Menuju konten utama

Jurus Raja Mempertahankan Takhta

Pasar yang terbuka dan dinamis membuat para pemimpin pasar “menurunkan” egonya dengan mengekor para kompetitor. Tujuannya agar tak memberikan kesempatan ruang sekecilpun kepada para pesaingnya. Indofood, Toyota, Daihatsu, dan para pemimpin pasar lain melakukannya, demi menjaga sebuah takhta. Untuk menjaga dominasi pasar, perusahaan pemimpin pasar rela mengekor para penantang pasar. Sebuah keputusan yang harus ditempuh daripada berisiko pangsanya dicuri.

Jurus Raja Mempertahankan Takhta
Pengujung memperhatikan mobil Datsun Go pada pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2016 di JIEXpo Kemayoran, Jakarta. tirto/TF Subarkah.

tirto.id - Awal 2016, Mayora merilis mi instan premium, Bakmi Mewah. Produknya dikemas secara mewah, dengan isi yang berbeda dari kebanyakan mi instan biasa karena ada tambahan ayam dan jamur. Selang beberapa waktu, Indofood menjegalnya dengan Indomie Real Meat. Konsepnya nyaris tidak berbeda dengan Bakmi Mewah. Indofood rupanya tak mau sedikitpun pangsa pasarnya tercuri kompetitor. Ia waspada setelah Mayora sebelumnya sukses mencuri pasar teh botol dengan meluncurkan teh Pucuk Harum.

Kondisi serupa terjadi di pasar otomotif. Ada duo Toyota - Daihatsu yang langsung melepas Calya dan Sigra, begitu melihat Datsun Go+ sukses di pasaran. Toyota yang sudah sekian lama menjadi pemain utama industri otomotif Indonesia, tampaknya tak mau memberi kesempatan sedikitpun bagi penantangnya. Mereka tak mau lengah sehingga buru-buru melepas produk untuk menghadang sang penantang.

Dalam teori penguasaan pangsa pasar, secara garis besar hanya ada tiga tipe pemain. Selain pemimpin pasar, ada penantang, dan pengekor pasar. Secara alami para pemimpin pasar pasti tak senang dengan hadirnya penantang pasar. Jika dibiarkan, para penantang itu bisa menggerus hegemoni sang pemimpin. Kehadiran penantang patut diperhitungkan dan diwaspadai.

Para pemimpin pasar ini akan cenderung berusaha untuk tampil dominan dengan mempertahankan, memperluas, dan melindungi pasar mereka. Cara apapun akan ditempuh agar kue yang sudah dipegang tak terpotong oleh para penantang pasar, termasuk dengan menjadi pengekor kompetitor sekalipun.

Indofood Lawan Mayora

Langkah Indofood meladeni tantangan Grup Mayora merupakan sebuah contoh menarik bagaimana satu pemimpin pasar menghadapi tantangan. Indofood belajar dari persaingan 13 tahun lalu, ketika mereka harus merelakan hampir 20 persen pangsa pasarnya akibat kemunculan Mie Sedaap dari Wings Group dan pemain baru lainnya seperti Mie Kare dari Orang Tua Group. Pangsa pasar Wings Group untuk mi instan sempat mencapai 14,9 persen pada 2014 semenjak melahirkan Mie Sedaap pada 2003. Saat kali pertama Mie Sedaap masuk pasar, Indomie masih menguasai pangsa pasar 90 persen, beberapa tahun kemudian turun jadi 71 persen pada 2011.

Pada waktu itu, Indofood mengeluarkan produk terbarunya untuk membayang-bayangi Mie Sedaap yang terus merangsek pasar. Indofood sempat merilis Sarimi Ekstra dengan hasil mengecewakan. Kemudian Supermie Sedaaap meluncur, dengan tiga huruf “a”. Langkah ini justru menjadi bumerang karena nama sedap justru membuat nama Mie Sedaap makin berkibar. Wings Group akhirnya sukses mencuri pangsa pasar mi instan, sebagai sang penantang.

Momen menantang datang lagi bagi Indofood, kali datang dari Mayora yang sebelumnya sudah sukses merebut pasar teh kemasan. Produsen yang terkenal dengan makanan ringan “Beng-Beng” ini meluncurkan Bakmi Mewah untuk mencuri pasar premium mi instan November 2015 lalu. Indofood membalasnya dengan Indomie Real Meat Mi Goreng, dalam kurun waktu beberapa bulan kemudian.

Yang menarik, Indofood benar-benar menempel Bakmi Mewah, dari segala aspek. Selain harga yang berkisar sama Rp7.000-7.500 per bungkus. Kedua produk ini sama-sama mengusung konsep mi instan dengan daging dan jamur asli, yang tak ditemukan pada produk mi instan sebelumnya.

Indomie Real Meat mengusung konsep kemasan yang sama dengan Bakmi Mewah yakni kertas karton, dengan kemasan 110 gram rasa chicken mushroom. Namun yang membedakannya, Indomie Real Meat hadir juga dengan rasa beef rendang.

Seorang petinggi Indofood yang tak mau disebutkan namanya mengungkapkan teknologi mi instan dengan campuran tambahan berbahan daging asli sudah ada dan sempat diluncurkan Indofood sejak 1996-1997. Pada waktu itu konsumen di Indonesia belum bisa menerima kehadiran produk yang harganya lebih mahal dari mi instan standar. Sehingga kemunculannya 20 tahun lalu tak sukses di pasaran.

“Jadi tidak ada istilah ekor mengekor. Itu sudah menjadi perhatian kita dari dulu. Sekarang sudah waktunya, momennya baik untuk pasar, jadi kita keluarkan. Ini bukan mengekor, lagi pula paling jeda peluncurannya 1-2 bulan dengan Bakmi Mewah,” tegas petinggi Indofood tersebut kepada tirto.id, Kamis (9/6/2016).

Apapun alasannya, kini Indofood dihadapkan dengan tantangan di depan mata, tapi mereka harus meladeninya. Indofood terus menempel pesaing, meski tak ada jaminan pasar mi instan premium sukses di pasar nantinya. Maklum saja harga mi instan premium lebih mahal dari harga mi instan pada umumnya. Mi instan konvensional harganya Rp1.500 - 2.500 per bungkus, atau sepertiga dari mi instan premium.

Astra Melawan Penantang

Persaingan ketat antara pemimpin pasar dengan kompetitor juga terlihat jelas dalam industri otomotif khususnya di segmen Multi Purpose Vehicle (MPV). Kelas ini pasarnya sangat menggiurkan, karena menguasai sekitar separuh dari total penjualan mobil secara nasional. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) mencatat penjualan mobil segmen 4x2 termasuk di dalamnya ada MPV menguasai pasar hingga 53 persen pada 2015, dengan penjualan 545.228 dari total 1,013 juta unit mobil.

“Pasar MPV masih menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia yang membutuhkan kendaraan fungsional dengan desain dan fitur modern. Toyota hadir dengan berbagai MPV untuk memenuhi kebutuhan pelanggan," ujar Vice President Director TAM, Henry Tanoto dikutip dari toyota.astra.co.id.

Belum lama ini, Toyota memperkenalkan Toyota Sienta sebagai pesaing MPV Honda Freed. Di segmen MPV bawah mereka juga bertarung antara Avanza-Xenia dan Honda Mobilio.

Pertarungan juga terjadi di segmen Low Cost and Green Car (LCGC), Toyota-Daihatsu mencoba membuntuti segmen Datsun Go+ Panca yang merupakan LCGC yang bergenre MPV. Astra akan meluncurkan Toyota Calya dan Daihatsu Sigra. Kedua produk Astra ini diperkirakan akan sama persis dari sisi konfigurasi jumlah penumpang, rentang harga sekitar Rp100 juta-an.

Sejak diperkenalkan di Indonesia pada Mei 2014, Datsun menampilkan dua varian yaitu Datsun GO+ Panca dan Datsun GO Panca, untuk pasar Indonesia. Datsun GO+ Panca jadi satu-satunya kendaraan LCGC dengan konfigurasi 5+2 tempat duduk. Datsun menguasai 18 persen pangsa pasar di segmen LCGC pada 2015.

Sedangkan Astra melalui Toyota Agya saja sudah menguasai pasar ini hingga 38,8 persen. Angka ini belum memperhitungkan penjualan Daihatsu Ayla yang juga di segmen LCGC. Meski di atas angin, Astra tak rela Datsun Go+ Panca bebas melenggang lama hampir 2 tahun di segmen LCGC bertipikal MPV. Cayla dan Sigra adalah jawabannya.

Bukan hal yang mudah bagi sebuah industri otomotif untuk mengeluarkan produk guna menyaingi kompetitornya. Perebutan di segmen pasar baru ini merupakan gambaran besar terhadap persaingan abadi antara dua grup besar di pasar otomotif Indonesia yakni Astra dan Indomobil. Astra mau tak mau harus tetap menjaga dominasinya hingga di semua segmen. Apalagi, PT Astra International Tbk (ASII) mencatat penurunan pangsa pasar mobil di tahun lalu.

“Penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 16% menjadi 1.013.000 unit. Penjualan mobil Astra menurun sebesar 17 persen menjadi 510.000 unit, sehingga menyebabkan penurunan pangsa pasar dari 51 persen menjadi 50 persen sepanjang tahun 2015,” jelas pihak Astra dikutip dari www.astra.co.id.

Meski turun, penguasaan Astra masih di atas segalanya dibandingkan rivalnya. Indomobil Group melalui salah satu merek andalannya, Suzuki di bawah PT Suzuki Indomobil Sales, pada tahun lalu hanya menjual 122.348 unit mobil atau menguasai 11,9 persen pangsa pasar. Sedangkan Nissan Motor Indonesia (NMI) yang membawahi penjualan merek Nissan, Datsun, dan Infiniti, hanya meraih pangsa pasar 5,5 persen.

Mempertahankan lebih sulit daripada meraih. Itulah yang kini dialami oleh Indofood dan juga Astra. Pesaing-pesaing yang semakin kreatif membuat mereka harus memikirkan ulang strateginya. Tiru, amati, modifikasi. Barangkali strategi itu pula yang diterapkan oleh para pemimpin pasar setelah melihat kesuksesan produk kompetitornya. Dalam bisnis, langkah untuk mempertahankan pangsa pasar bisa jadi sah-sah saja. Soal hasilnya? Semua kembali ke tangan konsumen.

Baca juga artikel terkait BISNIS atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti