tirto.id - Ketua DPP Partai Nasdem, Zulfan Lindan membuka kartu truf baru dalam proses penentuan bakal calon presiden dan wakil presiden 2024. Dia menyebut Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai kandidat kuat yang akan diusung partainya. Meski saat ini masih ada dua orang lain yang juga ikut diusung seperti Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
“Saya kira kalau terjadi duet antara Anies dengan AHY, ini selesai. Sehingga sebenarnya kita sudah tahu tanpa pemilu siapa yang akan jadi presiden,” kata Zulfan dalam diskusi di kanal YouTube Total Politik pada Minggu (17/7/2022).
Zulfan menilai Anies sudah memiliki kunci di Pulau Sumatera. Hal tersebut bisa dikombinasikan dengan AHY yang unggul di wilayah Jawa Timur.
“Jadi hasil penelusuran dengan insting politik dan diskusi di sejumlah daerah, Anies bisa menyapu bersih area Sumatera. Namun kalah di Jawa Tengah, adapun Jawa Barat bisa menang dengan bagi 2 bersama Prabowo. Jawa Timur ada AHY, dan itu kuat. Kita tahulah bagaimana perkembangan terakhir Demokrat saat ini di Jawa Timur," jelasnya.
Selain itu, Zulfan menyoroti usia AHY yang saat ini masih terbilang muda untuk menjadi calon kontestan pada Pilpres 2024. Hal itu menjadi nilai unggulan dan kekuatan bila digabungkan dengan Anies Baswedan.
“Saya kira kita tahu kenapa Demokrat bisa begitu bersabar, karena faktor ketua umumnya masih muda. Sehingga ini masih ada kemungkinan untuk keluar 3 nama calon," terangnya.
Mendengar nama ketua umumnya disebut-sebut oleh kader Nasdem, Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menyebut bahwa itu bukanlah hal baru. Sebab, survei internal Demokrat menunjukkan Anies dan AHY sudah menguat untuk menjadi kandidat pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden.
“Nama AHY sudah semakin menguat saat mampu mengalahkan Moeldoko yang melakukan KLB di Deli Serdang yang diselenggarakan pada tahun lalu," kata Herzaky saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (20/7/2022).
Herzaky juga optimistis bahwa sejumlah kepala daerah banyak mendukung nama Anies dan AHY walaupun bukan dari basis Partai Nasdem, Demokrat atau PKS.
“Saat ini juga banyak kepala daerah yang mendukung dua nama itu, bahkan mereka tidak melihat latar belakang partai, yang penting Anies-AHY," terangnya.
Sebagai tindak lanjut, Herzaky mengaku sudah ada perbincangan serius untuk menjadikan AHY sebagai bakal calon wakil presiden. Salah satunya upaya membangun koalisi dengan Nasdem dan PKS.
“Sejauh ini, kami merasa nyaman dengan Partai Nasdem dan PKS, memiliki komunikasi yang baik dengan saudara Anies Baswedan, dan ada kesamaan pandangan dalam berbagai hal," ungkapnya.
Adapun deklarasi Anies-AHY, Herzaky masih belum menyebutkan kapan akan dilaksanakan. Dirinya menyebut komunikasi masih berlangsung demi meraih kemenangan bersama.
“Pada saatnya nanti, dalam menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, semua mitra koalisi berada dalam posisi yang setara dan akan membicarakan secara bersama. Tentu dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat dan peluang untuk kemenangan Pilpres 2024," ujarnya.
Saat ini ketua umum Demokrat dan Nasdem semakin rutin bertemu dan tak segan menunjukkan kemesraan seperti saling memuji satu sama lainnya.
“Dalam beberapa pertemuan terakhir, Ketum AHY dengan Ketum Nasdem Bang Surya Paloh menunjukkan keakraban. Ketokohan Bang Surya Paloh dalam dunia politik dan kebangsaan sudah sangat teruji, dan beliau memberikan perhatian khusus dalam mendorong tokoh-tokoh muda untuk tampil sebagai pemimpin nasional," terangnya.
Terkait dua nama, yakni Anies dan AHY, hingga saat ini PKS masih belum memutuskan untuk memberikan dukungan. Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid menjelaskan, partainya masih memperhatikan dinamika masyarakat dan membuka sejumlah komunikasi politik dengan partai lain.
“Sekarang DPP masih penjajakan komunikasi koalisi. Karena DPP PKS tidak punya kewenangan menentukan koalisi dan pencapresan. Kewenangan di Majelis Syuro. DPP ditugaskan bangun komunikasi politik untuk kemudian dilaporkan ke Majelis Syuro untuk diputuskan," ungkapnya.
Kholid tidak memungkiri bahwa di dalam internal partainya, Anies Baswedan adalah nama terkuat yang saat ini dipilih. Meski demikian, semua keputusan diserahkan ke Majelis Syuro.
“Usulan ini saya kira cukup rasional karena mayoritas pemilih PKS (menurut beberapa lembaga survei) memilih Pak Anies. Tentu aspirasi ini akan jadi pertimbangan penting yang akan disampaikan DPP ke Majelis syuro nanti," jelasnya.
PKS yang masih sabar menunggu hasil keputusan Majelis Syuro juga merasa yakin tidak akan ketinggalan gerbong, disaat partai lain mulai menyebut nama kandidat calon presiden.
“Tergantung Majelis Syuro kapan akan dilakukan musyawarah," imbuhnya.
Kandidat Kuat di Luar Kubu Pemerintah
Dosen Ilmu Politik Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Komaruddin mengungkapkan, pasangan Anies dan AHY akan menjadi kuda hitam yang berada di luar gerbong pemerintah Jokowi dan Ma'ruf Amin. Hal ini menjadi antitesis dari kandidat lain yang masih berada dalam barisan Istana.
“Posisi ini memiliki dampak positif dan negatif, adapun positifnya akan menjadi representasi dari orang-orang yang tidak menyukai pemerintah saat ini. Adapun dari segi negatifnya akan tidak disukai oleh orang yang pro pemerintah," kata Ujang saat dihubungi Tirto.
Duet Anies-AHY, kata Ujang, juga menjadi representasi kaum muda sehingga menjadi salah satu daya tarik bagi pemilih milenial yang ikut mendominasi daftar peserta Pemilu 2024. Latar belakang keduanya juga memiliki kombinasi antara Islam kanan dan nasionalis sehingga menjadi daya tawar bagi umat islam saat ini.
“Lalu juga gabungan antara kekuatan Islam dan nasionalis. Walaupun Anies memiliki latar belakang nasionalis, namun banyak didukung oleh kelompok Islam," kata Ujang.
Namun sokongan dari kelompok Islam kanan juga bisa menjadi serangan bagi Anies-AHY. Karena berpotensi untuk dilekatkan dengan stempel intoleran dan garis keras, kata Ujang.
“Kalau ada Anies, maka akan ada stempel tokoh yang terlalu kanan seperti kelompok garis keras. Walaupun ucapan itu tidak terbukti, namun akan terus dimainkan oleh lawan politiknya," ungkapnya.
Meskipun keduanya tidak memiliki dukungan dari partai penguasa, namun Ujang menyebut masih ada back up dari SBY selaku Ketua Dewan Pembina Demokrat dan Jusuf Kalla yang sering menjadi orang di balik gerak gerik Anies Baswedan. Bahkan SBY dan JK sempat melakukan pertemuan secara tertutup di Cikeas yang mereka sebut sebagai bentuk reuni dari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1.
“Walau bagaimanapun Pak SBY pernah jadi presiden, dan Pak JK pernah jadi wakil presiden, selain itu beliau masih memiliki posisi di Dewan Masjid Indonesia dengan kekuatan finansial mumpuni. Sehingga keduanya masih kuat untuk mendukung Anies dan AHY," terangnya.
Namun di sisi lain, keberadaan Jusuf Kalla dan SBY belum berarti kunci kemenangan sudah ada di tangan. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengingatkan, di kubu lawan juga masih ada raksasa yang bisa menjadi tokoh di balik layar dengan kekuatan yang tak kalah besar.
“Sekuat-kuatnya SBY dan JK tetap di kubu seberang ada Megawati dan Jokowi yang saat ini memegang kendali pemerintahan. Selain itu mereka juga sangat powerful," kata Adi.
Selain itu, dalam hitungan survei, kata Adi, kans kemenangan Anies-AHY hanya bisa diharapkan bila lawan politiknya adalah kandidat dengan elektabilitas rendah. Namun bila dihadapkan dengan kandidat berelektabilitas tinggi akan rawan menuju kekalahan.
"Anies-AHY akan mudah kalah bila dihadapkan dengan Ganjar [Pranowo], apalagi kalau Prabowo [Subianto] dengan Ganjar bersatu. Atau sebut nama lain seperti Prabowo dan wakilnya adalah Ridwan Kamil. Sulit itu," terangnya.
Oleh karenanya, kata Adi, bila ada partai politik yang mau mendukung dua nama tersebut, maka bisa dipastikan memiliki PR yang teramat berat.
“Mereka harus kerja keras untuk meraih suara. Tapi yang terpenting ada partai politik yang mau mendukung," jelasnya.
Peneliti politik PRP BRIN, Wasisto Raharjo Jati menambahkan, nama Anies-AHY perlu diperkuat dengan partai parlemen lain terutama yang ada dalam kabinet Jokowi. Sehingga kans kemenangan semakin besar.
“Sebenarnya kalau dalam kalkulasi politik, baik AHY maupun Anies belum aman karena belum merapatnya partai parlemen yang merapat keduanya. Dalam konteks ini, potensi duet AHY-Anies bisa jadi opsi untuk merubah kalkukasi politik itu," ujarnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz