Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Menguji Pidato AHY soal Jokowi Hanya Gunting Pita Proyek Era SBY

Adian menjawab AHY soal Jokowi hanya gunting pita. Menurut Adian, hanya 222 kilometer proyek tol yang melanjutkan era SBY.

Menguji Pidato AHY soal Jokowi Hanya Gunting Pita Proyek Era SBY
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (kiri) bersama istri Annisa Pohan (kedua kiri) disaksikan Presiden keenam yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) dan Sekretaris Majelis Tinggi Andi Mallarangeng (kanan) menyapa kader Partai Demokrat usai menyampaikan pidato kebangsaan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (16/9/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

tirto.id - “Ada yang mengatakan misal, zaman dulu nggak ada pembangunan infrastruktur, yang nyatanya banyak. Setiap pembangunan direncanakan, dipersiapkan, dialokasikan anggarannya dan dimulai dibangun sehingga banyak yang tinggal 70 persen bahkan 90 persen. Sehingga proyeknya tinggal gunting pita. Setahun gunting pita. Kira-kira masuk akal nggak?"

Demikian salah satu kutipan pidato Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di hadapan kader dan pendukungnya pada penutupan Rapimnas Demokrat pada Kamis (15/9/2022) di Jakarta Convention Center.

Sontak, pidato AHY tersebut memicu gelombang perdebatan antara Demokrat dan PDIP. Kedua belah pihak saling adu argumen, baik dalam rangka mendukung pernyataan AHY atau membela Presiden Joko Widodo. PDIP tidak sendirian, ada pihak istana yang juga ikut angkat bicara hingga PPP sebagai partai koalisi yang ikut menyindir AHY.

Dalam Rapimnas Demokrat, tidak hanya pernyataan AHY saja yang membuat gaduh publik. Namun juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus ayah dari AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menyebut akan ada kecurangan dalam Pemilu 2024. Atas temuannya, SBY mengaku harus turun gunung ikut campur dalam menghadapi pemilu mendatang.

“Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi pemilihan umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Konon, akan diatur dalam pemilihan presiden nanti hanya diinginkan oleh mereka hanya dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” kata SBY.

“Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri. Bersama koalisi tentunya. Jahat bukan, menginjak-injak hak rakyat, bukan. Pikiran seperti itu batil, itu bukan hak mereka, pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan dipilih, yang berdaulat juga rakyat.”

SBY menambahkan, “Dan, ingat selama 10 tahun dulu. Kita di pemerintahan. Dua kali menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu.”

Saat Rapimnas Demokrat, reporter Tirto berusaha mengklarifikasi dan menanyakan mengenai maksud dari pidato SBY tersebut. Namun, Presiden RI ke-6 itu enggan bicara dengan dalih bahwa saat ini telah pensiun dari politik.

“Saya sudah pensiun, silakan ditanyakan kepada yang muda saja,” kata SBY.

Sama seperti SBY, AHY juga enggan dimintai keterangan terkait pidatonya yang menyebut bahwa pekerjaan di pemerintahan Jokowi hanya gunting pita.

Selain menyindir mengenai proyek pembangunan infrastruktur di era Jokowi, AHY juga menyinggung soal kebijakan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dulu sempat dikritik oleh PDIP saat dilaksanakan di era pemerintahan SBY.

Mereka yang Tersinggung atas Pidato AHY dan SBY

Sesaat setelah pidato AHY dan SBY tersebar di semua lini media, baik di arus utama hingga alternatif, berbagai pihak mulai berkomentar. Salah satunya dari Istana Negara yang diwakili Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini.

Faldo sebut bila AHY hanya membanggakan prestasi masa lalu dan tak matang dalam berdemokrasi. Sehingga menjadi indikasi hanya ingin mencari tepuk tangan dan pujian semata.

“Kecuali, memang yang dicari memang tepuk tangan, ya silakan saja,” kata Faldo dalam keterangan tertulis pada Sabtu (17/9/2022).

Selain disebut hanya sekadar mencari sensasi dan tepuk tangan, ucapan AHY juga dianggap hanya asal klaim. Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Adian Napitupulu menyebut, AHY tidak cermat secara data dan hanya asal bicara dalam pidatonya di rapimnas.

“Saran untuk teman-teman di Partai Demokrat, tolong jangan jerumuskan AHY. Kan, kasihan sudah sewa tempat mahal, bicara di hadapan 3.000 kader pakai sound system ribuan watt, diliput banyak media, namun data yang disampaikan salah total,” kata Adian.

Adian menjabarkan, sejumlah proyek pembangunan yang telah berhasil dilakukan di era Jokowi. Dimulai dari jalan tol yang menurutnya hanya 222 kilometer yang melanjutkan dari proyek SBY. Namun ada 2.290 kilometer selama dua periode kepemimpinan Jokowi yang dimulai dan dibangun Jokowi.

“Jalan tol yang dibangun SBY di periode 2005 hingga 2014 mulai dari konstruksi hingga gunting pita, total 189,2 km. Sementara jalan tol yang dimulai konstruksinya di pemerintahan SBY, tapi diselesaikan oleh Jokowi total ada 222 km. Kalau total panjang jalan tol yang dimulai era Jokowi tahun 2015 hingga nanti 2023, total sepanjang 2.290 km,” kata Adian.

Tidak berhenti menyinggung jalan tol, Adian juga membeberkan perihal pembangunan bandara dan bendungan. Dalam pembangunan dua infrastruktur ini, Adian menyindir SBY hanya berkecimpung dalam seremoni peletakan batu pertama. Tidak lebih dari itu.

“Beberapa bendungan dimulai konstruksinya tahun 2014, beberapa bulan sebelum masa jabatan SBY berakhir seperti, Bendungan Teritip, Raknamo, Logung, Gondang dan Pidekso. Kelima bendungan ini, SBY mungkin hanya sempat melakukan seremoni peletakan batu pertama saja, kira-kira bermodal 1 sak semen dan beberapa buah batu saja. Kenapa demikian? Karena memang masa jabatan SBY di 2014 secara konstitusional hanya 10 bulan saja,” kata Adian.

Mengkritik Pernyataan SBY

PDIP tidak hanya menyerang AHY atas pidatonya, namun juga SBY karena menyebut ada potensi kecurangan pada Pemilu 2024. Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya tak pernah menghalangi atau menjegal para calon yang hendak maju di Pilpres 2024 seperti tuduhan SBY.

Hasto menceritakan pengalaman terkait mantan Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali dan kader Partai Demokrat yang juga ipar SBY, Agus Hermanto, menyangkut hal tersebut.

“2009 sebenarnya elite PDI Perjuangan dengan PPP, dengan Pak Suryadharma Ali, sebenarnya sudah merencanakan kerja sama, sehingga kami memenuhi syarat-syarat presidential threshold. Tetapi di putaran terakhir, ada penjegalan, sehingga pada akhirnya PDI Perjuangan bekerja sama dengan Gerindra,” kata Hasto pada Minggu (18/9/2022).

Hasto kemudian menjelaskan soal dugaan kecurangan DPR di berbagai daerah di Indonesia. Lalu berbagai tim yang dibentuk untuk menyukseskan SBY dan Partai Demokrat dengan menggerakkan sejumlah elemen negara.

“Jadi mohon maaf Pak SBY, kecurangan itu justru terjadi pada periode bapak, bukan pada saat Pak Jokowi. Kalau PDI Perjuangan curang, naiknya kami sudah sesuai hasil survei, sudah 27 persen sebagaimana hasil survei. Perolehan kami hanya 18 koma sekian persen. Tidak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya,” kata Hasto.

Hasto menambahkan, “Dan kemudian yang menyedihkan, itu dokumen-dokumen Pemilu 2009 dihancurkan, sampai sekarang kita tidak bisa punya data pemilu sampai ke tingkat TPS, karena itu semua dihancurkan. Jadi untuk menutup jejaknya.”

Saling Sindir Demokrat-PDIP: Ada Dendam Politik yang Masih Membara

Aksi saling kritik antara AHY ke Jokowi, lalu dibalas oleh Hasto dan sejumlah pengurus PDIP menjadi pertanda bahwa musim politik akan tiba. Dosen Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyebut, pernyataan kedua pihak ini sebagai ungkapan dendam politik.

“Ada kandungan dendam politik dalam pidato AHY yang menyindir perihal gunting pita, kenaikan harga BBM hingga BLT. Hal itu pernah dilakukan di era SBY dan mendapat serangan kritik yang cukup keras dari PDIP kala itu,” kata Trubus saat dihubungi reporter Tirto, Senin (19/9/2022).

Bahkan, kata Trubus, Puan Maharani saat itu sempat menangis dan menjadi sorotan publik hingga saat ini. “Oleh karenanya apa yang dilakukan oleh AHY sebenarnya adalah dendam politik dari apa yang dialami di era SBY,” kata dia.

Trubus menyebut dendam politik kedua partai politik ini sudah terjadi jauh sebelum pidato AHY di rapimnas. Salah satunya saat SBY berkeliling Pulau Jawa dalam rangka "SBY Tour de Java" pada 2016. Kegiatan SBY tersebut dituding menjadi kritik bagi kabinet Jokowi di masa awal pemerintahan.

Tak tinggal diam, Jokowi membalasnya dengan melakukan kunjungan ke proyek Hambalang yang dimulai sejak SBY. Trubus melihat hal tersebut sebagai salah satu bentuk pernyataan dendam politik yang sangat eksplisit di depan publik.

“Ada dendam politik saat SBY keliling Jawa dan dibalas oleh Jokowi dengan pergi ke Hambalang. Namun hal yang masih menjadi pertanyaan kenapa tidak segera diselesaikan? Kenapa Pak Jokowi malah lebih memilih membangun kereta cepat Jakarta-Bandung yang sebenarnya belum ada urgensi,” kata dia.

Karena itu, Trubus meminta para politikus, baik di dalam kabinet maupun oposisi untuk bersikap dewasa dengan terbiasa melihat suatu kebijakan diteruskan oleh pemimpin penerusnya. Sehingga tidak ada pembangunan yang mangkrak hanya karena alasan politis.

“Sebenarnya ini adalah pernyataan politik yang menempatkan pada persaingan politik saja. Dan di balik itu semuanya memang ada beberapa kebijakan yang kelanjutan dari Pak SBY dan apa yang disampaikan oleh AHY itu benar. Seperti Bandara Kertajati yang petanya dibuat di era SBY, Tol Cipali yang dibuat era SBY. Dan kalau dibilang Pak Jokowi hanya gunting pita tidak sepenuhnya salah,” kata dia.

Namun, kata Trubus, yang perlu diketahui di era Jokowi ada sejumlah proyek pembangunan baru tanpa ada hubungan dengan SBY. “PSN (Program Strategis Nasional) seperti bandara. Oleh karenanya melihat gunting pita seharusnya disikapi biasa saja dan jangan sinis,” kata Trubus.

Baca juga artikel terkait PARTAI DEMOKRAT atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz