Menuju konten utama

Menelisik Pulau Sampah Usulan Heru Budi dan Apa Dampaknya?

Mengenal apa itu pulau sampah yang diusulkan oleh PJ Gubernur Jakarta Budi Heru dan dampaknya bagi lingkungan.

Menelisik Pulau Sampah Usulan Heru Budi dan Apa Dampaknya?
Pulau Sampah. foto/istockphoto

tirto.id - Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Heru Budi, mengumumkan rencananya untuk menciptakan pulau menggunakan sampah-sampah dari masyarakat. Pembangunan pulau sampah ini sebagai upaya untuk menambah ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta.

Istilah pulau sampah belum cukup familiar di telinga masyarakat Indonesia. Banyak orang yang belum tahu apa itu pulau sampah dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan.

Usulan pulau sampah Heru Budi akibat rutinitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengeruk lumpur atau sedimen di dasar 13 sungai di wilayah setempat. Proses ini dinilai menimbulkan masalah lain karena keterbatasan tempat pembuangan.

Terkait rencananya, Heru menjelaskan bahwa lokasi yang dianggap cocok untuk proyek pulau sampah berada di wilayah laut utara Jakarta. Menurutnya sampah dan sedimen yang terkumpul akan dijadikan sebagai materi pembentukan pulau-pulau baru.

"Maka, lokasinya adalah salah satunya yang pantas, yang layak dikaji, adalah di wilayah [laut] utara [Jakarta]. Jadi, nanti pembuangan sampah itu, termasuk sedimen, menjadi pulau-pulau," jelas Heru di Rorotan, Jakarta Utara, Senin (13/5/2024).

Heru telah meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk melakukan kajian terkait rencana ini. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan diskusi lebih lanjut mengenai rencana pembuatan pulau sampah di laut Jakarta.

"Sekali lagi, bagaimana reklamasinya, prosesnya, ataupun nanti pemanfaatan pulau-pulau yang ada di perairan Jakarta, itu memang akan kita lakukan kajian dahulu dengan pakar dan pemerhati lingkungan," kata Asep.

Apa Itu Pulau Sampah?

Pulau sampah adalah kawasan luas di lautan yang terdiri berbagai jenis sampah. Mengutip Marine Debris, komponen sampah yang membantu pembentukan pulau sampah termasuk plastik, alat tangkap ikan, dan limbah lainnya, yang dikenal sebagai sampah laut.

Pulau sampah bisa tercipta secara tidak disengaja maupun disengaja. Pulau sampah yang terbentuk secara tidak sengaja terjadi berkat adanya arus laut yang berputar disebut "gyres".

Area ini diibaratkan sebagai pusaran air besar yang menarik berbagai benda ke dalamnya. Gyres mengumpulkan sampah ke satu titik–biasanya di pusat gyre–sehingga membentuk apa yang disebut sebagai patches atau gundukan.

Ada lima gyre utama di lautan, masing-masing terletak di Samudra Hindia, dua di Samudra Atlantik, dan dua di Samudra Pasifik. Setiap gyre, terdapat gundukan sampah dengan berbagai ukuran.

Pulau sampah terbesar di dunia terletak di Samudra Pasifik antara California dan Hawaii, yang dikenal dengan sebutan "benua kedelapan." Pulau sampah ini terbentuk secara tidak sengaja karena kondisi arus laut.

Dilansir dari Iberdrola, luas Pulau Sampah di Samudra Pasifik mencapai tiga kali lipat negara Prancis. Pulau ini menjadi gudang limbah laut terbesar dengan 1,8 miliar potongan plastik yang mengambang.

Keberadaannya banyak dikritik pemerhati lingkungan, lantaran mengakibatkan kematian ribuan hewan laut setiap tahun. Charles Moore, seorang kapten kapal Amerika, menemukan pulau sampah ini pada tahun 1997.

Ukurannya terus bertambah, kini mencapai 1,6 juta km2 dan mengandung sekitar 80.000 ton plastik. Sebagian besar sampah berasal dari Asia dan industri penangkapan ikan.

Selain terbentuk secara tak sengaja, pulau sampah ada yang terbentuk secara sengaja karena campur tangan manusia. Salah satu negara yang berhasil membangun pulau dari sampah adalah Singapura.

Pulau Semakau

Pulau Semakau. foto/Googlemap

Singapura memiliki pulau sampah yang terletak di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Semakau. Dikutip dari situs Green Network Asia, area ini tidak seperti gambaran klasik tempat pembuangan sampah yang kotor dan berlimbah.

Pulau Sampah Singapura merupakan oasis hijau yang asri, bersih, dan rapi, bahkan menjadi destinasi ekowisata. Pulau ini dipenuhi pepohonan, berbagai jenis burung, dan keanekaragaman hayati yang kaya.

Terletak sekitar delapan kilometer di selatan Singapura, TPA Semakau memiliki luas sekitar 350 hektar dan merupakan satu-satunya tempat pembuangan sampah di negara itu.

Dibangun di lepas pantai yang menghubungkan Pulau Semakau dan Pulau Sengkang, strukturnya didesain untuk memastikan limbah sampah tidak mencemari laut lepas.

Selain itu, proses pengelolaan sampah di TPA Semakau diklaim melibatkan langkah yang panjang. Hal ini dilakukan untuk menyokong operasional yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dampak Lingkungan Pulau Sampah

Pulau sampah mungkin dapat bermanfaat untuk mengurangi jumlah sampah di darat. Namun, pulau sampah memiliki beberapa risiko lingkungan yang dapat mendampak lingkungan laut dan berpengaruh ke darat.

Ada beberapa kajian terkait dampak lingkungan pulau sampah, salah satunya penelitian Walter Leal Filho, dkk., berjudul Garbage Patches and Their Environmental Implications in a Plastisphere (2021).

Filho menyebu bahwa pulau sampah dapat berdampak pada keanekaragaman biota laut dan kondisi air. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pulau sampah:

1. Menyebabkan ikan terjebak plastik

Pulau sampah berdampak signifikan terhadap lingkungan, terutama karena menyebabkan ikan dan biota laut lainnya terjebak dalam plastik. Menurut situs Marine Debris, jaring ikan yang hilang atau "jaring hantu."

Jaring ini terus menangkap ikan meskipun tidak lagi dikendalikan oleh nelayan, menjebak, dan melilit hewan laut sehingga menyebabkan luka atau kematian.

Selain itu, berbagai sampah plastik seperti tali pengikat kemasan, cincin six-pack, dan gagang kantong plastik juga dapat tersangkut pada satwa liar yang dapat mengancam kehidupan mereka.

2. Menyebabkan sampah tertelan ikan

Menurut National Geographic, pulau sampah di lautan sering kali dipenuhi oleh mikroplastik. Mikroplastik adalah potongan kecil plastik yang sulit dilihat dengan mata telanjang dan bahkan oleh citra satelit.

Mikroplastik ini membuat air terlihat seperti sup keruh. Ikan dan biota laut lainnya sering kali tidak sengaja menelan mikroplastik sehingga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagi mereka.

Biota laut yang telah terpapar oleh mikroplastik juga dapat memengaruhi kesehatan manusia jika dikonsumsi.

3. Meningkatkan risiko muncul spesies asing invasif

Pulau sampah meningkatkan risiko munculnya spesies asing invasif. Masih menurut Marine Debris, sampah laut bisa mengangkut spesies seperti ganggang, teritip, dan kepiting dari satu tempat ke tempat lain.

Ketika spesies invasif ini tiba di lingkungan baru dan mampu bertahan serta berkembang biak, mereka dapat mengalahkan spesies asli dan mengganggu ekosistem setempat.

4. Meningkatkan risiko pencemaran air

Pulau sampah dapat meningkatkan risiko pencemaran air karena plastik dapat melepaskan dan menyerap polutan berbahaya. Ini bisa terjadi karena plastik terurai melalui fotodegradasi.

Plastik tersebut kemudian melepaskan pewarna dan bahan kimia seperti bisphenol A (BPA) yang berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan. Selain itu, plastik menyerap polutan seperti PCB dari air laut, yang kemudian bisa masuk ke rantai makanan ketika dikonsumsi oleh kehidupan laut.

5. Menipisnya oksigen di laut

Berdasarkan World Economic Forum, pulau sampah dapat meningkatkan pemanasan global. Hal ini karena plastik yang terurai di lautan melepaskan gas rumah kaca.

Sebagian besar plastik yang tidak didaur ulang berakhir di sungai dan lautan, mencemari habitat akuatik. Sinar matahari dan panas menyebabkan plastik melepaskan metana dan etilena, yang berkontribusi pada pemanasan global.

Proses ini semakin cepat saat plastik terurai menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, memperburuk efek pemanasan.

Baca juga artikel terkait SAMPAH atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra & Yonada Nancy