tirto.id - Istilah "stres" dalam definisi klasik diartikan sebagai respons tubuh dan pikiran terhadap tuntutan yang diberikan kepadanya, serta interpretasi yang pada tuntutan itu. Respons itu selanjutnya yang mengarah pada divergensi fisik, psikologis atau perilaku seseorang yang mengalaminya.
Secara umum, stres tampaknya negatif, meskipun sebenarnya juga memiliki dimensi positif. Ketika stres positif, hal itu dikenal sebagai "eustress" yang sering dipandang sebagai motivator.
Dianggap positif karena stres bisa memaksa seseorang memprioritaskan tugas-tugasnya dengan cara yang memungkinkan untuk mulai menangani pekerjaan yang paling penting terlebih dahulu.
Sebaliknya, stres dikatakan sebagai sesuatu yang negatif saat sudah terkait dengan hal-hal buruk, seperti penyakit jantung, gangguan hubungan sosial, penyalahgunaan narkoba, alkoholisme, dan lain sebagainya.
Intensitas stres tidak sama bagi semua individu, yang artinya beberapa orang bisa menjadi sangat tertekan ketika mereka bereaksi berlebihan terhadap stresor (faktor penyebab stres), sementara sebagian yang lain memiliki stamina untuk mengatasi beban itu.
Saat seseorang mengalami stres dalam waktu lama, tanpa mampu mengubah atau memperbaiki kondisinya, ia akan mulai merasa hampa, mati rasa, kehilangan motivasi, putus asa, dan tidak peduli. Kondisi seperti ini disebut oleh Robert C. Ciampi dalam laman Psychology Today sebagai "burnout", yakni kelelahan fisik dan emosional yang dipicu stres berlebihan dan berkepanjangan.
Singkatnya, tulis Ciampi, burnout adalah kondisi yang membuat seseorang tidak memiliki cukup energi, motivasi, atau gairah, sekaligus berpikir: "Saya tahu, itu tidak akan pernah menjadi lebih baik."
Definisi burnout pertama kali dimunculkan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada 1974. Saat itu, Herbert menggambarkan burnout sebagai "penipisan atau kelelahan sumber daya fisik atau mental seseorang yang disebabkan oleh usaha berkepanjangan, tapi tak berhasil menuju harapan yang tidak realistis, akibat faktor dari dalam ataupun eksternal."
Lantas, apa yang membedakan kondisi burnout dengan stres kerja biasa?
Secara garis besar, kita telah melihat adanya hubungan antara stres kerja dengan burnout. Stres kerja yang terjadi secara terus menerus dan berlebihan menyebabkan burnout.
Mengutip penelitian berjudul "Comparison of Burnout and Job Stress Between Physical Education Employees and Industrial Workers" (PDF), pada saat mengalami stres, hormon kortisol meningkat.
Kondisi tersebut ternyata membuat seseorang mencari jalan keluar dari masalah penyebab stres tersebut. Namun, jika situasi ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, tentu akan menimbulkan depresi yang berdampak buruk pada kesehatan.
Alih-alih mencari jalan keluar dari masalah, seseorang malah mulai merasa sangat lelah secara fisik dan emosional. Akibatnya, ia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Pada fase ini, ia dikatakan telah mengalami sindrom burnout.
Perbedaan mendasar lain, jika stres kerja biasa memang wajar terjadi dalam sebuah pekerjaan dan berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maka tidak untuk burnout. Ia bahkan mampu menurunkan performa kerja orang yang mengalaminya.
Berikut ini, sejumlah perbedaan kunci antara stres kerja biasa dengan sindrom burnout:
1. Durasi stres
Secara definisi, stres diartikan sebagai respons individu terhadap situasi eksternal yang disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.Sementra burnout merupakan keadaan kelelahan mental atau emosional yang terjadi akibat paparan stres yang terus-menerus.
2. Dampak stres
Saat stres biasa, orang akan merasa cemas, murung, hingga menyalahkan diri sendiri. Di sisi lain, dalam kondisi burnout, orang merasa hipertensi, depresi mental, tidak sabar, mudah tersinggung, dan lain-lain.
3. Level kelelahan
Pada stres biasa, individu tersebut mengalami kelelahan sedangkan pada burnout orang tersebut mengalami kelelahan kronis.
4. Sikap pada pekerjaan
Stres biasa mengakibatkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan, tetapi burnout dapat menyebabkan kebosanan dan sinisme terhadap pekerjaan.
5. Komitmen kerja
Saat mengalami stres biasa, komitmen kerja seseorang jatuh, tetapi seringkali akan bangkit lagi. Tidak seperti burnout, di mana orang yang mengalaminya merasa secara mental terpisah dari organisasi.
6. Dampak ke kesehatan
Seseorang bisa mengalami perubahan fisiologis saat sedang stres biasa, seperti tekanan darah dan detak jantung yang meningkat. Sebaliknya, keluhan psikosomatik seringkali ditemukan pada orang yang mengalami burnout.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Addi M Idhom