Menuju konten utama

Mengunjungi Titanic, Kelindan Wisata dan Tragedi

Sejak ditemukan pada 1985, puing Kapal Titanic telah berkali-kali dikunjungi untuk berbagai kepentingan.

Mengunjungi Titanic, Kelindan Wisata dan Tragedi
Header Mozaik Menengok Titanic. tirto.id/Tino

tirto.id - Kapal selam Titan milik perusahaan OceanGate hilang dan meledak di Samudra Atlantik, satu jam 45 menit setelah penyelaman. Lima fragmen utama kapal selam berukuran 6,7 meter itu ditemukan, di antaranya kerucut ekor kapal dan dua bagian lambung kapal.

Dikutip dari Reuters, dalam konferensi pers OceanGate menyatakan kelima penumpang kalam selam itu tidak ada yang selamat, termasuk pendiri dan CEO perusahaan, Stockton Rush, yang mengemudikan Titan.

Para penumpang yang tewas dalam perjalanan bawah laut itu berencana mengunjungi bangkai Kapal Titanic yang tenggelam pada 1912 dan pertama kali ditemukan oleh tim gabungan yang dipimpin Robert Ballard pada 1985.

Dalam dunia ilmu kelautan dan ekspedisi bawah laut, nama Robert Ballard dikenal sebagai salah satu peneliti dan penjelajah legendaris. Sepanjang 60 tahun kariernya, Ballard telah melakukan lebih dari 150 ekspedisi yang menghasilkan berbagai temuan ilmiah yang sangat penting.

Dari sekian banyak hasil kerjanya itu, kemungkinan besar temuan Ballard yang paling diingat publik adalah ketika ia dan timnya yang tergabung dalam dua institusi Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) dan Institut Français de Recherche pour l'Exploitation de la Mer (IFREMER) menemukan bangkai kapal RMS Titanic.

Dalam memoarnya Into the Deep: A Memoir from the Man who Found Titanic yang terbit pada 2021, Ballard mengakui temuannya itu akan terus melekat padanya bahkan ketika ia meninggal.

Sebelum berhasil menemukan kapal mewah itu, Ballard telah banyak merancang kapal untuk keperluan eksplorasi bawah laut. Upaya pencarian bangkai Titanic merupakan uji coba kapal selam Argo hasil rancangannya. Pada 1 September 1985 Kapal selam sepanjang 5 meter itu rupanya berhasil mengirimkan sinyal video yang dikonfirmasi sebagai reruntuhan Titanic.

Setahun kemudian, Ballard kembali ke Samudra Atlantik untuk melakukan perjalanan ke bangkai kapal yang terletak sekitar 4000 meter di dasar laut itu. Kali ini ia datang dengan kapal selam Alvin yang dirancang lebih canggih.

Penjelajahan pada 1986 itu merupakan momentum pertama kalinya manusia melihat bangkai kapal Titanic yang tenggelam pada April 1912. Baru pada awal 2023 Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) merilis potongan video ekspedisi itu yang sebagian besar belum pernah dibuka untuk publik sejak 1986.

Keberhasilan Ballard menemukan Titanic sontak membangkitkan semangat banyak pihak, termasuk rekan-rekan seprofesi yang sebelumnya gagal menemukan bangkai kapal itu.

Ballard telah menghadap ke parlemen Amerika Serikat untuk menetapkan bangkai Titanic sebagai situs yang dilindungi guna mencegah kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari ekspedisi-ekspedisi di masa depan.

Namun, upaya Ballard melindungi bangkai Titanic tampaknya gagal. Persaingan tentang siapa yang diizinkan untuk menyelamatkan artefak bangkai kapal itu memanas.

Masalahnya, jika beberapa upaya memang dilakukan untuk mendokumentasikan dan melestarikan artefak Titanic, sebagian pihak lain justru mencoba berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan artefak dan pameran publik.

Upaya pertama terjadi pada 1987 ketika Titanic Ventures Limited Partnership (TVLP) yang bekerja sama dengan L'Institut Français de Recherche pour l'Exploitation de la Mer berhasil mengumpulkan sekitar 1800 benda yang terkubur bersama bangkai Titanic.

Hingga kini, perusahaan itu dikenal sebagai RMS Titanic Inc., dan telah berhasil melelang lebih dari 5000 objek yang diambil langsung dari bangkai Titanic termasuk perhiasan dan potongan tangga dari geladak kapal.

Senarai Perjalanan Wisata

Sejak 1987, perjalanan ke bangkai Titanic semakin banyak digelar. Sutradara James Cameron pun ikut dalam beberapa kali perjalanan ini. Belakangan, para turis yang membayar sejumlah besar uang juga bisa ikut mengunjunginya.

Pada 1998, perusahaan Inggris Deep Ocean Expeditions jadi salah satu yang pertama kali menjual tiket untuk publik seharga 32.500 dolar AS untuk melihat sisa-sisa Titanic.

Selain Deep Ocean Expeditions, perusahaan perjalanan Bluefish yang berbasis di Los Angeles juga menjalankan penyelaman Titanic. Namun, Bluefish hanya memberangkatkan 8 orang dalam kurun empat tahun. Baru pada 2012 mereka mulai menerima pesanan lagi dengan banderol 59.680 dolar AS per orang.

Infografik Mozaik Menengok Titanic

Infografik Mozaik Menengok Titanic. tirto.id/Tino

Lima tahun kemudian, Blue Marble Private, perusahaan yang berbasis di London, bekerja sama dengan perusahaan OceanGate Expeditions mengumumkan bahwa mereka akan membuka pendaftaran untuk paket berkapasitas 9 turis saja mulai Mei 2018.

Seperti dilaporkan CNN, harga tiket untuk perjalanan itu dibanderol 105.129 dolar AS per orang, hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan perjalanan Deep Ocean Expeditions pada 2012. Namun, rencana perjalanan itu tertunda akibat cuaca yang tak menentu di wilayah Atlantik.

Setelah itu, mereka berhasil menggelar beberapa perjalanan serupa pada 2021 dan 2022 sekaligus menetapkan rencana untuk rangkaian tur 2023.

Ada beberapa faktor yang kemungkinan besar akan mengganggu rangkaian perjalanan ini di masa yang akan datang. Pertama, pada 2016 CNN melansir laporan mengenai sebuah penelitian ilmiah mendalam yang menemukan bakteri pemakan logam yang menggerogoti sisa-sisa bangkai Titanic.

Selain faktor alam, National Geographic menulis mengenai jejak sampah termasuk rantai dan jaring yang tertinggal dari beberapa ekspedisi di lokasi tersebut.

Menyadari bahwa di masa depan kunjungan turis membuka kemungkinan kerusakan yang lebih parah, UNESCO menetapkan perlindungan warisan budaya bawah air yang disahkan pada 2012.

Pihak berwenang dari Inggris dan Amerika Serikat pun setuju untuk bekerja sama dalam pengaturan lisensi bagi publik yang ingin mengunjungi dan mengakses bangkai Titanic.

Baca juga artikel terkait KAPAL TITANIC atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi