tirto.id - Kisah-kisah Perang Dingin mengajarkan kepada kita betapa sengitnya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur dalam bidang persenjataan, teknologi, bahkan antariksa.
Namun, ada satu bidang di mana Blok Timur betul-betul tidak mampu bersaing sedikit pun dengan rival kapitalisnya. Bahkan, boleh dibilang, pada bidang ini, negara-negara Komunis pimpinan Uni Soviet justru amat bergantung pada uluran tangan korporasi-korporasi raksasa Barat.
Bidang yang dimaksud adalah otomotif.
Uni Soviet sebenarnya memiliki industri otomotif yang cukup besar. Pada 1988, misalnya, menurut data Michigan Statistical Abstract 1996, mereka mampu memproduksi lebih dari dua juta unit mobil penumpang dan truk setiap tahunnya, nyaris setara dengan kapasitas produksi milik Italia dan lebih besar dari milik Britania Raya. Akan tetapi, ketika kita bicara mengenai industri otomotif, tentu kita tidak cuma bicara mengenai berapa jumlah kendaraan yang diproduksi.
Ada banyak sekali tahapan yang dilalui sebuah kendaraan sebelum ia bisa dikendarai di jalan secara legal. Tentu saja, proses pembuatan komponen serta perakitan sangatlah penting karena di situlah kualitas bangun sebuah kendaraan ditentukan.
Akan tetapi, sebelum itu, barangkali yang jauh lebih penting adalah bagaimana teknologi kendaraan tersebut dikembangkan dan bagaimana desainnya dirancang. Dua hal inilah yang secara langsung mampu menggugah minat seorang calon pembeli.
Negara Blok Timur, khususnya Uni Soviet, memang punya kapasitas produksi yang besar. Akan tetapi, mereka punya kelemahan di bidang pengembangan teknologi dan desain. Inilah yang kemudian membuka celah masuknya Barat ke dalam ekosistem otomotif Uni Soviet beserta sejumlah negara Blok Timur lain seperti Jerman Timur, Polandia, dan Cekoslovakia.
Sejak Awal Sudah Berbau AS
Pada awal abad ke-20, Uni Soviet tidak memprioritaskan produksi mobil penumpang. Fokus utama mereka adalah membangun industri otomotif yang mendukung sektor militer dan agrikultur. Ini berarti, produksi truk jauh lebih diutamakan daripada kendaraan pribadi.
Uni Soviet bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing, termasuk Ford, untuk memproduksi truk dan kendaraan berat yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur dan pertahanan nasional.
Namun, setelah Perang Dunia II, seiring dengan pertumbuhan populasi dan meningkatnya urbanisasi, permintaan akan mobil penumpang mulai meningkat. Pemerintah Soviet menyadari bahwa untuk menunjukkan kemajuan sosialisme dan meningkatkan mobilitas warga, mereka perlu memproduksi mobil dalam jumlah besar.
Langkah besar diambil pada 1950-an dengan peluncuran GAZ Volga. Mobil-mobil GAZ Volga dirancang sebagai kendaraan eksekutif bagi kaum elite Uni Soviet dan pejabat pemerintah. Dengan kata lain, Volga adalah simbol prestise Soviet pada era Perang Dingin.
Namun, ironisnya, di tengah perang ideologi yang terus meruncing, Uni Soviet justru memilih untuk mengadopsi selera Barat, tepatnya dari mobil-mobil AS. GAZ-21, yang diperkenalkan pada tahun 1950-an, memiliki kemiripan desain dengan Ford Mainline, terutama pada grill depan dan bentuk bodinya. Kemudian, GAZ-24 tampak sekali terinspirasi dari sedan Chrysler akhir 1960-an.
Memang tidak ada kerja sama langsung seperti yang sebelumnya dijalin dengan Ford, tetapi dari sini tampak bagaimana para insinyur Soviet menggunakan desain AS sebagai cetak biru untuk diadaptasi sesuai kebutuhan. Misalnya, dengan ground clearance yang tinggi dan suspensi kuat, mobil-mobil mereka tak kesulitan melibas jalanan Soviet yang bergelombang.
Selain digunakan oleh elite partai dan pejabat pemerintah, Volga juga identik sebagai kendaraan agen KGB, sampai-sampai kala itu ada mitos "Sedan Volga Hitam" yang begitu ditakuti masyarakat. Terlepas dari benar tidaknya mitos tersebut, KGB memang menggunakan Volga sebagai kendaraan operasional. Bedanya, versi mereka, GAZ-24-24, dilengkapi dengan mesin V8 yang masyhur di AS pada dasawarsa 1950-an.
Sebelum Volga, ada pula ZIS-110 yang dikembangkan dengan metode rekayasa balik (reverse engineering) terhadap mobil mewah AS, Packard Super Eight. Pada dekade 1940-an, sebelum Red Scare melanda, AS terbilang rajin menghadiahi pemimpin-pemimpin komunis dengan mobil mewah seperti Packard.
Salah satu pemimpin itu adalah Joseph Stalin yang disebut sering sekali mengendarai mobil Packard dengan atap dibuka. ZIS, yang diproduksi oleh pabrikan otomotif ZiL di Moskow, awalnya diplot sebagai mobil mewah nasional pertama Uni Soviet dengan melakukan rekayasa balik terhadap Packard. Sayangnya, umur mobil ZIS tak bertahan lama karena, per 1958, produksinya disetop di angka hanya mencapai kisaran 2.000-an unit.
Dua contoh itu menunjukkan bahwa, meski AS hanya "terlibat" secara tidak langsung, fakta bahwa DNA Paman Sam tertanam kuat dalam mobil kelas satu Uni Soviet betul-betul menunjukkan keunggulan Barat dalam urusan otomotif.
Italia dan Jerman Barat pun Terlibat
Jika pengaruh AS hanya terwujud dalam DNA mobil Volga, Italia punya peran jauh lebih besar melalui keterlibatan FIAT. Pada pertengahan 1960-an, Uni Soviet mencapai kesepakatan dengan FIAT untuk memproduksi versi Soviet dari FIAT 124. Kerja sama ini diwujudkan dengan pembangunan pabrik AvtoVAZ di Tolyatti. Dari sinilah mobil Soviet paling terkenal, Lada, dihasilkan.
Lada memang bukan Volga yang memiliki desain mewah dan fitur canggih. Akan tetapi, sebagai mobil rakyat, ia amat populer. Lada 2101, atau "Zhigulli", memiliki bentuk yang sangat mirip dengan FIAT 124 tetapi dimodifikasi supaya lebih tahan banting, mengingat buruknya kualitas jalanan Soviet. Dari sini, perpaduan desain FIAT dengan ketahanan VAZ membuat mobil-mobil Lada laris manis.
Menariknya, Lada tidak cuma dijual untuk pasar domestik. Menurut catatan The Independent, dua per tiga Lada yang diproduksi kemudian dijual ke luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Britania Raya sempat kebagian 300 ribu unit Lada yang semuanya terjual habis.
Tak cuma Italia, Jerman Barat juga berkontribusi dalam industri otomotif di Blok Timur. Di Jerman Timur, Porsche memainkan peran dalam pengembangan Trabant dan Wartburg, dua mobil khas Republik Demokratik Jerman.
Trabant P601, yang terkenal dengan bodi Duroplast-nya dan desainnya yang sederhana, dikembangkan dengan beberapa masukan dari insinyur Porsche, terutama dalam hal teknologi mesin. Sementara itu, Wartburg 353 menampilkan mesin dua langkah tiga silinder yang terinspirasi dari prinsip rekayasa Jerman Barat.
Meskipun produsen mobil Jerman Timur terisolasi dari akses langsung ke pasar Barat, mereka tetap menyerap pengetahuan teknis di mana pun mereka bisa untuk menciptakan "kendaraan komunis rasa kapitalis".
Cekoslovakia dan Polandia juga mengalami pengaruh Barat dalam industri otomotif mereka. Di Cekoslovakia, desain mesin belakang Škoda terinspirasi dari produsen mobil Barat yang juga bereksperimen dengan tata letak serupa. Škoda 1000 MB, yang diperkenalkan pada 1960-an, memiliki konsep serupa dengan Volkswagen Beetle dan Renault Dauphine.
Di Polandia, FSO Polonez yang diperkenalkan pada akhir 1970-an menampilkan desain dari studio Italia terkenal, Bertone. Hasilnya adalah tampilan Eropa yang lebih modern dibandingkan mobil-mobil sosialis lainnya. Polonez awalnya dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang lebih modern dan layak ekspor. Sayang, meski punya desain apik, mobil-mobil mereka terganjal persoalan kualitas yang menghambat daya saing di pasar global.
Industri otomotif Blok Timur, seiring dengan ambruknya Uni Soviet, ikut menemui ajalnya. Ada yang seketika, ada yang perlahan. Namun, ada pula yang bertahan sampai sekarang semisal AvtoVAZ, GAZ, Kamaz, dan UAZ di Rusia. Selain itu semua, ada satu pabrikan yang boleh dibilang sebagai pengecualian karena, semenjak Blok Timur bubar, mereka justru semakin besar, yaitu Škoda.
Sampai saat ini, pabrikan yang bermarkas di Mlada Boleslav itu masih bertahan kokoh kendati statusnya merupakan anak perusahaan Volkswagen. Škoda dipasarkan di lebih dari 100 negara dengan setidaknya satu juta unit kendaraan terjual tiap tahunnya.
Menariknya lagi, Škoda merupakan penyumbang keuntungan terbesar kedua bagi konglomerasi Volkswagen setelah Porsche. Ini merupakan catatan yang tidak main-main karena Volkswagen adalah grup otomotif terbesar kedua sejagat raya.
Faktanya, Škoda memang berbeda dari pabrikan-pabrikan Blok Timur kebanyakan. Mereka sudah eksis jauh sebelum Perang Dingin dimulai dan, sejak awal, memang sudah memiliki DNA inovasi dan kompetisi khas Barat. Ya, karena alasan politis, mereka memang sempat terperangkap di balik Tirai Besi, tetapi nyawa Škoda sebagai pionir otomotif Cekoslovakia tak pernah lenyap.
Nasib baik Škoda ini menjadi bukti bahwa, pada dasarnya, perkembangan industri otomotif memang tidak pernah bisa terjadi tanpa market economy. Setiap pelaku membutuhkan motivasi ekstra untuk terus berusaha menjadi lebih baik dari pelaku lainnya. Sifat kompetitif ini bakal jadi pembeda, mana yang bakal bertahan lama dan mana yang hanya akan numpang tenar sejenak.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi