Menuju konten utama

Menguji Klaim Prabowo soal Produksi Pangan Lampaui Target

Pemerintah mengklaim produksi pangan melampaui target yang telah ditetapkan. Bagaimana fakta di lapangan?

Menguji Klaim Prabowo soal Produksi Pangan Lampaui Target
Presiden Prabowo Subianto.

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto tampak sesumbar atas capaian di bidang pangan dalam enam bulan pertama masa pemerintahannya. Di depan para investor yang hadir di acara Konvensi dan Pameran Tahunan ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA) Tahun 2025 di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Prabowo memamerkan capaian produksi pangan nasional yang telah melampaui target.

“Baru saja kita melewati enam bulan pemerintahan kita, tetapi produksi pangan kita sudah melampaui target dan perkiraan kita sendiri,” ujar Prabowo dalam pidatonya, pada Rabu (21/5/2025).

Prabowo mengungkapkan, cadangan pangan berupa beras serta jagung di gudang pemerintah saat ini melimpah. Dua cadangan pangan itu, bahkan diklaimnya menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

“Sejak sejarah Republik Indonesia, cadangan beras dan jagung yang ada di gudang pemerintah adalah terbesar dalam sejarah Republik Indonesia,” tegas dia.

Pernyataan Prabowo itu sontak menarik perhatian publik dan memicu perdebatan mengenai akurasi dan transparansi data produksi pangan nasional. Sebabnya, hingga saat ini belum ada data resmi yang dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah mengenai target produksi pangan nasional tahun 2025 maupun realisasinya.

Maka wajar jika klaim Prabowo di atas menimbulkan pertanyaan mendasar: target produksi mana yang berhasil dilampaui?

Pakar Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengaku sulit untuk memastikan omongan Prabowo terkait dengan klaim tersebut.

“Berapa target yang dibuat pemerintah dan berapa capaiannya? Terus terang agak sulit memastikan omongan Presiden Prabowo,” jelas Khudori kepada Tirto, Kamis (22/5/2025).

HARGA JUAL JAGUNG KERING NAIK

Seorang petani menjemur jagung di Penggung, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (20/3/2020). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/aww.

Hingga 15 Mei 2025, cadangan jagung pemerintah yang ada di Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) tercatat sebesar 111 ribu ton, terdiri dari 99 ribu ton PSO (public service obligation) dan 12 ribu ton komersial.

Pada saat yang sama, stok beras di Bulog mencapai 3,729 juta ton, terdiri dari 3,698 juta ton CBP (cadangan beras pemerintah) dan hanya 31 ribu ton komersial.

Merujuk data kerangka sampel area (KSA) BPS pengamatan Maret 2025, produksi jagung (kadar air 14 persen) pada Januari-Juni 2025 diperkirakan mencapai 8,07 juta ton, naik dari produksi di periode yang sama tahun lalu 7,15 juta ton atau naik 12,88 persen. Kenaikannya diakui Khudori lumayan cukup tinggi.

Faktor Cuaca dan Iklim

Akan tetapi, kata Khudori, pada awal 2024 ada El Nino yakni sebuah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Akibatnya produksi jagung tertekan.

“Produksi tahun ini mulai April mulai melandai, seperti pola normal,” sebut Khudori.

Sementara produksi beras menurut data kerangka sampel area (KSA) BPS amatan Maret 2025, pada Januari-Juni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton. Adalah benar perkiraan produksi ini menjadi terbesar dalam tujuh tahun terakhir. Namun sama seperti jagung, pada awal 2024 masih ada dampak El Nino yang membuat produksi tertekan.

Sebaliknya, tahun ini merujuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) iklim atau cuaca normal. Bahkan, Mei 2025 yang mestinya sudah mulai kemarau masih ada hujan.

“Ini karena kemarau basah. Pendek kata, membandingkan situasi ada El Nino dengan cuaca atau iklim normal tidaklah tepat,” ungkapnya.

Maka, penjelasan bahwa produksi beras saat ini melimpah menurutnya adalah hal wajar. Mengingat periode Februari-Mei adalah masa panen raya.

Jika panen raya dimaknai produksi di tiga bulan itu dikurangi konsumsi di bulan itu, maka di periode panen raya inilah terjadi surplus besar. Akan tetapi jika perkiraan produksi Januari-Juni 2025 dikurangi konsumsi di periode yang sama, surplus tahun ini diperkirakan 3,22 juta ton.

Namun, surplus ini hanya lebih baik dari tahun lalu yang ada El Nino dan 2020. Sebab jika dibandingkan surplus enam bulan awal 2023 yang mencapai 3,36 juta ton dan pada 2022 yang sebesar 3,53 juta ton surplus tahun ini masih lebih rendah. Padahal, kondisi awal 2022 dan 2023 sama: iklim atau cuaca sedang normal alias tanpa El Nino.

Oleh karenanya, Khudori sendiri pesimistis untuk produksi panen gadu (Juni-September) dan paceklik (Oktober-Januari) mendatang. Karena biasanya di periode tersebut produksi akan melandai.

“Coba nanti bagaimana produksi tiga atau dua bulan menjelang akhir tahun saat musim paceklik? Surplus produksi bulanan juga tidak terjadi saat musim paceklik,” imbuhnya.

“Pendek kata, menjelaskan bahwa kita surplus besar tidak bisa hanya dipotret di panen raya. Perlu rentang panjang, sampai akhir tahun,” kata Khudori menambahkan.

Di Balik Stok Beras yang Melimpah

Stok cadangan beras pemerintah saat ini berhasil menembus angka 3,8 juta ton per Minggu, 18 Mei 2025, pukul 17.11 WIB. Dengan capaian itu, cadangan beras pemerintah semakin mendekati ambang strategis 4 juta ton.

Capaian ini membuat Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, optimistis Indonesia selangkah lagi bisa menuju swasembada beras yang berkelanjutan dan mandiri.

“Ini menjadi bukti nyata bahwa swasembada beras bukan lagi sekadar mimpi, tetapi sebuah realitas yang semakin dekat untuk diwujudkan," kata Amran dikutip Antara, Kamis (22/5/2025).

Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional pada semester pertama 2025 diproyeksikan mencapai 18,76 juta ton, meningkat 11,17 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Kenaikan produksi itu tidak lepas dari keberhasilan program pemerintah dalam memperluas lahan tanam, menyediakan subsidi pupuk berkualitas dengan harga terjangkau, dan mendistribusikan alat mesin pertanian secara masif.

Pemerintah juga memperkuat sektor pertanian melalui kebijakan pengendalian impor, yang tidak hanya melindungi hasil panen petani lokal tetapi juga memperkokoh produksi dalam negeri. Sementara adopsi teknologi modern dan praktik pertanian presisi semakin memaksimalkan hasil panen di berbagai sentra produksi utama. Penguatan cadangan beras nasional ini, menjadi langkah konkret menuju swasembada pangan.

Infografik Mozaik Beras

Infografik Mozaik Beras. tirto.id/Ecun

Namun di balik stok beras yang dibangga-banggakan tersebut, terdapat sisa stok impor akhir tahun lalu sekitar 1,7-1,8 juta ton beras. Stok beras di Bulog yang sempat diklaim Amran terbesar 57 tahun terakhir itu pun juga karena Bulog disuruh menyerap terus tanpa ada penyaluran.

“Saat ini stok bulog 3,8 juta ton itu sebagian sisa impor tahun lalu. Pun kalau penyerapan gabah petani dalam negeri itu ya baru 71,4 persen dari target,” ucap Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, kepada Tirto, Kamis (22/5/2025).

Menurutnya, keberhasilan pemerintah menjaga stok saat ini karena Bulog sekarang aktif jemput bola, sehingga cadangan beras pemerintah mayoritas tidak lagi dipenuhi dari impor. Ini berbeda dengan Bulog pada tahun-tahun sebelumnya, di mana 80 persen cadangannya dari impor. Ini juga yang kemudian menyebabkan tahun kemarin Indonesia masih mengimpor hingga 4 juta ton beras.

“Ini karena buat isi cadangan pangan meski secara neraca kita masih surplus produksi tapi tipis,” imbuh dia.

Menurut Khudori dari AEPI, hal-hal disampaikan di atas tak pernah disampaikan pemerintah ke publik. Pada titik tertentu, kalau diibaratkan makhluk hidup, Bulog pun pasti jebol. Karena berkaca pada kuartal I-2015 lalu, Bulog rugi Rp1,4 triliun. Kerugian ini akibat Bulog disuruh beli terus tanpa ada penjualan atau penyaluran.

“Beras itu pada dasarnya barang yang tak tahan lama. Semakin lama disimpan selain akan membebani anggaran pemeliharaan atau penyimpanan, juga potensial turun mutu, bahkan rusak. Idealnya beras hanya disimpan empat bulan. Setelah itu harus disalurkan,” jelas dia.

Saat ini, se-pengamatan Khudori, di gudang Bulog ada ratusan ribu beras berusia 9-13 bulan serta ada puluhan ribu beras berusia lebih dari 13 bulan. Ini perlu perhatian serius bahwa ada potensi bom waktu yang setiap saat meledak.

“Apa sih yang dibanggakan dengan stok besar jika harga beras (premium dan medium) di atas Harga Eceran Tertinggi (HET)? Bukankah stok besar sementara harga beras naik adalah hal yang absurd?” tutupnya mempertanyakan.

Baca juga artikel terkait PRABOWO SUBIANTO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News Plus
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang