Menuju konten utama

Mengapa Go-Jek Masih Kalah Telak dari Grab di Vietnam?

Ekspansi ke Vietnam, Go-Jek lewat Go-Viet masih kalah saing dari Grab.

Mengapa Go-Jek Masih Kalah Telak dari Grab di Vietnam?
Ilustrasi: Kompetisi Gojek vs Grab. tirto.id/Lugas

tirto.id - Sama seperti Indonesia, sepeda motor adalah moda transportasi utama di Vietnam. Dan sama seperti Jakarta, Hanoi punya masalah dengan jutaan sepeda motor yang menyemuti jalanan ibu kota Vietnam tersebut: menyumbang polusi udara, kemacetan, serta kecelakaan lalu lintas.

Pada akhir 2017, Vietnam memiliki 52 juta sepeda motor. Hitung-hitungannya: 565 motor per 1.000 orang atau, pada peringkat dunia, hanya satu strip di bawah India, Tiongkok, dan Indonesia.

Menurut laporan terbaru Vietnamese-German University, masyarakat Vietnam paling sering menggunakan kendaraan roda dua untuk aktivitas sehari-hari.

Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Vietnam selalu berkisar 6-7 persen, membuatnya jadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Asia Tenggara. Ini berimpilikasi pada semakin banyak orang yang mampu membeli mobil karena pendapatan rata-rata penduduknya meningkat.

Namun, meski semakin banyak pemilik mobil, jumlah pengguna sepeda motor tak pernah turun. Hasil riset menyebut lebih dari 40 persen masyarakat berpendapatan tinggi masih memakai sepeda motor setiap hari.

Sepeda motor lebih murah untuk dirawat dan jauh lebih fleksibel untuk perjalanan singkat. Sebanyak 74 persen orang Vietnam menggunakan sepeda motor, 11 persen mobil, dan 8 persen bus umum untuk perjalanan harian.

Alasan-alasan penggunaan sepeda motor cukup tinggi inilah yang mendasari pendiri Go-Jek, Nadiem Makarim, berekspansi ke Vietnam.

“Per kapita, penggunaan sepeda motor Vietnam sepertinya tidak ada yang mengalahkan," ujarnya saat peluncuran Go-Viet secara resmi pada September 2018.

Pada 18 Juli mendatang, tepat satu tahun umur Go-Viet beroperasi di Vietnam. Sejauh ini Go-Viet belum mampu menggoyahkan kedigdayaan Grab yang mendominasi pasar transportasi online di Vietnam.

Akhir tahun lalu, Pendiri Grab, Tan Hooi Ling, mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaan bermarkas di Singapura ini memiliki lebih dari 175.000 mitra pengemudi di Vietnam. Jumlah ini tentu tak sebanding dengan klaim Go-Viet yang pada waktu bersamaan hanya mampu merekrut 35.000 pengemudi sejak empat bulan setelah diluncurkan.

Dari segi popularitas bagi masyarakat Vietnam, Grab masih unggul telak ketimbang Go-Viet. Dari data aplikasi populer di Google Playstore dan Apple Store yang diunduh pengguna ponsel di Vietnam, tercatat Grab nangkring di peringkat 42 dan 46; sedangkan Go-Viet menempati urutan 75 di Google Playstore dan 82 di Apple Store.

Dalam laporan media lokal Tuoi Tre, pendapatan perusahaan teknologi berbasis transportasi online di Vietnam mencapai 500 juta dolar per tahun. Namun, hampir 93 persen pendapatan ini hanya berasal dari dua kota, yakni Hanoi dan Hồ Chí Minh. Artinya, ada banyak potensi yang bisa dieksplorasi di luar dua kota ini. Dan dalam soal ekspansi, Go-Viet tertinggal jauh oleh Grab.

Kalah Ekspansi dari Grab

Akhir Mei lalu, saya berkunjung ke beberapa kota di Vietnam seperti Đà Nẵng, Cần Thơ, Mui Ne, dan Hồ Chí Minh. Đà Nẵng dan Cần Thơ adalah kota terbesar keempat dan kelima di Vietnam.

Dua kota ini merupakan pusat ekonomi dan pendidikan bagian tengah dan selatan Vietnam. Sementara Mui Ne adalah kota pariwisata yang terkenal wisata padang pasir. Dari empat kota itu, Go-Viet hanya tersedia di Hanoi dan Hồ Chí Minh.

"Padahal jika Go-Viet beroperasi di sini, saya tentu akan memilih Go-Viet karena lebih menguntungkan," ucap Nguyễn Phong, seorang pengemudi Grab di Đà Nẵng. Nguyễn tak menyebut keuntungan apa saja yang ia dapatkan. Hanya saja sepengetahuannya, tarif Go-Viet lebih menguntungkan bagi pengemudi.

Dibandingkan Go-Viet, Grab tak cuma terpusat di Hanoi dan Hồ Chí Minh. Di seluruh Vietnam, Grab beroperasi di 36 kota. Musabab mengapa Grab begitu menggurita tentu karena menancapkan pengaruh jauh sebelum Go-Jek datang ke Vietnam.

Grab hadir di Vietnam pada Februari 2014 lewat layanan kali pertamanya GrabTaxi. Melihat potensi sepeda motor, GrabBike dirilis pada Oktober 2014. Vietnam adalah ujian pertama Grab pada layanan motor. Kesuksesan di Vietnam inilah yang menginisiasi Grab membuka layanan ojek online di Indonesia pada Mei 2015.

Berbekal lahir lebih dulu inilah yang membikin Grab tak begitu waswas atas ancaman Go-Viet. Grab mengklaim memahami budaya penggunaan sepeda motor di Vietnam dengan baik.

"Grab memiliki sejarah panjang di Vietnam, kami telah beroperasi di negara tersebut selama empat tahun dan telah hadir di 36 kota," ujar Direktur Pelaksana Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata pada September 2018.

Operasional Go-Viet Masih Terbatas

Dibandingkan ibu kota Hanoi, Hồ Chí Minh lebih maju dan modern. Jika Hanoi lebih disebut sebagai kota pusat pemerintahan, Hồ Chí Minh adalah pusat keuangan dan bisnis. Penduduk Hồ Chí Minh berjumlah 8 juta jiwa, tetapi pada jam kerja, populasinya meloncak 11-12 juta orang. Di Hồ Chí Minh, Go-Viet kali pertama beroperasi. Di kota ini pula kantor pusat Go-Viet ditempatkan.

Meski mendaku sudah menguasai 35 persen pasar ojek online di Hồ Chí Minh, tampaknya keberadaan mitra Go-Viet belum cukup merata di sana. Saat kali pertama rilis, operasional area Go-Viet terbatas pada tiga distrik.

Tapi, sejak Januari 2019, Go-Viet sudah bisa melayani seluruh distrik di Ho Chi Minh, yang terdiri dari 19 distrik urban dan 5 distrik penyangga. Artinya, warga di daerah pinggiran kota seperti Cu Chi, Hoc Mon, Binh Chanh, Nha Be, dan Can Gio dapat memesan Go-Viet. Namun, realitas di lapangan tidaklah demikian.

Saya sempat mencoba memesan Go-Viet dari terminal bus Củ Chi, sekitar 30 kilometer dari pusat kota Ho Chi Minh, menuju Đông Hưng Thuận di Distrik 12, dengan jarak tempuh sekitar 22 kilometer.

Saat memesan lewat Go-Viet, saya membutuhkan sekitar 30 menit untuk menemukan pengemudi yang mau mengantar. Pada waktu berbeda, saat memesan via aplikasi Grab, proses pemesanan hanya butuh tak kurang dari 2 menit.

"Di Củ Chi memang masih jarang. Kalaupun ada yang mau ambil, biasanya enggak mau mengantar jauh-jauh," kata Dinh Anh Ngo, pengemudi Go-Viet yang mengantar saya.

Infografik HL Indepth Gojek Vs Grab

Infografik Para Investor Go-Jek & Grab. tirto.id/Lugas

Langkah 'Bakar Uang' Diladeni Grab

Cheng Tuyen, jurnalis di Techbike.vn, mengatakan langkah akuisisi Grab terhadap Uber pada 2018 membuat dominasi Grab di Vietnam semakin tak tergantikan. Monopoli ini membuat kebijakan Grab semakin diperketat dan program bonus kepada pengemudi dan penumpang jadi berkurang.

Itulah mengapa ketika Go-Viet diluncurkan, antusiasme orang terhadap Go-Viet membeludak. Ia mengatakan saat kali pertama dibuka, antrean pendaftar mencapai 100 meter.

"Go-viet merekrut hampir 500 pengemudi per hari. Bahkan terkadang mereka harus antre lagi keesokan harinya karena kapasitas kantor yang tak memadai," katanya.

Promo kepada pengemudi yang ditawarkan pun tak main-main. Selain memberi diskon tanpa potongan pada tiga bulan pertama, pengemudi alias mitra Go-Viet diberikan seragam gratis termasuk 2 helm, 2 kaos lengan panjang, seragam jaket, dan jas hujan. Soal tarif, Go-Viet memberi 30.000 dong atau setara Rp18.000 untuk 6 kilometer pertama.

Bagi penumpang, Go-Viet mematok tarif 5000 dong (Rp3.000) untuk 6 kilometer pertama. "Itulah wajar saja jika di awal beroperasi, Go-Viet mengklaim bisa menggaet 35 persen pasar di Ho chi Minh," kata Cheng Tuyen.

Namun, lama kelamaan kebijakan insentif membakar uang ini semakin berkurang. Go-Viet menaikkan harga dua kali lipat untuk 6 kilometer pertama menjadi 9000 dong (Rp5.500).

Sejak awal tahun, tarif itu semakin naik. Go-Viet menaikkan tarif 10.000 dong (Rp6.000) pada 2 kilometer pertama. Pada 16 Mei lalu, naik lagi menjadi 12.000 dong (Rp7.300), yang membuatnya sama dengan Grab.

Ketua Asosiasi Transportasi Hanoi, Bùi Danh Liên, berkata kepada media lokal Laodong bahwa Go-Viet memang harus membakar uang demi menantang Grab.

"Tetapi," dia menambahkan, "hanya bisnis dengan sumber daya cukup dan strategi bijak yang dapat bertahan dan memenangkan pangsa pasar. Itu adalah aturan. Jika Anda tidak bisa bersaing, Anda akan tersingkir."

Ia menyebut tanpa disangka Grab mau meladeni Go-Viet untuk membakar uang dengan memberi diskon tak kalah menarik. "Go-Viet memasuki Vietnam di tengah pasar yang tidak stabil dan persaingan yang ketat," katanya.

Berdasarkan laporan keuangan Go-Viet dan Grab seperti yang dilaporkan Bizlife pada awal Juni lalu, Grab mengalami kerugian 850 miliar dong atau setara Rp517 miliar pada 2018. Sementara kerugian Go-Viet mencapai 550 miliar dong atau Rp334 miliar. Dari angka itu, kerugian bagi Go-Viet lebih besar ketimbang Grab sebab saat itu umur perusahaan ini baru empat bulan di Vietnam.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam