tirto.id - Sejumlah asosiasi pengusaha di Indonesia menaruh optimisme pertumbuhan ekonomi di 2024. Di tengah situasi tahun politik, ekonomi domestik diproyeksikan bisa tumbuh di atas kisaran 5 persen.
Plh Ketua Umum Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Kadin berada di atas target pemerintah yakni sekitar 5,2 persen - 5,5 persen di 2024. Kadin memperkirakan ekonomi domestik tahun depan justru berada di kisaran 6 persen - 7 persen.
"[Pertumbuhan ekonomi 2024] 6 - 7 persen ya yang kita pengen. Since sekarang sudah di 5 persenan per kuartal III-2023," kata dia saat dikonfirmasi Tirto, Sabtu (31/12/2023).
Yukki menilai, target pemerintah di kisaran 5,2 persen - 5,5 persen sangat rendah dan tidak semulus sebagaimana yang diharapkan dalam RPJMN 2020-2024. Dalam RPJMN tersebut pertumbuhan ekonomi ditargetkan dalam kisaran 6,0-6,2 persen pada akhir tahun 2024.
"Dengan kondisi ini, menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi, yang berarti rata-rata dalam 10 tahun terakhir hanya mencapai 4,23 persen," kata dia.
Kadin meyakini, ekonomi Indonesia akan lebih stabil di semester II-2024 karena perhelatan pemilihan umum sudah berakhir. Sebaliknya, sepanjang semester I-2024, ketidakpastian masih akan membayangi akibat arah perpolitikan yang belum jelas.
"Pada semester kedua, periode wait and see dunia usaha sudah berakhir. Untuk itu diperkirakan laju investasi akan lebih kencang dan penerimaan negara akan meningkat," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 realistisnya ada di kisaran 4,8 persen - 5,2 persen. Rentang ini cukup jauh, karena kata Shinta, pertumbuhan ekonomi 2024 bisa ada di level lebih dari 5 persen hanya dalam kondisi best case scenario.
"Ini karena ada banyak faktor eksternal dan internal yang akan membatasi atau setidaknya kurang supportif terhadap pertumbuhan di angka tersebut," ujar Shinta kepada Tirto, Sabtu (30/12/2023).
Tantangan Menuju Ekonomi 2024
Dari sisi eksternal, lanjut Shinta, sejumlah tantangan masih perlu diwaspadai oleh pemerintah. Di mana pertumbuhan ekonomi global masih akan lamban karena pengetatan moneter di negara-negara maju & perlambatan ekonomi Cina.
Kondisi ketidakpastian juga masih terjadi dari konflik geopolitik beberapa negara. Di samping juga masih ada potensi pelemahan nilai tukar, gejolak harga minyak dan harga komoditas lainnya. Utamanya pangan yang bisa berimbas negatif terhadap daya beli dan inflasi pasar domestik.
"Jadi Indonesia masih harus terus waspada dan agile menciptakan respon kebijakan untuk memastikan stabilitas makro ekonomi sewaktu tekanan eksternal tersebut meningkat," ujar dia.
Sementara dari sisi internal, pelaku usaha melihat bahwa 2024 akan sangat berbeda dengan 2023. Hal ini karena kinerja pemerintah di 2024 dalam proyeksi Apindo tidak akan seoptimal atau sebaik pada 2023 dalam menstimulasi/memicu pertumbuhan karena faktor transisi kepemimpinan.
"Ini juga didukung dengan data historis di mana kami melihat pada tahun pemilu presiden sebelumnya kinerja pasar selalu lamban karena persepsi ketidakpastian yang meningkat," kata dia.
Di sisi lain, pemerintah dan birokrasinya juga cenderung lebih lamban dalam mengimplementasikan kebijakan dan merespon kondisi pasar yang kurang supportif terhadap pertumbuhan. Ini karena gap antara kebijakan di atas kertas dan yang diimplementasikan di lapangan sangat besar & umumnya menunggu 'arahan pimpinan'.
"Ini khususnya terjadi dalam hal penyelesaian izin-izin usaha yang mengalami backlog atau isu realisasi investasi/usaha lain," ujar dia.
Menurut Shinta, kebijakan reformasi struktural yang bisa menciptakan terobosan peningkatan confidence investasi, peningkatan efisiensi usaha dan peningkatan kinerja pasar, kemungkinan besar tidak akan ada di 2024 karena terjadinya transisi. Karena itu, ketika transisi kepemimpinan dalam skala besar, persepsi ketidakpastian pelaku usaha menjadi jauh lebih tinggi.
"Kecenderungan wait and see untuk ekspansi usaha juga lebih tinggi," imbuh dia.
Apalagi, lanjut Shinta, proses transisi kemungkinan akan menyita konsentrasi pemerintah hingga 2024. Sehingga waktu yang tersisa untuk mengejar pertumbuhan yang optimal menjadi sangat pendek dan perlu effort menghasilkan output pertumbuhan di atas 5 persen.
"Oleh karena itu, kami sangat menghimbau agar pemerintah dan para stakeholders transisi kepemimpinan bisa terus fokus pada penciptaan transisi kepemimpinan yang smooth, damai, tertib dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ucap dia.
Pemerintah incumbent, menurutnya harus bisa fokus melaksanakan tugasnya hingga akhir masa jabatan. Khususnya dengan meningkatkan konsistensi dan efisiensi pelaksanaan kebijakan reformasi struktural terkait iklim usaha yang sudah ada di lapangan seperti UU Cipta Kerja, OSS, dan lain-lain.
"Langkah itu perlu dilanjutkan agar kepercayaan pelaku usaha dan calon investor terhadap iklim usaha atau investasi Indonesia tetap positif bila pertumbuhan mau dipacu di atas 5 persen di 2024," kata dia.
Shinta menambahkan, penting juga bagi pimpinan terpilih nantinya untuk menciptakan confidence pasar dengan proses transisi yang cepat. Tak kalah pemimpin terpilih harus mengedepankan profesionalitas dalam pemerintahan dan pilihan-pilihan kebijakan yang terbuka, demokratis, pro-pasar, pro-bisnis dan make sense secara ekonomi.
Tidak hanya terpaku meneruskan legacy pimpinan sebelumnya, tapi perlu juga pemimpin selanjutnya menyempurnakan dan meningkatkan capaian reformasi struktural yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Khususnya dalam bentuk peningkatan konsistensi implementasi kebijakan reformasi struktural di lapangan, peningkatan efisiensi birokrasi, peningkatan daya saing beban-beban usaha universal di Indonesia, dan melanjutkan reformasi struktural yang masih dibutuhkan seperti reformasi kualitas SDM, reformasi BUMN, dan lainnya.
"Kami rasa bila kondisi di atas bisa diciptakan oleh pemerintah incumbent maupun pimpinan terpilih nanti, pertumbuhan 2024 baru bisa dipacu menjadi lebih dari 5 persen meskipun dengan tantangan eksternal dan internal yang ada," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang