tirto.id - Bertandang ke Pantai Kedonganan sudah jadi agenda wajib wisatawan ketika bertandang ke Bali, sebab menawarkan pesona ombak yang tenang dengan pemandangan cakrawala laut dan nelayan yang hilir mudik menangkap ikan. Namun, jika melihat realitas saat ini, pantai tersebut sudah tidak seelok dulu. Sejauh mata memandang, banyak sampah yang bergulung-gulung bersama ombak, hingga akhirnya terdampar mencoreng pasir putih dekat bibir pantai.
Melewati deretan restoran bahari hingga sampai ke bibir pantai, sudah mulai terdengar suara mesin alat berat yang sudah bekerja keras mengeruk tumpukan sampah kiriman. Sampah tersebut diangkut oleh petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung—organ pemerintah daerah setempat—dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Usut punya usut, timbunan sampah pesisir diperparah oleh angin muson barat yang sedang berembus di Pulau Dewata semenjak Desember lalu. Angin tahunan ini menyapu sampah-sampah dari perkotaan dan sungai menuju muaranya di laut, bahkan sebagian besar diduga merupakan kiriman dari Banyuwangi di pulau seberang.
Belakangan ini, situasi pesisir Bali yang makin dikotori sampah meraup atensi dari sejumlah pihak, seperti wisatawan asing, pemerintah daerah (Pemda), hingga kedutaan besar negara tetangga. Menteri-menteri dari pemerintah pusat bahkan berbondong-bondong terjun ke lapangan untuk memurnikan pesisir Bali dari sampah.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, sudah dua kali bertandang ke Pulau Dewata untuk melakoni agenda bersih-bersih pesisir. Di 2025, dia menargetkan pengurangan sampah laut sebesar 70 persen. Tidak main-main dengan target tersebut, pihaknya menyerahkan satu truk, motor pengangkut sampah, dan trash boom yang kelak ditempatkan di 14 titik sungai di Bali.
“Kami terus memperkuat sistem pengelolaan sampah secara terintegrasi, terutama untuk mengatasi sampah kiriman yang setiap tahun menjadi ancaman serius bagi Pantai Kedonganan dan sekitarnya,” kata Hanif di sela aksi bersih sampah di Pantai Kedonganan, Minggu (19/01/2025).
Aksi Bersih Sampah yang telah digelar dua kali di Pulau Dewata juga merupakan inisiasi kementeriannya untuk menangani ribuan ton sampah musiman dari pesisir selatan Bali. Sekiranya 8.600 peserta dari berbagai elemen dikerahkan di garis pantai untuk memungut sampah dengan total bobot lebih dari 10 ton tersebut.
“Hari ini dan seterusnya, kita akan terus melakukan penyelesaian sampah laut,” janji Hanif.
Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, yang turut hadir membersihkan sampah menyebut Travel and Tourism Development Index (TTDI) Indonesia telah melonjak hingga posisi ke-22 dari 114 negara di dunia pada tahun 2024. Namun, di balik posisi yang tinggi tersebut, indikator health and hygiene (kesehatan dan kebersihan) Indonesia terpuruk di peringkat ke-89.
“Jadi ini semua gerakan bersama, bagaimana concern kita di pilar health and hygiene di destinasi-destinasi wisata, sehingga mengangkat pemeringkatan jadi lebih baik lagi,” tuturnya.
Penyebab Sampah Menumpuk di Pesisir Bali
Hanif menduga sampah yang ada di pesisir Bali merupakan kiriman dari Pulau Jawa. Sampah tersebut terombang-ambing karena arus yang bergerak ke arah timur dan selatan, lalu sebagian terdampar di pesisir Pulau Dewata. Fenomena tersebut, menurut Hanif, terjadi selama angin musim barat dari Oktober hingga Maret setiap tahunnya.
“Sampah kiriman itu terdampar, salah satunya di pesisir Pantai Kuta, Pantai Kedonganan, dan pantai lainnya yang selama ini menjadi daya tarik wisata. Bahkan, berdasarkan data timbunan sampah, yang terbawa di Pantai Kuta sebagian dari negara lain,” ucap Hanif.
Dengan berembusnya angin musim barat, sampah yang berasal dari hilir Jawa tersebut akan menyusuri 13 pantai yang berada di pesisir barat Bali, lalu dapat terbawa arus hingga ke pesisir Afrika.
“Jadi perjalanan sampah itu dari hilir Pulau Jawa sampai Madagaskar,” sambung Hanif.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup, sampah kiriman di Bali selama periode 2024 hingga 2025 diperkirakan mencapai 6.000 ton, lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah sekitar 2.900 ton. Sampah-sampah tersebut bervariasi antara plastik, bahan karet, kayu, dan sampah lainnya.
“Kuta (di Bali) ini jadi satu dari tiga wilayah prioritas utama penanganan sampah di daerah wisata. Kami akan selesaikan semaksimal mungkin dan kami akan kawal hingga bulan April terkait pelaksanaan kebersihan, termasuk sampah kiriman,” bebernya.
Selain Pantai Kuta, Hanif juga memberikan atensi pada Pantai Kedonganan dan pantai-pantai lain di selatan Bali yang selama ini menjadi daya tarik wisata utama Pulau Dewata. Hanif menambahkan, peningkatan timbunan sampah ini juga dipicu dari pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas tidak ramah lingkungan.
Peneliti Oseanografi Universitas Udayana, I Gede Hendrawan, mengatakan bahwa sampah yang berada di pesisir barat Bali dibawa oleh mekanisme arus di Selat Bali. Sampah yang berasal dari Jawa tersebut akan terdampar di beberapa titik, seperti Jembrana, Tabanan, dan Badung.
“Kalau kita lihat mekanisme arus yang disebabkan oleh pasang surut maupun angin di Selat Bali ini, arus dari utara ke selatan jauh lebih besar. Dari pola arusnya, dia menyusur pesisir Bali dan pesisir Banyuwangi,” terang Hendrawan ketika dihubungi oleh Tirto, Senin (20/01/2025).
Saat angin musim barat, ungkap Hendrawan, terdapat pola arus yang mengarah dari Alas Purwo dan pesisir timur Banyuwangi, menyusuri Selat Bali hingga dekat dengan Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Ketapang, lalu berbelok ke sisi selatan Bali. Perputaran air dari arus tersebut yang mengakumulasi sampah-sampah dari Banyuwangi dan pesisir Bali sendiri.
“Pola arus itu akan membawa sampah. Kalau dari pola arus, dia akan lebih banyak terdampar di pesisir Badung, utamanya Pantai Kuta dan Pantai Kedonganan,” lanjutnya.
Selain itu, karakteristik masa angin musim barat yang didominasi penghujan juga berakibat sampah yang berada di daratan terseret hingga ke pesisir barat Bali. Ketika angin musim timur yang berembus, menurut Hendrawan, jarang terjadi fenomena terseretnya sampah di darat ke arah laut.
“Akibat hujan, jadilah terbawa sampah-sampah itu melalui aliran sungai dan irigasi. Pada saat musim timur, tidak ada hujan sehingga sampah cenderung akan menetap di darat,” terang Hendrawan.
Namun, Hendrawan mengungkap penyebab utama banyaknya sampah yang terseret hingga ke pesisir Bali adalah lemahnya pengelolaan sampah yang berada di darat. Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya pada 2019, hanya 48 persen sampah yang terkelola di Bali, sementara sisanya tidak terkelola.
“Yang artinya, dia akan sangat mungkin masuk ke lingkungan dan berakhir di laut yang kemudian terdampar di pesisir Bali atau pesisir lainnya. Dari data kita bisa tunjukkan bahwa 70 hingga 80 persen sampah di laut itu berasal dari aktivitas di darat, sisanya dari aktivitas laut,” bebernya.
Dari pengamatan Hendrawan selama 4 tahun ke belakang, sampah yang berada di pesisir barat Bali didominasi oleh sampah plastik, seperti botol kemasan, pembungkus makanan, dan lembaran-lembaran plastik lainnya. Sampah berbahan kayu juga banyak ditemukan, tetapi lebih sedikit dibandingkan sampah plastik karena dimensi dan densitas kayu yang lebih besar.
“Dominasi sampah yang masuk ke laut itu ada food wrapper, diikuti sachet, dan styrofoam pembungkus makanan itu, baik musim kemarau maupun musim hujan. Densitasnya lebih kecil daripada air laut, sehingga lebih lama dia terapung,” jelas Hendrawan.
Hendrawan juga menyorot perbedaan jenis sampah yang terdampar di pantai-pantai selatan, seperti Pantai Kuta dan Pantai Kedonganan. Di Pantai Kuta sendiri, jenis sampah yang dominan adalah kayu, sementara Pantai Kedonganan dipenuhi plastik dan sampah yang berukuran lebih kecil.
“Dari waktu untuk floating, lebih lama sampah plastik daripada sampah kayu. Jadi dia (sampah plastik) terdamparnya di selatan, di Pantai Kedonganan. Gelombang di Pantai Kuta juga memungkinkan yang besar-besar ini terdampar di Pantai Kuta dibandingkan sampah plastik,” ungkapnya.
Bentuk Tim Koordinasi Penanganan Sampah Laut
Permasalahan sampah di pesisir Bali rupanya telah menjadi persoalan tingkat nasional yang serius. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, telah mengeluarkan Keputusan Menteri Koordinator Pangan RI Nomor 3 Tahun 2025 yang mengisyaratkan terbentuknya tim penanganan sampah laut di Provinsi Bali yang diketuai oleh Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX/Udayana.
“Hal ini karena Bali merupakan salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Untuk tim ini, khusus di Bali, telah ditetapkan oleh Menko Pangan. Tim ini jelas dan bekerja setiap hari. Dukungan segala yang diperlukan untuk penanganan sampah terkhusus di laut Bali ini akan dilakukan dengan all out,” kata Hanif.
Hanif juga mengatakan pihaknya sedang menangani sampah di dua sungai Bali, yaitu Tukad Mati dan Tukad Badung. Selain kedua sungai tersebut, operasi kebersihan juga akan dilakukan ke Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Sungai Bengawan Solo. Penanganan sampah tersebut meliputi pemasangan jaring sampah, pengambilan sampah, serta penerbitan aturan larangan pembuangan limbah tertentu.
“Kami dengan Norwegia, Uni Emirat Arab, UNDP, dan berbagai negara telah menyusun rencana penyelesaian sampah, mulai dari sungai. Ada lima sungai utama yang harus diselesaikan. Perintah Pak Presiden (Prabowo Subianto) sudah jelas bahwa Bali harus bersih, kita akan selesaikan untuk tahun ini dan tidak ada toleransi,” tegasnya.
Kementerian Lingkungan Hidup juga menyoroti sumbangan sampah dari hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang mencapai 25 persen dari total sampah di Bali. Dia ingin Pemerintah Provinsi Bali dan Kementerian Pariwisata turun tangan menangani sampah di sektor tersebut.
“Saya harus pastikan bahwa para hotel dan kafe mampu dan harus mengelola sampahnya sendiri. Jadi, hanya residu yang boleh dibawa ke TPA nantinya,” ucap Hanif.
Kementerian Pariwisata menyambut baik usulan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk membersihkan pesisir barat Bali yang dominan merupakan tempat wisata. Ni Luh Puspa mengatakan kementeriannya juga telah memiliki program Gerakan Wisata Bersih untuk menyadarkan masyarakat menjaga kebersihan di objek daya tarik wisata (DTW).
“Salah satu hal yang membuat orang datang ke satu destinasi adalah bersih atau tidak di sana, maka kebersihan itu menjadi komponen sangat penting untuk daya saing dari daya tarik wisata. Bali daya tarik utamanya adalah keindahan pantainya,” jelas Ni Luh Puspa.
Di sisi lain, pihak pengamat menilai pengelolaan sampah yang berada di Bali belum maksimal. Hendrawan menginginkan Pemda Provinsi Bali dapat bekerja sama dengan Pemda Provinsi Jawa Timur atau Kabupaten Banyuwangi dalam rangka perbaikan pengelolaan sampah yang baik di wilayah tersebut.
“Sepanjang tidak ada pengelolaan sampah yang baik, yang dilakukan di darat, maka setiap tahun Bali harus menerima kiriman sampah, selain sampah dari Bali sendiri,” tutur Hendrawan.
Sebelum ada pengelolaan sampah yang baik, Hendrawan mengungkap bahwa hal yang dapat dilakukan adalah mencegah sampah bocor dari darat ke laut dengan menempatkan waste barrier atau trash boom. Nantinya, pihak kebersihan akan mengambil dan membersihkan sampah-sampah yang tertahan tersebut.
“Ini (waste barrier) sebenarnya bukan jangka panjang, tetapi jangka pendek. Jadi sambil menunggu pengelolaan sampah yang lebih baik,” sambungnya.
Hendrawan juga menilai keseriusan pemerintah dalam menangani masalah sampah di pesisir Bali masih kurang. Meskipun regulasi mengenai pengelolaan sampah sudah dikantongi pemerintah, tetapi implementasinya masih belum optimal.
“Saya pikir, pemerintah selama ini selalu berbicara serius, banyak program. Cuma saya melihat sendiri, keseriusan itu hanya diucapkan, tapi secara implementatif tidak dilakukan. Indikasinya adalah anggaran yang dialokasikan untuk masalah ini masih sangat kecil,” pungkas Hendrawan.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Anggun P Situmorang