Menuju konten utama

Mengapa Astra Jadi Juara Bertahan di Pasar Mobil?

All New Rush/Terios merupakan salah satu amunisi Astra untuk mempertahankan penguasaan pasar di segmen kendaraan roda empat.

Mengapa Astra Jadi Juara Bertahan di Pasar Mobil?
Excecutive General Manager PT Toyota-Astra Motor (TAM)-F. Soerjopranoto (tengah) bersama Deputy General Manager TAM Sutrimono (kiri) dan Chief Designer TAM Donny Adhi Yuwono di depan Yaris Heykers yang tengah dipamerkan dalam Indonesia International Motor Show 2017, Sabtu (29/4).ANTARA FOTO/HO/pd/17

tirto.id - Sejak berdiri pada 1957, Astra kini merupakan salah satu perusahaan raksasa penting di Indonesia. Gurita bisnisnya menyebar dari otomotif, perkebunan, hingga finansial. Namun, julukan kepada Astra itu justru membuat William Soeryadjaya, sosok pendiri Astra merasa sedih.

“...Muncul istilah di publik bahwa Astra adalah “Si Octopus”, si gurita rakus. Istilah yang menyedihkan William,” seperti dikutip dari Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy, dalam Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya (2012: 498).

Astra memang bisa disebut "Gurita Raksasa", menaungi kurang lebih 235 perusahaan, yang mencakup 24 jenis usaha termasuk otomotif yang meliputi 36 perusahaan. Lini otomotif ini menyumbang sekitar 65 persen pendapatan total Astra. Astra kini dikendalikan oleh Jardine Cycle & Carriage (JC&C), entitas bisnis global yang memiliki 50,11 persen saham PT Astra International Tbk, yang tercatat di bursa Singapura.

Otomotif sejak awal adalah jantung bisnisnya Astra, dengan merajai pasar mobil sekitar 50 persen dan sepeda motor 60 persen. Astra tak hanya “gurita” di pasar mobil dan sepeda motor, tapi “gurita” raksasa.

Khusus kendaraan roda empat, Astra tetap berjaya sebagai pemegang pasar. Pada 2005 misalnya, Astra menguasai pangsa pasar mobil 48,5 persen, lalu setahun berselang naik jadi 54,8 persen. Saat itu Astra mengandalkan enam merek prinsipal yang di bawang naungannya, antara lain Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel, Peugeot, dan BMW.

Namun, beberapa tahun terakhir, Astra hanya menaungi Toyota, Daihatsu, Isuzu, dan Peugeot. Kondisi itu tak memengaruhi porsi penguasaan pangsa pasar Astra di segmen roda empat. Pada 2016, pangsa pasar Astra tetap mampu bertahan 55 persen dari penjualan 1.061.859 unit kendaraan secara nasional. Namun, Toyota tetap sebagai raja pasar sesungguhnya, dengan menguasai pasar 36 persen, disusul Daihatsu 18 persen.

Baca juga:Kala Astra Tergoda Bisnis Properti

Bila melihat tren porsi pangsa pasar Astra di kendaraan roda empat selama dua tahun terakhir, interval perubahannya cukup tajam. Astra sempat hanya meraih 46 persen pada Januari 2016, lalu pada September dan Oktober masing-masing menguasai 60 persen atau terpaut hingga 14 persen lebih tinggi. Pada November 2016 pangsa pasar Astra bahkan menembus 62 persen. Pada Oktober 2017, pangsa pasar menipis hanya 52 persen, setelah sempat mencapai 58 persen atau yang tertinggi selama 2017.

Head of Public Relations DivisionPT Astra International Tbk Julian Warman mengatakan sejak dahulu market share Astra memang dalam rentang 45-55 persen. Sepanjang Januari-Oktober 2017, Astra memegang kendali 55 persen dari 898.587 unit mobil yang terjual. Pemain lain yang membayangi masih berkutat dari grup lain seperti Honda dengan pangsa pasar 17 persen, Mitsubishi 10,3 persen, dan Suzuki 10 persen.

“Manajemen sangat memaklumi pergerakan tersebut yang naik turun karena itu adalah dinamika pasar yang harus selalu diantisipasi,” kata Julian kepada Tirto.

Infografik Astra Sang Raja Otomotif

Strategi Sang Penguasa Separuh Pasar Mobil

Strategi yang selalu mengantisipasi pasar ini menjadi kekuatan Astra sehingga mampu menjadi “juara bertahan”. Mereka mampu menghadirkan produk baru secara kontinyu dan masuk seluruh lini segmen kendaraan dan menciptakan pasar baru. Dalam laporan tahunan Astra, sepanjang 2016, telah diluncurkan 14 model baru dan 9 model revamped dalam kelompok mobil keluaran Astra. Tahun sebelumnya Astra memperkenalkan 17 model baru dan 13 model revamped.

Variasi model yang banyak pilihan dan produk yang selalu segar ditopang dari investasi yang digulirkan. Investasi prinsipal mobil dalam grup Astra termasuk yang paling agresif dibandingkan pemain lain seperti Indomobil atau grup lainnya. Toyota misalnya, berkomitmen berinvestasi Rp20 triliun sampai 2020. Beberapa tahun terakhir investasi Toyota telah mencapai Rp10 triliun, mencakup pengembangan kapasitas produksi Kijang Innova dan Fortuner Rp5 triliun. Selain itu untuk alokasi produksi MPV Sienta sekitar Rp2,5 triliun, dan produksi mesin NR Rp2,3 triliun.

Baca juga:Strategi di Balik Tersalipnya Avanza oleh Calya

Guliran investasi ini juga berimbas pada kapasitas produksi yang mereka miliki. Sejak 2013, kapasitas produksi Toyota di Indonesia bertambah dari 110 ribu unit menjadi 250 ribu unit per tahun. Sedangkan "saudaranya" Daihatsu justru lebih besar lagi hingga 500 ribu unit lebih per tahun. Namun, Daihatsu pangsa pasarnya lebih kecil, karena sebagian produksi Daihatsu "dikemas" sebagai produk Toyota seperti dalam kerja sama Avanza-Xenia.

Kapasitas yang besar tentu akan dibarengi dengan penjualan yang besar, yang akan berimbas pada kesiapan layanan. Hingga Agustus 2017 lalu, layanan bengkel dan dealer untuk Toyota mencapai 302 dealer sedangkan Daihatsu 228 dealer. Bila digabung seluruh divisi mobil dan sepeda motor, gurita jaringan dealer dan bengkel Astra mencapai 2.470 dealer.

Astra juga sebagai pemimpin pasar masuk ke semua segmen yang dibidik para kompetitornya. Segmen sedan hingga MPV, SUV, bahkan kendaraan komersial dilibas oleh Astra, sehingga tak memberikan ruang kepada pesaing. Ambil contoh saat Datsun melenggang menikmati gurihnya segmen LCGC berkonfigurasi tujuh penumpang tanpa pesaing, Astra langsung menghujani pasar dengan LCGC Calya dan Sigra. Belakangan, dengan hadirnya Mitsubishi Xpander di segmen low MPV dengan karakter SUV juga tak membuat Astra tinggal diam. Astra melalui Toyota dan Daihatsu sudah menyiapkan SUV baru All New Rush/Terios yang berparas sebagai MPV.

Sekretaris Umum (Sekum) Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) mengatakan penguasaan pangsa pasar dalam industri otomotif bukan urusan setahun dua tahun dan bukan sebuah "pertandingan" tapi sebuah rencana usaha strategis jangka panjang yang dilakukan sebuah grup besar seperti Astra.

“Industri otomotif memerlukan perencanaan yang matang dan rinci serta komitmen untuk jangka panjang 20-30 tahun,” kata Kukuh Kumara kepada Tirto.

Kukuh ingin menegaskan bahwa masuk ke bisnis otomotif bukan bisnis jangka pendek. Nama-nama pemain baru kendaraan mobil di Indonesia memang terus berdatangan seperti Wuling, Tata Motors, Renault dan lainnya, tapi relatif kalah memulai dari Astra yang sudah muncul beberapa dekade lalu. Industri otomotif seperti sebuah bola salju yang terus menggelinding dan membesar bagi mereka yang berani lebih dulu memulai dan secara total masuk lebih dalam ke pasar dengan gelontoran investasi padat modal hingga membesar dan menggurita pasar.

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Otomotif
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti