tirto.id - PDIP mulai memanaskan mesin pemenangan jelang Pemilu 2024. Salah satunya dengan mengerahkan seluruh kadernya dari tingkat pusat hingga ranting. Hal ini tidak lepas dari target hattrick alias kemenangan tiga kali secara berturut-turut dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Target tinggi yang mereka pasang tidak lepas dari dua pemilihan umum sebelumnya. Pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP berhasil mengantarkan Joko Widodo sebagai presiden dua periode, serta menjadikan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI perempuan pertama dalam sejarah Indonesia. Hal ini juga yang membuat PDIP optimistis bisa hattrick pada 2024.
Agar keinginan PDIP itu berhasil, Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri mengerahkan seluruh kadernya agar kembali turun ke rakyat. Terutama para anggota fraksi yang ada di parlemen, untuk menemui masyarakat di masa reses kali ini.
“Saya ingatkan kembali, turun ke bawah itu yang paling penting, bukan politik elite. Kalau kamu selalu turun ke bawah, kamu pasti menang, kita pasti menang. Pahami bahwa kita ini orang partai sehingga seharusnya memiliki api perjuangan nan kunjung padam,” kata Megawati dalam pidato Rapat Koordinasi Fraksi PDIP Masa Bakti 2019 - 2024 di Gedung Sekolah Partai, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Ketua DPP PDIP, Puan Maharani menambahkan, cita-cita hattrick ini perlu diwujudkan, karena menurutnya hanya PDIP yang bisa mewujudkan cita-cita kakeknya, Sukarno.
“Partai ini masih dibutuhkan untuk selalu ada demi mewujudkan cita-cita Bung Karno,” kata Puan.
Melihat dua petinggi PDIP memasang target hattrick, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengungkapkan bahwa partainya telah menyiapkan sejumlah instrumen pemenangan. Salah satunya yang dia sebut 'alat tempur' partai.
“Kita saat ini sudah menyiapkan infrastruktur tempur, dan tidak mungkin pakai mesin lagi. Karena kami juga menyiapkan alat dari luar seperti sayap partai," kata Pacul di Gedung DPR RI, Selasa (12/7/2022).
Bahkan dirinya mendapat pesan langsung dari Megawati mengenai keinginan agar bisa menang secara hattrick di 2024.
"Saya kemarin tanya Ibu untuk pemilu, lalu Ibu menjawab: Saya mau hattrick. Kemudia, saya jabarkan semua kendala yang akan dihadapi. Beliau langsung mengucapkan: Kita punya cara untuk hattrick," ujarnya.
Pacul menerangkan bahwa pemilu adalah perang untuk memenangkan hati rakyat dengan pendekatan-pendekatan yang menurutnya perlu dirahasiakan. Pacul juga mengkritik sejumlah partai yang banyak membakar uang, namun masih gagal untuk menembus parlemen.
“Kalau saya jabarkan di sini, ya nanti tidak jadi rahasia, bisa ketahuan sama yang lain. Tapi yang pasti Pacul sebagai Ketua Bappilu sudah punya strategi. Coba lihat saja sejumlah partai yang sudah mengeluarkan dana triliunan, tapi mana? Masih banyak yang gagal," terangnya.
Pacul juga menegaskan bahwa PDIP berjalan dengan sistem organisasi secara gotong royong dan tidak mengandalkan individu sebagai alat pemenangan. Sehingga dirinya menampik mengenai adanya coattail effect atau efek ekor jas yang memiliki dampak besar bagi kemenangan partainya.
“Saya ini belajar soal coattail effect langsung ke Chili sama Brazil. Sehingga saya paham bahwa PDIP ini tidak bisa bergantung pada individu dan harus bergantung pada organisasi, karena tim suksesnya adalah organisasi, eksekusi dimanapun harus organisasi. Tidak boleh grasak-grusuk," jelasnya.
Meski menegaskan bahwa PDIP bersikap secara organisasi dan tidak bergantung pada sosok individu, namun Pacul mengakui bahwa setiap keputusan penting masih bergantung dari titah Megawati.
"PDIP itu partai unik karena semuanya menunggu dari perintah Ibu. Kalau Ibu bilang A yang kita menurut. Seperti saat ini semuanya masih bisa mencalonkan ini itu, mendukung banyak nama, tapi kalau Ibu sudah bilang A, maka semuanya menurut," ungkapnya.
Dari seluruh strategi pemenangan yang telah diterangkan, Pacul mengakui masih ada kekurangan yang mengganjal cita-cita hattrick PDIP, yaitu ketiadaan petahana di pilpres mendatang. Karena Presiden Jokowi sudah berakhir masa jabatannya di periode kedua ini.
“Pemilu 2024 akan lebih berat karena tidak ada petahana yang dukung kita," ungkapnya.
PDIP Cetak Hattrick, Mungkinkah?
Sebagai partai yang lahir di masa transisi dari era Orde Baru menuju reformasi, pemilih PDIP mayoritas masih berasal dari kalangan Gen X dengan rentang usia 42-55 tahun. Selain Gen X, menurut hasil survei Litbang Kompas pada Juni 2022, pemilih PDIP paling banyak juga disusul oleh Gen Y Madya (34-41 tahun) 22,1 persen, lalu Gen Z (26 tahun ke bawah) 21,8 persen.
Kemudian, Gen Y Muda (26-33 tahun) dan diakhiri oleh Baby Boomers (56-74 tahun) 12,8 persen. Dengan beragamnya angka pemilih, PDIP berhasil menduduki sebagai partai dengan suara tertinggi di survei Litbang Kompas sebanyak 23,7 persen.
Dalam survei tersebut juga disebutkan bahwa sebagian besar pendukung PDIP adalah pemilih tradisional yang menyukai partai politik ini sejak lama, dan angkanya mencapai 58 persen. Lebih besar dibanding partai saingannya seperti Golkar dan Gerindra.
Apabila melihat kesiapan PDIP dari segi 'alat tempur' partai dan juga angka elektabilitas yang paling tinggi dibandingkan partai lain. Nampaknya sangat matang dan dirasa tidak mustahil untuk kembali menang di Pemilu 2024 baik untuk meraih kursi presiden atau parlemen.
Namun, sejumlah kelemahan masih mengintai PDIP. Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor mengatakan, salah satu kelemahan PDIP adalah figur tokoh yang masih sangat bertumpu kepada Megawati.
“Sampai saat ini masih sangat bertumpu pada Megawati, sedangkan Puan Maharani yang berupaya untuk ditokohkan belum mampu memancing atensi publik. Sehingga publik belum bisa menganggap dia sebagai tokoh yang layak memimpin mereka," kata Firman saat dihubungi Tirto pada Kamis (14/7/2022).
Firman juga menyoroti tingkah laku dan pernyataan Megawati yang kerap tidak mencerminkan teladan bagi masyarakat. Terutama sejumlah pernyataannya seperti komentarnya yang terbaru mengenai tukang bakso. “Awas lho kalau nyarinya tukang bakso.”
"Perilaku Ibu Megawati kerap tidak menunjukkan sebagai sosok negarawan yang bersinergi dengan cara pandang masyarakat umumnya. Statement-nya menjauhkan diri dari publik secara umum," kata dia.
Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh sejumlah kader PDIP, baik di tingkat lokal hingga nasional juga menjadi catatan yang ikut memperburuk elektabilitas, kata Firman.
“Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan partai baik di level lokal nasional atau lokal dan tidak diimbangi dengan kemonceran tokoh PDIP di bidang prestasi sehingga semakin lemah,” kata dia.
Sehingga menurutnya, pemilih PDIP hanya tersisa dari kalangan pemilih tradisional dan milenial yang masih baru belajar dalam pemilu dan politik.
“Saat ini pemilih hanya dari kalangan tradisional dan milenial yang baru melek politik. Bahkan Pak Jokowi tidak terlalu banyak menolong karena coattail effect, karena orang lebih banyak melihatnya sebagai individu daripada orang dengan latar belakang PDIP," terangnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menambahkan, hasrat PDIP untuk mencetak hattrick di Pemilu 2024 akan semakin sulit bila friksi dengan Jokowi masih berlangsung. Terutama mengenai kaitan calon presiden yang akan diusung.
“Salah satu kelemahannya adalah bila ada perpecahan dengan Jokowi terutama mengenai konteks capres. Masak iya presiden yang didukung PDIP punya nama sendiri soal capres," imbuhnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz