tirto.id - Beberapa penelitian telah menunjukkan, bahwa imajinasi dapat membantu menciptakan koneksi di dalam otak manusia.
Melalui koneksi yang dilakukan secara berulang, akan membangun jaringan di otak dan memungkinkan seseorang untuk berpikir serta belajar.
Dalam proses ini, tulis Eugene Schwartz dalam laman Parenting.com, ia sebagai “respons dalam membentuk kreativitas”.
Pendeknya, direktur program pendidikan guru di Sunbridge College itu menyimpulkan bahwa imajinasi membantu seseorang, khususnya anak, mengembangkan kreativitasnya.
Namun, baru-baru ini tim peneliti asal New York, AS menemukan bahwa imajinasi mempunyai manfaat lebih dari sekadar mengembangkan kreativitas.
Dalam studi berjudul “Attenuating Neural Threat Expression with Imagination”, tim peneliti membuktikan manfaat imajinasi dalam mengatasi berbagai gangguan psikologis, serta perannya dalam mengatasi rasa takut, stres, bahkan gangguan kecemasan (anxiety).
Lebih lanjut, penelitian yang dihimpun dalam A Cell Press Journal itu membuktikan bahwa imajinasi ternyata punya pengaruh yang kuat terhadap badan, secara fisik maupun pikiran.
Sebagaimana dilansir dari laman Anxiety Centre, dalam studi tersebut, tim peneliti membagi subyek yang berjumlah 68 orang ke dalam tiga kelompok.
Pertama-tama, seluruh peserta akan menerima sengatan listrik kecil yang meskipun tidak menyakitkan, tapi membuat peserta tak nyaman. Pada saat yang sama, mereka juga diminta mendengarkan suara-suara tertentu.
Kelompok pertama, diminta untuk mendengarkan suara-suara yang membuat mereka teringat pada sengatan listrik sebelumnya. Sementara kelompok kedua diminta membayangkan suara yang didengarkan oleh kelompok pertama.
Beda lagi dengan kelompok ketiga, yang diminta membayangkan suara yang menyenangkan, misalnya kicauan burung atau rintik hujan. Setelah itu, tidak ada peserta yang diberikan sengatan listrik lagi.
Tim peneliti kemudian memindai otak peserta dengan MRI. Ternyata, bagian otak yang memproses suara, “sakelarnya” menyala dan menjadi aktif bersama bagian otak lain yang mengatur rasa takut dan risiko.
Para peserta dari ketiga kelompok awalnya takut mendapatkan sengatan listrik lagi. Namun, setelah peserta mendengarkan suara (subyek kelompok 1) dan membayangkan suara (subyek kelompok 2) berkali-kali tanpa disengat listrik, mereka akhirnya tidak takut lagi. Suara yang mereka dengar atau bayangkan membuat mereka lebih siap dan memusnahkan rasa takut.
Sementara itu, kelompok 3 yang hanya membayangkan suara menyenangkan masih takut dengan sengatan listrik. Otak mereka tidak mendapat peringatan seperti kelompok lainnya, jadi mereka lebih cemas karena tidak tahu kapan ‘bahaya’ akan datang.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah, bayangan apa saja yang kita imajinasikan, membuat tubuh kita bereaksi dan seolah sedang benar-benar mengalaminya, dan membentuk respons lain yang membuat kita lebih siap menghadapi situasi yang kita imajinasikan tersebut.
Dalam kasus sehari-hari, semisal, seseorang membayangkan situasi di mana ia dihadapkan dengan interviu yang “mencekam” dan penuh ketegangan. Imajinasi yang demikian, menimbulkan perasaan sigap, sehingga sebagai mekanisme pertahanan diri Anda akan mempersiapkan interview sebaik mungkin agar apa yang ada dalam imajinasi tidak terjadi.
Dengan demikian, tulis jurnal tersebut, berimajinasi bisa membantu mengatasi stres dan kecemasan, sebab imajinasi ibarat peringatan awal yang membuat tubuh lebih waspada.
Ketika berimajinasi, tubuh bisa memperkirakan apa yang harus dilakukan jika menghadapi situasi yang sebenarnya.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari