukum dan HAM.
"Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalih Penasihat Hukum dan Terdakwa tersebut diatas tidak termasuk ruang lingkup eksepsi sebagaimana diatur Pasal 156 Ayat 1 KUHAP. Dengan demikian segala dalih tersebut diatas harus ditolak," tutur JPU.
JPU juga menyebut, kesalahan penulisan pasal dalam dakwaan oleh JPU merupakan murni kesalahan pengetikan dan sangat manusiawi.
JPU juga menjawab soal Hasto yang menyebut tidak diizinkan untuk menghadirkan ahli meringankan pada proses penyidikan. JPU menegaskan, kuasa hukum mengajukan ahli tersebut saat berkas perkara Hasto telah selesai. Namun, ahli meringankan tersebut dapat dihadirkan pada sidang pemeriksaan.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas, Penyidik KPK telah memberikan hak kepada terdakwa (saat itu tersangka) sebagaimana ketentuan Pasal 65 Jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP sehingga dalih Penasihat Hukum Terdakwa tersebut sudah selayaknya ditolak," ucap JPU.
JPU juga menegaskan bahwa perkara ini bukan lah pengulangan perkara terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Menurut JPU, dakwaan terhadap Hasto telah sesuai dengan fakta dalam proses penyelidikan dan penyidikan. JPU juga menegaskan bahwa pemeriksaan Hasto dengan sprindik Harun Masiku berdasarkan temuan KPK tentang perbuatan Hasto yang menghambat proses penyidikan Harun Masiku.
Lebih lanjut, JPU juga menanggapi soal kubu Hasto yang menyebut tidak ada kerugian negara dalam perkara ini sehingga prosesnya tidak dapat dilanjutkan. JPU menilai, kerugian negara tidak perlu dipenuhi dalam sebuah perkara selama perkara tersebut melibatkan penyelenggara negara dalam melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, JPU meminta kepada majelis hakim untuk menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan dari Hasto atas dakwaan yang telah dibacakan.
Terakhir, JPU meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa surat dakwaan dari JPU atas Hasto telah memenuhi syarat dan meminta perkara ini tetap dilanjutkan.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher