tirto.id - Setiap tanggal 2 Oktober Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Lantas, mengapa 2 Oktober Diperingati Hari Batik Nasional?
Pembuatan batik dilakukan dengan menggunakan teknik celup rintang dengan lilin batik sebagai bahan perintang warna. Oleh karena itu, suatu kain dapat disebut batik apabila mengandung dua unsur pokok, yaitu jika memiliki teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik.
Artikel berikut ini akan mengulas tentang tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari apa. Simak terus untuk penjelasan selengkapnya.
Sejarah Batik
Batik memiliki pengertian yang berhubungan dalam membuat titik atau meneteskan lilin atau malam pada kain mori.
Menurut sejarah, teknik pembuatan kain batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman Kerajaan Majapahit. Batik kemudian berkembang dan sangat populer hingga menjadi identitas masyarakat Indonesia.
Alicia Amaris Trixie dalam JurnalFolio Volume 1 Nomor 1 Februari 2020 menjelaskan kata Batik berasal dari Bahasa Jawa yaitu “amba” yang artinya tulis dan “nitik” yang berarti titik. Maksud dari gabungan kedua kata tersebut adalah menulis dengan lilin.
Proses pembuatan batik di atas kain menggunakan canting yang ujungnya berukuran kecil memberikan kesan “orang sedang menulis titik-titik”.
Sementara Dullah dalam Adhi Prasetyo Singgih Jurnal Imajinasi Vol X no 1 Januari 2016 menjelaskan bahwa, sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional, memiliki beragam corak hias dan pola tertentu.
Batik di sejumlah wilayah Indonesia memiliki jenis dan corak yang berbeda tergantung budaya dan tradisi di masing-masing daerah, misalnya batik Solo, batik Jogja, batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Bengkulu, batik Batak, dan masih banyak lagi.
Sejarah Hari Batik Nasional dan Tujuan Peringatannya
Sejak kapan Hari Batik Nasional diperingati? Cikal bakal Hari Batik Nasional dimulai pada 4 September 2008 ketika pemerintah Indonesia mendaftarkan batik sebagai intangible cultural heritage (ICH) ke kantor The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Jakarta.
Pendaftaran batik itu diterima secara resmi pada 9 Januari 2009 oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi.
Kurang dari sebulan pendaftaran itu diterima, tepatnya pada 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dalam sidang keempat Komite Antar-Pemerintah di Abu Dhabi.
Sebagaimana ditulis oleh Kemendikbud, pengakuan terhadap batik oleh UNESCO merupakan pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia. Momen bersejarah pada 2 Oktober itu lalu diabadikan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Hari Batik Nasional.
Hari Batik Nasional dikukuhkan melalui Keppres No 33 tahun 2009 tanggal 17 November 2009, ini sekaligus menjawab adanya pertanyaaan terkait tanggal 2 Oktober hari apa. Dalam Keppres menyebutkan dengan adanya penetapan batik oleh UNESCO ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda warisan manusia meningkatkan citra positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional serta menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia.
Pengukuhan Batik oleh UNESCO saat itu memang menjadi momentum kebanggaan Indonesia. Pasalnya, sebelum didaftarkan ke UNESCO, batik sempat menjadi sumber polemik antara Indonesia dan Malaysia. Negeri jiran kala itu mengklaim batik sebagai budaya milik mereka.
Makna Hari Batik Nasional untuk Indonesia
Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober memiliki makna yang sangat penting bagi Indonesia dalam berbagai aspek, baik budaya, sosial, maupun ekonomi. Berikut beberapa makna Hari Batik Nasional:
1. Pengakuan Internasional atas Warisan Budaya
Seperti dijelaskan sebelumnya, Hari Batik Nasional diperingati untuk merayakan diakuinya batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009.Pengakuan ini menjadi salah satu kebanggaan Indonesia karena batik dianggap sebagai salah satu warisan budaya dunia yang berasal dari tanah air. Hal ini juga memperkuat identitas nasional Indonesia di kancah internasional.
2. Pelestarian Budaya Lokal
Dengan adanya Hari Batik Nasional, pemerintah dan masyarakat diingatkan untuk terus melestarikan dan mempromosikan batik sebagai bagian penting dari budaya Indonesia.Batik bukan hanya sekadar kain, tetapi mencerminkan sejarah, tradisi, dan filosofi yang kaya dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan, dan banyak lainnya.
3. Kebanggaan Nasional dan Identitas Budaya
Batik menjadi simbol kebanggaan nasional. Hari Batik Nasional mendorong masyarakat Indonesia untuk mengenakan batik, baik dalam kegiatan formal maupun informal, sebagai wujud rasa cinta terhadap produk dan warisan bangsa.Hal ini juga dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui penghargaan terhadap kekayaan budaya yang dimiliki bersama.
4. Peningkatan Ekonomi Kreatif
Industri batik dapat mendukung ekonomi kreatif di Indonesia dengan menciptakan lapangan kerja bagi ribuan pengrajin dan pebisnis di berbagai daerah.Selain itu, Hari Batik Nasional juga mendorong peningkatan permintaan dan perhatian terhadap batik, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional, yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
5. Simbol Inklusivitas dan Keberagaman
Batik mencerminkan keberagaman budaya di Indonesia. Motif dan teknik pembuatan batik di berbagai daerah memiliki karakteristik unik yang mencerminkan kearifan lokal masing-masing.Dengan memperingati Hari Batik Nasional, Indonesia merayakan kekayaan keberagaman tersebut dan mempromosikan inklusivitas serta saling menghargai antar budaya di Indonesia.
Secara keseluruhan, Hari Batik Nasional menjadi momen penting untuk merayakan, melestarikan, dan mempromosikan batik sebagai warisan budaya yang tidak hanya bernilai historis, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang besar bagi Indonesia.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Penyelaras: Dhita Koesno