tirto.id - Di hadapan segenap mahasiswa dan civitas akademika Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Menteri BUMN Erick Thohir memberikan pidato yang berisikan motivasi bagi para kawula muda. Tentunya pesan yang disampaikan berkorelasi dengan mayoritas pendegarnya yaitu para mahasiswa yang masuk dalam kategori Generasi Z.
Dalam salah satu poinnya, Erick menyampaikan kepada para mahasiswa agar tidak hanya sibuk dalam kegiatan pergerakan. Sang Menteri BUMN menawarkan sejumlah opsi kegiatan seperti mengisi peluang-peluang yang ada dengan pendidikan, profesionalisme, dan juga sebagai pengusaha baru Indonesia.
“Jangan hanya sibuk pergerakan. Sudah waktunya hari ini kalian semua mengisi, karena lihat nanti di Indonesia itu jumlah penduduknya 318 juta, middle class-nya, kelas menengahnya 223 juta, ini besar sekali," kata Erick sebagaimana dikutip Antara, Selasa (5/7/2022).
Sesuai dengan tema acara Kuliah Umum Tokoh Nasional Menteri BUMN “Kolaborasi BUMN dan Perguruan Tinggi dalam Menciptakan Generasi Digital yang Tangguh di Era Disrupsi” yang digelar di Auditorium Graha Widyatama Prof. Rubijanto Misman, Unsoed Purwokerto, Erick juga memberikan bayangan mengenai potensi perkembangan Indonesia di 2045 dalam sektor ekonomi.
“Kita punya kesempatan yang luar biasa, menjadi negara yang sangat besar dan sangat maju. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai tahun 2045 itu [diperkirakan] 5 persen rata-ratanya,” kata Erick.
Menurut dia, dengan angka pertumbuhan 5 persen tersebut akan menjadi kekuatan Indonesia untuk bersaing masuk ke dalam jajaran negara besar dalam sektor ekonomi.
“Ini sesuatu hal yang tidak terulang lagi dan kalian adalah tentu ujung tombak bagaimana kita bisa memastikan negara ini seperti yang kita impikan,” kata dia.
Namun, pidato penuh mimpi dan harapan dari Erick Thohir menuai sorotan, khususnya terkait poin “mahasiswa jangan hanya sibuk di pergerakan.” Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Zaki Mustofa mempertanyakan logika pernyataan Erick tersebut.
Zaki menyoal, mengapa gerakan harus dipermasalahkan dalam pola pertumbuhan sektor ekonomi? Zaki pun menyarankan sang Menteri BUMN itu terjun ke dunia mahasiswa, agar memahami kondisi lapangan secara realistis.
“Sepertinya Pak Erick Thohir harus banyak mendekati mahasiswa, terutama pada setiap kegiatan dan garapan yang dilakukan," kata Zaki saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (6/7/2022).
Zaki mengisahkan dalam salah satu perspektif kegiatan BEM. Ia membayangkan bahwa BEM seperti suatu institusi resmi dengan pelbagai lembaga yang dinaungi dan segala problematika yang ada di dalamnya.
“Mari kita batasi pembahasan pada soal BEM. Di dalamnya tidak hanya mengenai kementerian, tapi juga ada divisi pergerakan, seperti bidang kemasyarakatan, kewirausahaan, riset, data dan lainnya," terangnya.
Ia bahkan membandingkan dengan kegiatan negara yang harus menggunakan APBN. Para mahasiswa melalui BEM, kata dia, bisa mengadakan acara dengan dana swadaya yang serba terbatas.
“Bahkan juga terbatas dalam anggaran kami tetap bisa menggelar acara yang salah satunya adalah pendidikan di antara rumah masyarakat. Hingga persiapan karier dan juga program lainnya,” kata dia.
Zaki kembali menegaskan bahwa dengan mengobrol bersama mahasiswa tidak hanya demi mengais citra milenial semata. Namun juga demi memperbaiki pola pikir Erick Thohir mengenai anak muda saat ini.
“Mungkin Pak Erick perlu ngobrol dengan mahasiswa soalnya kelihatan banget tidak tahu kegiatan mahasiswa dan anak muda. Jadi mungkin statement-nya supaya tidak bias, dan jangan hanya melihat di permukaan saja,” kata dia.
Erick Thohir Dinilai Tak Paham Gerakan Mahasiswa
Kritik senada diungkapkan Masinton Pasaribu, aktivisi mahasiswa 1998 sekaligus anggota DPR RI dari Fraksi PDIP. Masinton menyebut Erick terlalu narsis sehingga tidak bisa memahami mengenai pergerakan mahasiswa. Pernyataan Erick terkesan “meremehkan” gerakan mahasiswa sebagai.
“Waktu Pak Erick Thohir menyampaikan, itu memang karena beliau tidak paham dan tidak pernah berkecimpung di dalam dunia pergerakan semasa mudanya. Dia kuliah hanya seperti anak gedongan dan belajar terus ke luar negeri. Tidak kenal masyarakat dan tidak kenal kondisi Indonesia. Karena tidak pernah kenal lingkup sosial kehidupan politik masyarakat, makanya menjadi narsis dan tidak membumi," kata Masinton saat ditemui reporter Tirto di ruang kerjanya.
Masinton juga menyebut ketidakpahaman Erick terhadap pergerakan juga tercermin dalam pola dan gaya politik yang saat ini banyak ditampilkan.
“Erick itu senang narsis, lalu makan di warteg sok berlagak menjadi tukang sayur. Karena tidak kenal masyarakat. Coba kalau kenal masyarakat, pasti akan tampil lebih genuine. Harus mengenali kultur masyarakat dan itulah gunanya mahasiswa ikut dalam pergerakan,” kata mantan aktivis Famred ini.
Masinton menyebut bahwa apa yang disampaikan oleh Erick berbahaya bagi pola pikir anak muda yang bisa membentuk menjadi mental 'kuli' di masa depan. Hanya berpikir kuliah dan kerja.
“Gimana mau punya pemahaman global, kalau tugas mahasiswa hanya belajar dan mereka hanya mengajar agar mahasiswa menjadi intelektual tukan dan bermental kuli. Mahasiswa harus bermental pelopor bukan kuli,” kata Erick.
Masinton juga menyinggung bahwa pergerakan tidak hanya sebatas pada aksi turun ke jalan, namun juga penambahan wawasan dan kaderisasi untuk tetap terjun dekat ke masyarakat.
“Poin penting dalam pergerakan adalah pengembangan nalar untuk peka kepada masyarakat dan politik," terangnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz