tirto.id - Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) berencana menggelar reuni 212 pada 2 Desember 2021. Demonstrasi yang dikenal dengan “Aksi Bela Islam III” itu berawal saat sejumlah kelompok menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang kala itu Gubernur DKI Jakarta diproses hukum karena dinilai menistakan agama.
Demo 212 ini yang kemudian membuat Ahok diproses hukum. Aksi yang pertama kali digelar pada 2 Desember 2016 itu lantas menjadi aksi tahunan hingga 2019. Pada 2020, kegiatan reuni 212 ditiadakan karena pandemi COVID-19. Tahun ini, PA 212 mengaku akan menggelar kegiatan yang selalu diklaim dihadiri jutaan orang tersebut.
“Benar Insya Allah kami akan gelar reuni 212 aksi bela ulama,” kata Juru Bicara PA 212 Novel Bamukmin saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (8/11/2021).
Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tampaknya kurang setuju dengan rencana kegiatan tersebut. Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengingatkan kondisi pandemi sehingga kegiatan reuni 212 belum tentu bisa digelar.
“Nanti kita akan lihat ya, sejauh ini kami minta, karena ini masa pandemi tentu harapan kita semua kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan dan berpotensi penyebaran [virus], kami harap dipikirkan kembali, dipertimbangkan kembali sampai Jakarta betul-betul aman,” kata Riza di Jakarta, Minggu (7/11/2021).
Riza mengingatkan Jakarta belum bebas pandemi meski sudah masuk kategori PPKM Level 1. Ia pun mengingatkan kondisi Natal 2021 dan tahun baru 2022 serta penurunan level DKI ke level 1 bisa memicu penambahan kasus. Oleh karena itu, Riza mengajak publik untuk tetap di rumah meski angka vaksinasi tinggi.
“Sekalipun vaksinnya sudah tinggi, namun kami minta seluruh masyarakat tetap berada di rumah, karena rumah adalah tempat terbaik kita untuk terbebas dari Covid-19,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Pernyataan Riza lantas dikritik Novel Bamukmin. Menurut Novel, reuni 212 justru bisa kembali digelar karena kondisi masyarakat sudah hampir pulih seperti semula. Ia mengaitkan dengan kondisi rumah ibadah yang kembali penuh di ibu kota ditambah masifnya kegiatan vaksinasi.
“Soal COVID, kan, jelas sudah landai dan semua bisa menyaksikan sendiri sikon di masyarakat dengan aktivitas sudah seperti semula dan sebagai patokan masjid sudah merapatkan kembali safnya dan dampak dari tiap jumatan berkerumun sudah tidak ada karena kan sudah divaksin,” kata Novel.
Alasan Reuni 212 Sebaiknya Tak Digelar
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai langkah pemerintah untuk menolak pelaksanaan kegiatan reuni 212 sudah tepat. Ia beralasan, publik harus menghindari kerumunan agar kasus COVID-19 tidak kembali melonjak.
“Sudah sangat benar ya, sebaiknya dalam situasi saat ini hindari setiap potensi kerumunan, keramaian yang bisa memperburuk situasi pandemi dan ini tentu berpotensi besar karena juga […]di bulan yang kita akan berupaya menghindari banyak pergerakan,” kata Dicky kepada Tirto, Senin (8/11/2021).
Dicky menekankan semua pihak harus menghindari kerumunan dan publik harus berpartisipasi agar tidak terjadi kerumunan. Ia mengingatkan angka tinggi vaksinasi tidak berarti bisa menggelar kegiatan sesuka hati, sebab dunia masih dihantui COVID-19, mulai dari varian delta plus hingga varian baru lain. Hal tersebut terjadi di Singapura saat ini dan itu harus menjadi pelajaran bagi Indonesia.
“Artinya kita nggak bisa overconfidence, kita nggak bisa euforia dengan capaian vaksinasi atau kondisi saat ini dan tindakan hati-hati membatasi itu paling direkomendasikan saat ini,” kata Dicky.
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito juga mengingatkan bahwa kegiatan yang berskala besar harus mengikuti aturan dan kebijakan pemerintah nasional. Ia pun mengingatkan prosedur harus diikuti sesuai kondisi tiap daerah yang dinamis.
Wiku juga mengingatkan bahwa segala kegiatan harus melewati izin meskipun situasi dinilai sudah normal dan angka vaksinasi tinggi. “Setiap ada kegiatan berskala besar harus mendapatkan izin dari Polri. Pertimbangan perizinan akan dilakukan oleh Polri,” kata Wiku kepada reporter Tirto, Senin (8/11/2021).
Motif Reuni 212 untuk Pemilu 2024?
Dosen Komunikasi Politik dari Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menilai, reuni 212 tidak penting di masa pandemi. Ia justru menilai kegiatan ini hanya menimbulkan masalah.
“Tidak ada urgensi lakukan pertemuan besar terlebih di tengah pandemi, dalam kondisi itu jelas reuni 212 hanya menimbulkan persoalan, juga memantik sensasi massa,” kata Dedi kepada reporter Tirto.
Dedi menilai tujuan utama aksi reuni 212 adalah upaya unjuk kekuatan massa. Hal ini diduga kuat berkaitan dengan motif politis dengan mencari mitra demi kepentingan 2024. Namun, Dedi mengingatkan bahwa suatu gerakan massa tidak akan besar tanpa ada momentum.
“Semua agenda yang melibatkan massa, mudah dimengerti jika dikaitkan dengan politik, terutama untuk menggalang kemitraan dalam kontestasi 2024. Tetapi, tanpa ada momentum penting sebagaimana gerakan ini bermula, reuni 212 hanya akan menguap begitu saja, bahkan bisa kehilangan simpati,” kata Dedi.
Dedi juga menilai, gerakan PA 212 tidak akan berdampak besar pada Pemilu 2024 lewat kegiatan reuni 212. Ia sebut gerakan ini tidak akan solid kecuali ada ikatan kuat yang membuat gerakan ini kembali menemukan momentum. Oleh karena itu, Dedi memandang aksi reuni 212 sebaiknya ditangani sesuai dengan kondisi negara yang masih dalam pandemi.
“Massa 212 hari ini hanya gerakan biasa, tidak miliki agenda yang layak dan berpengaruh untuk didukung publik. Pemerintah tentu perlu konsisten dengan penanganan pandemi, jika mereka melanggar harus menerima konsekuensi hukum, terutama bagi penggerak,” kata Dedi.
Ketua PA 212 Slamet Maarif tidak ingin menjawab lebih jauh soal dugaan bahwa reuni 212 sarat dengan kepentingan politik. “Setiap pendapat kami hormati," kata Slamet kepada reporter Tirto, Senin (8/11/2021).
Slamet juga mengaku menghormati pandangan Wagub DKI Ahmad Riza Patria agar reuni tidak digelar tahun ini. Namun mereka berkeyakinan kegiatan reuni digelar dengan melihat kondisi yang ada meski di tengah pandemi.
“Reuni 212 insya Allah akan tetap dilaksanakan, tempat dan model acara masih kami godog dengan mempertimbangkan banyak hal,” kata Slamet.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz