tirto.id - "Salah ciri utama Kuba yang seketika dikenali wisatawan adalah ketiadaan iklan komersil apapun selain revolusi," tulis Richard Schweid dalam Che's Chevrolet, Fidel's Oldsmobile (2004). Baliho di jalan-jalan di kota-kota di Kuba mayoritas mengiklankan nasihat hidup yang ditulis singkat, lugas, bernada revolusioner. Baliho-baliho itu mewakili semangat realisme sosial dan memajang foto-foto pemimpin revolusioner seperti Fidel Castro Ruz dan sahabatnya, Ernesto "Che" Guevara de la Serna. Secara umum, tulis Schweid, baliho-baliho yang dipasang di Kuba "memberi isyarat bagi rakyat untuk melihat ke depan, ke masa depan, bukan ke masa lalu."
Namun, puluhan tahun usai Castro menggulingkan diktator Batista dan membangun sosialisme, ada beberapa hal dalam kehidupan masyarakat Kuba yang tidak pernah beranjak dari masa lalu. Salah satunya adalah otomotif.
Di Kuba, dunia otomotif berhenti di tahun 1960-an. Sebagaimana ditulis Tom Cotter dalam buku fotografinya berjudul Cuba's car Culture: celebrating the Island's Automotive Love Affair (2016), Kuba hari ini adalah satu-satunya tempat di dunia yang jalan-jalannya ramai dilintasi mobil-mobil keluaran Chevrolet, Ford, Studenbaker, Chrysler, Rambler, Cadilac, Plyomouth, Dodge, dan Buick dari 1950-an dan 1960-an. Ketika dunia mengenal mobil listrik keluaran Tesla atau mobil ramah lingkungan dari Toyota, lebih dari 60.000 mobil tua (lazim disebut "cacharros") masih berkeliaran di Kuba, lengkap dengan segala masalah ala mobil tua, mulai dari bintik-bintik di sekujur tubuh, lamban, dan hingga 'batuk'-batuk' di pagi hari yang menyulitkan pemiliknya beraktivitas."
Mobil tua yang berkeliaran ini bukan bagian dari festival mobil antik alih-alih salah satu moda transportasi utama Kuba.
Semua Orang di Kuba adalah Montir
"Jadi benar, ya, sudah ada kendaraan yang dapat berjalan dengan sendirinya?" kata perempuan Kuba saat pertama kalinya melihat mobil pada 1898 silam.
"Jangan bodoh, señorita. Memangnya kamu enggak lihat di dalam mobil itu ada orang Galicia (suku minoritas di Kuba) yang mendorongnya," jawab seorang laki-laki yang berdiri di samping si perempuan.
Di suatu hari pada 1898, untuk pertama kalinya dalam sejarah, mobil tiba di jalanan Havana, Kuba. Mobil paling awal yang mengaspal di Havana itu ialah Parisienne, mobil bertenaga 4,5 horsepower (HP) bersilinder 2,9 liter yang menggunakan rangka Benz Viktorias. Ia dibawa oleh pengusaha bernama Jose Munoz dari Paris, Perancis. Mobil ini dibeli Monuz dengan uang senilai USD 1.000 yang hari ini setara dengan USD 33.000. Kemunculan mobil di negeri yang baru 30 tahun lepas dari cengkraman imperialis Spanyol itu, tulis Richard Schweid dalam bukunya berjudul Che's Chevrolet, mengundang decak kagum sekaligus kebingungan khalayak.
Ramon Williams, jurnalis sebuah majalah New York yang berkunjung ke Kuba pada awal abad ke-20, melaporkan keributan kerap terjadi karena kemunculan mobil. Dinukil Schweid, tulis Williams, "para penduduk negeri ini sangat liar di jalanan, mereka menghalangi mobil yang sedang melaju karena mereka merasa jalanan ini untuk mereka, pejalan kaki, bukan untuk kendaraan 'aneh' dari antah-berantah".
"Umumnya, ketika terjadi pertikaian antara pejalan kaki dan pengendara mobil, polisi akan menjadi penengah."
Kagum, seperti tertulis dalam majalah El Figaro terbitan 1901 yang dinukil Schweid, mobil adalah bentuk paling hakiki sebagai pernyataan sukses. Munoz, melalui mobilnya itu, disebut "memberi tambahan daya tarik bagi dirinya, selera terbaik untuk orang terhormat yang selalu ditemani istri yang terhormat pula."
Usai Monuz membawa mobil untuk pertama kalinya ke Kuba, gelombang kemunculan mobil kian membara. Disusul dengan kemunculan mobil Rochet & Schneider dari Perancis yang berharga USD 4.000 (setara USD 130.000) pada 1899, versi paling baru Parisienne pada 1900, dan mobil listrik yang dibuat perusahaan bernama Woods Electric Automobile pada 1901, lebih dari dua lusin mobil tiba di Havana pada awal dekade 1900-an. Di kota lain, tepatnya di Santiago de Cuba, kemunculan mobil pun tak bisa dibendung berkat kehadiran Locomobile pada 1902. Mobil yang diproduksi oleh Locomobile & Company, New York, Amerika Serikat ini dibawa oleh pengusaha Kuba bernama Charles Brooks Galo, yang langsung mengendarainya sendiri dari tanah Paman Sam.
Hingga 1913, terdapat lebih dari 4.000 mobil yang lalu-lalang di jalanan Kuba. Jumlahnya kian melambung usai Genardo Machado terpilih sebagai presiden Kuba pada 1924. Ia tercatat sebagai sosok pertama yang memulai pembangunan Carrete Central, jalan raya sepanjang 1.000 kilometer yang menghubungkan Pinar del Rio, Havana, Guantanamo, dan Santiago de Cuba. Yang unik, masyarakat Kuba yang mampu membeli mobil kala itu memilih mobil-mobil Eropa dibandingkan AS. Mobil-mobil AS yang pertama muncul di Kuba "tidak disukai karena mesinnya yang bobrok dibandingkan mesin-mesin mobil Eropa". Maka, Kuba pada awal abad ke-20 adalah Kuba yang dijejali dengan Mercedes (Jerman), Lancia (Italia), Fiat (Italia), Renault (Perancis), dan Benz (Jerman).
Tentu, pilihan masyarakat Kuba pada mobil-mobil Eropa akhirnya berubah, khususnya tatkala Ford Motor dari AS meluncurkan Model T. Melalui mekanisme produksi massal yang mahsyur itu Ford menjual Model T dengan harga yang relatif lebih murah, yakni senilai USD 550 (setara dengan USD 14.000). Dimulai dengan Model T varian "Foot 'n Go" (atau orang Kuba menyebutnya "fotingo") Ford membanjiri jalanan Kuba sejak 1914. Jumlahnya kian banyak usai pengusaha bernama Ernesto Carricaburu memborong puluhan fotingo guna mendirikan perusahaan taksi.
"Ruteros," sebutan masyarakat Kuba untuk taksi, bermunculan dan mengerek popularitas ketangguhan mobil-mobil Amerika yang selain Ford, seperti Studebaker, Chrysler, Rambler, Cadillac, Plymounth, Dodge, dan Buick. Mereka makin beken usai Fidel Castro memilih menggunakan Oldsmobile, mobil Amerika keluaran General Motor, sebagai moda transportasinya selama revolusi 1959. Rekannya, Che Guevara, mengganti kendaraannya dari Jaguar ke Chevrolet karena mobil yang sama-sama dibuat General Motor tersebut dianggap "merepresentasikan rakyat".
Hingga 1931, tercatat lebih dari 33.000 mobil melaju di jalanan Kuba. Jumlah ini meningkat hingga 167.000 pada 1950--dengan Ford sebagai pemimpin pasar.
Selain menandai kesuksesan mobil Amerika di Kuba, revolusi yang dimulai Castro pada akhir dekade 1950-an tersebut juga mengawali tamatnya bisnis otomoti setempat. Setelah Kuba menyetujui penjualan 5 juta ton gula ke Uni Soviet pada 1960, Presiden AS Dwight Eisenhower memperluas area Perang Dingin hingga ke seberang Florida. Kala itu, ia memerintahkan agar Kementerian Perdagangan mengurangi secara drastis pembeliaan gula dari Kuba. Ekonomi Kuba lantas terguncang karena gula adalah salah satu sumber pemasukan utama. Mobil pun kian sulit terbeli.
Castro segera mengambil langkah cepat, salah satunya melakukan nasionalisasi ekonomi agar Kuba bisa mandiri. Ia juga memperketat peredaran barang mewah, termasuk mematok pajak tinggi bagi mobil. Akibatnya, mobil AS yang awalnya dijual rata-rata seharga USD 2.000 (sekitar USD 17.700) menjadi USD 6.000 (sekitar USD 53.000). Sebagai gantinya, Castro mendatangkan Lada, mobil produksi Soviet.
Hubungan Washington-Havana mencapai titik nadir selama krisis nuklir 1962, setelah muncul laporan Oleg Vladimirovich Penkovsky--agen ganda yang bekerja pada intelijen Rusia--bahwa Soviet berniat membangun fasilitas misil nuklir di Kuba. Presiden AS John F. Kennedy langsung sanksi berupa embargo perdagangan AS-Kuba, kecuali makanan dan obat-obatan.
Sejak 1960-an hingga hari ini, Kuba adalah negeri yang jalanannya diisi mobil tua. Mobil-mobil itu tetap hidup berkat suku cadang mobil lain (baca: kanibal). Mereka tetap bisa menyala karena Kuba, sebelum AS menjatuhkan sanksi, dididik Soviet untuk mengerti jeroan Lada. Lambat laun warga Kuba mengerti bagaimana mengganti suku cadang Ford dengan Lada. Armando Rayes, salah seorang pengusaha taksi di Kuba, menyebut dari 720 unit kendaraan miliknya, hanya 238 yang dapat beroperasi. Sisanya digunakan agar ke-238 mobil tersebut tetap jalan.
Kuba, dengan jalanannya dipenuhi mobil tua, sebagaimana ditulis Tom Cotter, seakan membuat dunia percaya bahwa penduduknya montir semua.
Editor: Windu Jusuf