tirto.id - Hanya dalam waktu kurang dari satu abad, Detroit telah merasakan segalanya. Pada dekade 1950-an ia tumbuh pesat menjadi mercusuar industri otomotif dunia, namun pada 2013 kota ini jatuh ke titik nadir dengan utang miliaran dolar yang membuatnya bangkrut.
Kendati demikian, kebangkrutan bukanlah kiamat bagi Detroit. Perlahan tapi pasti, kota yang melahirkan Eminem ini mulai bangkit. Serangkaian kebijakan tepat sasaran, dipadukan dengan investasi besar-besaran, membuat Detroit kembali dipercaya oleh para pelaku industri, tidak cuma otomotif tetapi juga teknologi.
Ini adalah cerita tentang sebuah kota yang bangkit dari kematian.
Kebangkitan dan Kejatuhan Detroit
Kebangkitan Detroit bermula pada awal abad ke-20, didorong dengan meledaknya industri otomotif di Amerika Serikat. Para industrialis besar, salah satunya Henry Ford, mentransformasi Detroit menjadi episentrum manufaktur di Negeri Paman Sam. Akhirnya, pada dekade 1950-an, dengan populasi sekitar 2 juta jiwa, Detroit pun menjadi kota terbesar keempat di AS.
Kala itu, kelas menengah di Detroit hidup makmur. Mereka bekerja di pabrik-pabrik besar dengan dilindungi serikat pekerja yang begitu aktif. Dari sana kemudian lahirlah budaya populer yang gaungnya bahkan sampai ke berbagai belahan dunia. Skena musik Motown yang membesarkan Michael Jackson berasal dari kota tersebut.
Sayangnya, segala kenikmatan yang dirasakan oleh Detroit dan warganya itu sebenarnya dibangun di atas fondasi yang rapuh. Praktis, selain industri otomotif, tidak ada lagi industri besar lain yang beraktivitas di kota di negara bagian Michigan tersebut. Industri otomotif sangat rentan terhadap berbagai fluktuasi ekonomi, dan ini semua terbukti saat terjadi krisis minyak pada dekade 1970-an.
Krisis minyak dunia itu salah satunya terjadi akibat Perang Yom Kippur antara Israel dan Mesir bersama Suriah. Akibatnya, suplai minyak khususnya ke negara-negara Barat pun tersumbat dan harga produk-produk turunannya, termasuk bahan bakar minyak, melambung.
Situasi ini membuat pabrikan mobil AS yang terkenal dengan kapasitas mesin besar dan konsumsi bahan bakar yang boros, lambat laun tergusur oleh mobil-mobil Jepang yang konsumsi bahan bakarnya lebih irit.
Imbasnya, Ford, General Motors, dan Chrysler, tiga raksasa otomotif yang bercokol di Detroit, mengalami kerugian besar dan mesti melakukan PHK besar-besaran. Bagi Detroit, ini adalah awal dari sebuah akhir.
Situasi ekonomi yang sulit diperparah dengan berbagai konflik horizontal antara orang kulit putih dan kulit hitam. Tensi rasial, yang terutama sekali disebabkan oleh kerusuhan 1967, membuat banyak orang kulit putih bermigrasi ke wilayah suburban. Mereka turut membawa kekuatan ekonomi yang mereka miliki (yang saat itu jauh lebih besar ketimbang orang kulit hitam). Depopulasi Detroit ini pun terus terjadi sampai akhirnya, pada 2013, penduduk kota itu tinggal 700 ribu jiwa.
Detroit yang pernah menjadi kota impian di AS pun lambat laun menjadi kota penuh pengangguran dan kejahatan. Pada 2009, misalnya, nyaris sepertiga warga Detroit tidak memiliki pekerjaan. Lalu, pada 2012, tingkat kriminalitas kota tersebut tercatat lima kali lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Detroit pun mendapat cap menjadi salah satu kota paling mematikan di Amerika Serikat.
Semua berkulminasi pada 2013 ketika Detroit mencatatkan utang senilai US$18 miliar yang membuat mereka tidak bisa menggaji para pegawai negeri. Tak cuma itu, perawatan fasilitas-fasilitas kota pun tidak bisa dilakukan. Waktu itu, sekitar 40 persen lampu jalan di Detroit tidak berfungsi. Tinggal di Detroit ketika itu terasa seperti tinggal di kota yang sekarat.
Pendapatan dari pajak pun menurun drastis akibat rendahnya tingkat okupansi. Sebagai gambaran, ketika itu sekitar 78 ribu bangunan di kota dibiarkan kosong begitu saja. Bahkan, banyak orang yang sengaja tidak membayar cicilan propertinya karena merasa sudah tak ada gunanya lagi.
Pada Juli 2013, kota ini menyatakan bangkrut. Kebangkrutan ini merupakan rekor kebangkrutan kota terbesar dalam sejarah Amerika. Setelah sekian lama sekarat, Detroit akhirnya "mati".
Detroit, MI, USA - JaDetroit, MI, AS - 12 Januari 2016: Mobil Ford Mustang Shelby GT350R di North American International Auto Show (NAIAS), salah satu pameran mobil paling berpengaruh di dunia setiap tahun.nuary 12, 2016: Ford Mustang Shelby GT350R car at the North American International Auto Show (NAIAS), one of the most influential car shows in the world each year.
Bagaimana Detroit Bangkit Kembali
Detroit memang akhirnya "mati", namun bukan berarti tak ada upaya untuk menghidupkannya kembali. Pemerintah federal AS sigap mengucurkan bantuan. Salah satu bantuan terpenting yang diberikan adalah Hardest Hit Fund, dana yang akhirnya digunakan untuk menstabilkan harga rumah sekaligus mencegah kehancuran wilayah urban.
Selain itu, pemerintah federal juga mengucurkan berbagai dana serta memberi insentif pajak untuk memicu pertumbuhan ekonomi lewat investasi. Di saat bersamaan, infrastruktur yang sudah usang pelan-pelan diperbarui.
Pemerintah negara bagian serta pemerintah kota pun tidak tinggal diam. Salah satu langkah terpenting yang berhasil dilakukan kala itu adalah saat Kevyn Orr, yang menjabat sebagai manajer keuangan darurat kota, menyelamatkan dana pensiun serta menjaga pendanaan untuk merawat koleksi seni Detroit.
Kemudian, di bawah Wali Kota Mike Duggan, Detroit secara agresif menghancurkan bangunan-bangunan terbengkalai sekaligus melakukan revitalisasi lingkungan. Duggan juga memimpin pembangunan berbagai sarana publik, termasuk jaringan trem QLine, terutama untuk membuat orang-orang tertarik lagi untuk tinggal di Detroit.
Kebangkitan Detroit, pada dasarnya, adalah hasil dari kombinasi antara investasi strategis, kemitraan pemerintah dan swasta, serta komitmen terhadap inovasi. Kota ini tidak cuma merengkuh kembali statusnya sebagai pusat otomotif, tetapi juga melakukan diversifikasi ekonomi dengan menjadi rumah bagi perusahaan-perusahaan teknologi serta inisiatif berkelanjutan.
Tak butuh waktu lama bagi Detroit untuk kembali mendapat kepercayaan dari investor. Pada 2018, atau hanya lima tahun setelah dinyatakan bangkrut, Detroit mendapatkan investasi senilai US$900 juta dari perusahaan yang dulu pernah membesarkan dan dibesarkan oleh Detroit, yaitu Ford.
Investasi Ford bermula ketika mereka membeli Stasiun Pusat Michigan yang selama berdekade-dekade telah terbengkalai dan kerap dipandang sebagai simbol kehancuran Detroit. Oleh Ford, gedung ini dialihfungsikan menjadi pusat pengembangan inovasi mobilitas. Uang US$ 900 juta itu tadi digunakan Ford untuk merevitalisasi Stasiun Pusat sekaligus wilayah Corktown yang ada di sekitarnya.
Inisiatif Ford itu membuat Stasiun Pusat akhirnya menjadi tempat bekerja bagi ribuan insinyur, desainer, dan ahli-ahli di bidang teknologi lainnya. Ford menggunakannya sebagai pusat pengembangan kendaraan listrik, teknologi otonom, serta kota pintar.
Pada akhirnya, apa yang pernah menjadi simbol kehancuran Detroit kini telah berubah menjadi sebuah jembatan antara kejayaan masa lalu dengan masa depan yang diharapkan bakal gemilang.
Setelah Ford, General Motors (GM) pun ikut kembali berinvestasi di Detroit. Lagi-lagi kendaraan listrik menjadi fokus dari investasi yang ditanamkan di kota tersebut. Factory Zero, pabrik perakitan yang dulu pernah menjadi saksi kejayaan Detroit, dialihfungsikan oleh GM untuk menjadi pusat perakitan kendaraan listrik. Hasilnya adalah mobil-mobil listrik canggih kekinian seperti GMC Hummer EV dan Chevrolet Silverado EV.
Selain Ford dan GM yang merupakan pelaku lama, perusahaan-perusahaan rintisan juga mulai menjamur di Detroit. Perusahaan mobilitas robotik Wheel.me, misalnya, telah membangun sebuah pusat kolaborasi yang diberi nama Newlab Detroit. Perusahaan ini juga telah menjalin kerja sama dengan perusahaan otomotif setempat untuk menciptakan sistem robot beroda otonom.
Selain Wheel.me, ada pula startup lain bernama LIVAQ yang mengembangkan kendaraan listrik off-road. LIVAQ sendiri saat ini berkantor di Newlab milik Wheel.me dan telah merasakan berbagai insentif yang diberikan pemerintah, mulai dari akses ke pendanaan sampai kesempatan untuk berkolaborasi.
BorgWarner, produsen komponen mobil yang sudah beroperasi sejak akhir abad ke-19 di Detroit, kini juga telah memfokuskan diri pada kendaraan listrik. Keputusan BorgWarner, sebagai perusahaan lokal yang telah mendunia, untuk mengalihkan fokus ke kendaraan listrik sekaligus menegaskan betapa kuatnya komitmen Detroit untuk menjadi pusat otomotif bagi masa depan.
Berbagai hal yang sudah terjadi di Detroit itu telah menarik perhatian para pemain dari luar negeri. EcoG, misalnya, sebuah perusahaan dengan spesialiasi pembangunan stasiun pengisian daya kendaraan listrik asal Muenchen, Jerman, telah mulai menjajaki kemungkinan untuk berinvestasi di Detroit.
Selain perusahaan-perusahaan besar itu, aktivitas UMKM di Detroit pun kembali hidup, didukung dengan terus berlanjutnya proyek-proyek revitalisasi ruang publik serta sarana dan prasarana.
Pemberdayaan manusia pun tak dilupakan, seperti tecermin lewat pembangunan Distrik Inovasi yang menjadi tempat berkumpulnya para cerdik cendekia dari pelbagai kalangan dan latar belakang. Orang-orang usia produktif juga disiapkan untuk terjun ke industri modern via program-program macam Detroit at Work dan TechTown Detroit.
Kini, Detroit bukan hanya telah bangkit dari kematian, tetapi sudah berjalan tegap menyongsong masa depan. Akan tetapi, mampukah kota tersebut meraih kembali kejayaannya seperti dulu?
Belajar dari Masa Lalu
Bisa dibilang, diversifikasi bisnis yang dilakukan Detroit saat ini, di mana mereka tidak cuma merangkul industri otomotif tetapi juga perusahaan teknologi, menunjukkan bahwa kota ini telah belajar dari masa lalu.
Dulu, Detroit hancur karena terlalu bergantung pada satu jenis industri. Kini, mereka menatap masa depan dengan lebih dari satu industri. Di saat bersamaan, pemberdayaan manusia serta revitalisasi infrastruktur yang dilakukan pemerintah dan swasta menjadi bukti kesiapan kota ini untuk menyambut masa depan.
Perusahaan-perusahaan di Detroit pun telah berkomitmen untuk memprioritaskan pekerja lokal. Artinya, semua pemangku kebijakan di Detroit telah menciptakan sebuah ekosistem kerja yang dipersiapkan untuk jangka waktu lama. Apalagi, industri yang kini berkembang di Detroit adalah industri yang puncaknya baru akan dicapai di masa depan.
Apakah Detroit akan bisa meraih kembali kejayaannya pada masa lampau? Mungkin tidak. Atau, setidaknya, tidak akan sama persis. Jika dulu perekonomian kota terpusat pada tiga perusahaan otomotif raksasa, di masa depan perekonomian Detroit bakal lebih terdesentralisasi. Selain karena lebih banyaknya jenis industri yang bermain di sana, pemberdayaan manusia juga menjadi kunci.
Dengan pemberdayaan manusia, tidak menutup kemungkinan Detroit bakal memiliki lebih banyak lagi startup di masa depan. Tidak semua startup itu bakal menjadi perusahaan besar, tentu saja, tetapi setidaknya akan selalu ada lapangan pekerjaan bagi para penduduk kota. Dengan begitu, ekosistem perekonomian yang ada pun bisa jadi bakal lebih sustainable dibanding Detroit pada masa lalu.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi