tirto.id - Wilayah pesisir dan laut Indonesia sangat rentan terhadap berbagai ancaman pencemaran, baik yang berasal dari aktivitas domestik manusia (marine debris), industri (pengolahan perikanan), perhubungan laut seperti tumpahan minyak (oil spill), maupun aktivitas lainnya.
Fakta mengejutkan tentang pencemaran laut dihimpun oleh laman The Commonwealth yang menyebutkan bahwa lebih dari 220 juta ton plastik diproduksi setiap tahun.
Penelitian terbaru menunjukkan, jumlah plastik yang dibuang akan melebihi jumlah ikan di lautan pada tahun 2050. 60 -90 persen pencemaran laut terdiri dari berbagai jenis plastik.
Pada tahun 2006, Program Lingkungan PBB memperkirakan bahwa setiap mil persegi lautan mengandung 46.000 potongan plastik yang mengapung. Botol plastik bisa bertahan hingga 450 tahun di lingkungan laut.
Berikut beberapa penyebab pencemaran dan dampak konservasi laut dilansir dari National Ocenic and Atmospheric Administration U.S Department of Commerce (NOAA).
Sampah laut
Sampah laut adalah masalah polusi yang terjadi secara terus menerus dan ini telah mencapai seluruh lautan dan danau besar. Laut dan saluran air tercemar oleh berbagai macam sampah laut, mulai dari mikroplastik kecil, lebih kecil dari 5 mm, hingga alat tangkap yang terlantar dan kapal yang ditinggalkan.
Di seluruh dunia, ratusan spesies laut telah terkena dampak negatif sampah laut, yang dapat membahayakan atau membunuh hewan jika tertelan atau terjerat, dan dapat mengancam habitat tempat mereka bergantung. Sampah laut juga dapat mengganggu keselamatan navigasi dan berpotensi mengancam kesehatan manusia.
Semua sampah laut berasal dari manusia. Sebagian besar berasal dari darat dan memasuki lautan dan danau-danau besar melalui pembuangan sampah, praktik pengelolaan limbah yang buruk, pembuangan air badai, dan kejadian alam yang ekstrem seperti tsunami dan angin topan.
Beberapa sampah, seperti alat tangkap yang terlantar, juga bisa berasal dari sumber laut. Alat tangkap yang hilang atau ditinggalkan ini merupakan masalah besar karena dapat terus menangkap dan membunuh satwa liar, merusak habitat sensitif, dan bahkan bersaing dengan dan merusak alat tangkap aktif.
Upaya lokal, nasional, dan internasional diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan ini. Undang-Undang Save our Seas tahun 2018 mengubah dan memberi otorisasi ulang Undang-Undang Sampah Laut untuk mempromosikan tindakan internasional, mengotorisasi tindakan pembersihan dan tanggapan, dan meningkatkan koordinasi di antara badan-badan federal tentang topik ini.
Mekarnya Alga Berbahaya
"Apa pun yang terlalu berlebihan tidak akan baik," mungkin ini adalah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan mekarnya alga. Terkadang bukan jenis materialnya, tetapi konsentrasinya yang menentukan apakah suatu zat merupakan polutan. Misalnya, unsur hara nitrogen dan fosfor merupakan unsur penting untuk pertumbuhan tanaman.
Namun, jika mereka terlalu melimpah di perairan, mereka dapat menstimulasi pertumbuhan alga yang berlebihan, memicu peristiwa yang disebut mekarnya alga. Mekar alga berbahaya, juga dikenal sebagai "pasang merah", tumbuh dengan cepat dan menghasilkan efek beracun yang dapat memengaruhi kehidupan laut dan terkadang bahkan manusia.
Nutrisi berlebih yang masuk ke badan air, baik melalui aktivitas alam atau manusia, juga dapat menyebabkan hipoksia atau zona mati. Ketika sejumlah besar alga tenggelam dan membusuk di dalam air, proses dekomposisi tersebut menghabiskan oksigen dan menghabiskan pasokan yang tersedia untuk kehidupan laut yang sehat. Banyak spesies laut yang hidup di daerah ini mati atau, jika bergerak (seperti ikan), meninggalkan atau berpindah dari daerah tersebut.
Dengan menggunakan peramalan ekologi, NOAA mampu memprediksi perubahan ekosistem sebagai respons terhadap mekarnya alga berbahaya dan pendorong lingkungan lainnya.
Perkiraan ini memberikan informasi tentang bagaimana orang, ekonomi, dan komunitas dapat terpengaruh. Misalnya, Sistem Pemantauan Bunga Alga Berbahaya yang dikembangkan oleh Pusat Nasional Ilmu Laut Pesisir NOAA memberikan informasi kepada publik dan otoritas lokal untuk membantu memutuskan apakah pantai perlu ditutup sementara untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Medan Sampah
Medan sampah atau petak sampah adalah area lautan yang luas tempat sampah, alat tangkap, dan sampah laut lainnya berkumpul. Istilah “petak sampah” adalah julukan yang menyesatkan, sehingga banyak yang percaya bahwa tambalan sampah adalah “pulau sampah” yang terlihat dari jauh. Daerah-daerah ini sebenarnya terdiri dari puing-puing dalam berbagai ukuran, dari mikroplastik hingga kumpulan besar alat tangkap yang terlantar.
Tambalan ini dibentuk oleh arus laut besar yang berputar atau disebut gyres. Ini bisa menarik puing-puing ke satu lokasi, seringkali ke pusat gyre. Ada lima pusaran di lautan: satu di Samudera Hindia, dua di Samudera Atlantik, dan dua di Samudera Pasifik.
Medan sampah dengan berbagai ukuran terletak di setiap pusaran. Karena angin dan arus, tambalan sampah terus berubah ukuran dan bentuknya. Puing-puing penyusun tambalan sampah bisa ditemukan dari permukaan laut hingga ke dasar laut.
Dampak pencemaran laut pada makanan laut
Logam berat dan kontaminan lainnya dapat terakumulasi dalam makanan laut, sehingga berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Mikroplastik dapat tertelan oleh ikan dan spesies lain yang menyaring makanan mereka dari air.
Dengan lebih dari sepertiga perairan tempat budidaya kerang di Amerika Serikat terkena dampak negatif dari pencemaran pantai, penting bagi NOAA dan mitranya untuk mempelajari dampak mikroplastik dan kontaminan berbahaya dalam makanan laut.
Ada penelitian yang berfokus pada potensi risiko terhadap satwa liar dan manusia dari paparan puing dan konsumsi. NOAA memantau kontaminasi makanan laut dan memberikan tip keamanan melalui program FishWatch.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto