tirto.id - “Kenapa nggak gratis? Kan ini fasilitas umum?”
“Saya kurang tahu, soalnya saya cuma kerja, Pak.”
Petikan dialog tersebut sempat ramai di media sosial. Percakapan tersebut bukan materi drama, tetapi obrolan Menteri BUMN Erick Thohir dengan seorang penjaga toilet di sebuah SPBU, di wilayah Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.
Dalam video berdurasi kurang dari 1 menit itu, Erick memperoalkan toilet SPBU Pertamina yang tidak gratis, padahal SPBU tersebut dikelola swasta. Ia lantas meminta Pertamina menggratiskan toilet di seluruh SPBU yang berlabel perusahaan pelat merah itu.
Aksi Erick di vedio tersebut direspons beragam. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto misal mengapresiasi langkah Erick. Ia memandang, penggratisan toilet akan membuat publik mau mampir ke SPBU Pertamina.
“Secara umum itu kebijakan yang bagus kalau memang toilet dan fasilitas umum lainnya di SPBU-SPBU milik BUMN baik yang berlokasi di rest area maupun non-rest area akan lebih bagus jika digratiskan, sehingga mungkin juga akan lebih menarik minat masyarakat untuk lebih menggunakan SPBU-SPBU dari pemerintah,” kata Eko seperti dikutip Antara.
Eko menilai publik akan memberikan respons positif karena toilet dan musala merupakan kebutuhan masyarakat saat beraktivitas, terutama untuk perjalanan jauh. Ia pun minta pemerintah memperhatikan soal kebersihan dan perawatan toilet di masa depan jika memang nantinya digratiskan.
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas), organsiasi perkumpulan pebisnis minyak dan gas berupaya untuk memenuhi ekspektasi Erick dengan menggratiskan seluruh toilet. Pihak Pertamina pun akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk penggratisan toilet.
“Kami sosialisasikan kembali ke para pemilik SPBU untuk meningkatkan layanan ke masyarakat, tidak hanya layanan BBM namun juga termasuk memastikan ketersediaan toilet secara gratis dan memperhatikan kebersihan dan kenyamanannya,” kata Corporate Secretary Subholding Commercial and Trading Pertamina Irto Ginting dalam keterangan tertulis.
Terbaru, Erick Thohir memperluas langkahnya soal toilet ini. Kali ini, Erick mengeluarkan instruksi untuk perbaikan pelayanan publik.
Namun tindakan Erick itu dikritik anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto. Ia menilai langkah Erick Thohir justru hanya pencitraan semata. Ia minta Erick fokus mengerjakan tugas-tugas pemerintahan yang lebih penting dan strategis, alih-alih mengurus toilet SPBU Pertamina.
Menurut Mulyanto saat ini banyak hal yang lebih strategis yang perlu mendapat perhatian serius Ercik seperti nasib Garuda, utang PLN hingga progres pembangunan kilang Tuban, Pertamina.
“Daripada mengurus toilet SPBU lebih baik Menteri Erick mendorong Pertamina, agar segera menyelesaikan Kilang Tuban, sehingga kita dapat mengurangi impor BBM dan menekan defisit transaksi berjalan sektor migas,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Mengapa Toilet Bukan Hal Sepele?
Narasi soal toilet bukan kali pertama dilakukan pejabat publik. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebelumya telah membentuk Satgas Toilet Indonesia. Pembentukan satgas ini sebagai upaya untuk menjaga reputasi pariwisata Indonesia.
Selain Sandi, kisah toilet juga disinggung oleh mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Pria yang pernah menjadi Dirut Kereta Api Indonesia (KAI) bercerita, upaya perbaikan pelayanan KAI dimulai dari toilet. Kala itu, ia berkelakar bahwa perbaikan besar KAI sulit terealisasi jika toilet stasiun tidak diperbaiki.
Lantas mengapa toilet menjadi penting? Pemerhati pariwisata sekaligus mantan anggota Tim 10 Kemenpar RI 2016-2018 Taufan Rahmadi menjelaskan alasan toilet bisa menjadi krusial. Jika menggunakan kacamata pariwisata, maka toilet merupakan infrastuktur penting karena mempengaruhi persepsi wisatawan.
Ia mencontohkan, banyak wisatawan kerap kali ke toilet ketika turun dari transportasi umum seperti pesawat terbang maupun kereta api. Publik juga memiliki pandangan buruk untuk enggan ke toilet SPBU jika SPBU kotor.
“Jadi kalau toilet di Indonesia dicitrakan tidak baik dalam pelayanannya ini akan berdampak buruk,” kata Taufan kepada reporter Tirto, Senin (29/11/2021). “Jadi ini berbicara tentang value daripada tourism, value daripada public facility, bicara tentang juga value daripada sebuah company.”
Taufan lantas mengaitkan dengan Travel Tourism Competitiveness Index (TTCI) Indonesia. Salah satu faktor TTCI adalah soal kesehatan dan sanitasi. Saat ini, angka TTCI Indonesia masih rendah dan langkah Erik bisa memicu perbaikan meski tidak di sektor pariwisata.
Taufan mengingatkan bahwa perbaikan toilet juga mampu membawa perbaikan citra daerah. Hal tersebut terbukti dengan perbaikan citra Cina di level internasional maupun Banyuwangi di sektor nasional. Di level nasional, kata dia, Banyuwangi kini menjadi destinasi wisata yang layak sehingga mempengaruhi rating.
“Banyuwangi di eranya Abdullah Azwar Anas toilet-toilet yang dibangun itu bisa menjadi toilet-toilet yang percontohan dari bagaimana sebuah destinasi wisata membangun toilet inovatif dan sustain," kata Taufan.
Namun Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai ada pesan yang berbeda dari langkah Erick Thohir dengan Sandiaga maupun Ignasius Jonan. Ia menilai, Sandiaga dan Jonan mempunyai dasar kuat untuk memperbaiki toilet.
Sandiaga, kata Dedi, berupaya memperbaiki toilet sebagai upaya memperbaiki citra pariwisata Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan beberapa negara yang punya atensi terhadap pariwisata sangat memperhatikan soal kebersihan, termasuk kebersihan toilet. Jonan pun saat perbaikan toilet KAI penting karena kenyamanan toilet menjadi faktor kenyamanan dalam bertransportasi.
Di sisi lain, kata dia, Erick justru bermain dalam isu toilet yang notabene banyak bisnis SPBU melibatkan pihak swasta. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa isu toilet menjadi bisnis untuk masyarakat kelas bawah.
“Jadi upaya Erick Thohir untuk mempromosikan supaya toilet gratis bahkan ada nada protes terhadap toilet berbayar di SPBU jelas sekali muatannya adalah populism yaitu ingin mendongkrak popularitas melalui sensasi lewat ini,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Senin (29/11/2021).
“Meskipun bagi beberapa kelompok saya kira bermanfaat, tetapi itu tidak signifikan dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Tentu berbeda dengan konteks pariwisata dan KAI tadi,” kata pria yang juga dosen Komunikasi Politik Universitas Telkom ini.
Dedi mengakui strategi komunikasi politik Erick lewat “komunikasi toilet” bagus dan unik. Pemilihan tema seperti toilet baik dan efektif karena berupaya membangun kedekatan dengan kelompok masyarakat Indonesia dan mencari kasus dengan nilai murah dan berdampak besar.
Isu toilet, kata Dedi, lebih mudah dieksekusi oleh Erick daripada bermain isu yang lebih berdampak publik seperti soal BBM. Isu toilet gampang dieksekusi karena semua stakeholder bisa dipegang oleh Erick dan bisa langsung dieksekusi dan bisa dilipatgandakan keriuhannya di publik.
Hal ini tentu akan berbeda dengan isu BBM yang meski berdampak luas dan bisa mendongkrak citra, kata Dedi, tetapi harus berhadapan dengan instansi lain, bahkan presiden.
“Artinya ketika protes Erick Thohir terkait dengan toilet berbayar sehingga harus digratiskan, mereka yang menjadi stakeholder SPBU akan dengan mudah memenuhi, tetapi kalau misalnya protes Erick Tohir pada hal-hal yang substansial semisal harga BBM, kenapa bisa lebih mahal daripada negara-negara yang bahkan tidak menjadi sumber minyak misalnya, maka belum tentu bisa dipenuhi stakeholdernya,” kata Dedi.
Dedi menambahkan, “Jadi hal-hal semacam itu saya kira kenapa kemudian protes Erick Thohir ini lebih kental nuansa politik dibandingkan nuansa yang betul-betul maslahat bagi publik.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz