tirto.id - “Saya boleh keluar dari sini (Pertamina), tapi catatan saya punya. Kalau rezim betul-betul mau membereskan negeri ini dari korupsi di migas dan Pertamina, saya berani jamin dengan data ini saya penjarakan kalian semua!”
Pernyataan dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tampak menggebu-gebu. Dalam potongan video wawancaranya bersama Narasi, Ahok terlihat begitu gatal ingin membongkar praktik korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh PT Pertamina (Persero). Mantan Komisaris Utama Pertamina itu, bahkan mengklaim memiliki alat bukti berupa notulensi hingga rekaman rapat selama menjabat di perusahaan minyak dan gas tersebut.
Ahok menyebut kasus yang menjerat sejumlah petinggi subholding Pertamina saat ini adalah kasus lama. Namun, dirinya tidak bisa berbuat banyak karena jabatannya hanya sebagai komisaris bukan direktur utama. Sehingga, ia tidak bisa berperan banyak untuk membongkar kasus tersebut.
“Ini ada tangan yang berkuasa ikut main kalau menurut saya di republik ini,” ucap Ahok.
Juru Bicara PDI Perjuangan, Chico Hakim, mengamini bahwa saat ini Ahok sangat antusias untuk memberikan keterangan kepada penyidik jika diperlukan dalam kasus dugaan korupsi di Pertamina. Karena ini adalah kesempatan di mana Ahok dapat membantu pihak kejaksaan untuk membuat kasus ini lebih terang benderang.
“Pak Ahok sangat bersemangat untuk hadir apabila memang ada panggilan dari Kejaksaan,” kata Choco saat dikonfirmasi Tirto, Senin (3/3/2025).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, sebelumnya memang sempat memberi sinyal akan memanggil dan memeriksa seluruh pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina. Tidak menutup kemungkinan dalam hal ini Ahok ikut dipanggil sebagai saksi.
"Siapapun yang terlibat dalam perkara ini, baik berdasarkan keterangan saksi, maupun berdasarkan dokumen atau alat bukti yang lain pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapapun," ungkap Qohar dalam konferensi pers, Rabu (26/2/2025) lalu
Dalam kasus korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk dari kilang di PT Pertamina, Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018-2023, penyidik baru menetapkan sembilan orang tersangka. Tiga tersangka merupakan pihak swasta dan enam lainnya internal sub-holding Pertamina.
Untuk tersangka dari internal Sub holding Pertamina, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shiping, dan Agus Purwoni selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Sementara tersangka dari pihak swasta adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Ahok Menjadi Saksi Kunci?
Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, mengatakan apapun yang akan disampaikan Ahok kepada Kejaksaan Agung nantinya bisa jadi hal penting yang akan membuat terang proses hukum yang saat ini berjalan.
Aparat Penegakan Hukum (APH) dalam hal ini, harus terbuka dan transparan terhadap kasus ini, karena setiap informasi dan data dari masyarakat harus ditindaklanjuti termasuk juga dari Ahok.
“Bisa jadi informasi tersebut dari Ahok punya arti penting dan menambah bukti serta petunjuk lebih lanjut,” kata Bisman kepada Tirto, Senin (3/3/2025).
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menambahkan jika seorang punya informasi baiknya memang segera dipanggil oleh penyidik. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan berita acara penyidikan perkara yang sedang ditangani oleh penyidik.
“Apalagi Ahok ini mantan komisaris utama lagi. Dia harus dipanggil oleh kejaksaan,” kata dia kepada Tirto, Senin (3/3/2025).
Menurut Zaenur, pemanggilan Ahok ini bisa menjadi saksi kunci dan penting untuk membuktikan sangkaan dari penyidik di Kejaksaan. Pun bila ternyata Ahok mengetahui hal di luar kasus yang sedang ditangani Kejagung saat ini, maka itu akan menjadi lebih bagus lagi.
Dalam hal ini, kata Zaenur, Kejaksaan bisa melakukan pendalaman terhadap hal tersebut. Sekaligus bisa membuka kemungkinan apakah ternyata informasi yang dimiliki Ahok itu berharga, apakah itu mengarah kepada pidana, atau hal lainnya yang perlu ditindaklanjuti.
“Tetapi kan tidak semua informasi itu ternyata berharga dari sisi penegakan hukum. Itu terserah dari penyidiknya. Penyidik yang tahu apa kebutuhannya,” jelas dia.
Keterangan dari Ahok, kaya Zaenur, setidaknya bisa memperkuat sangkaan dari Kejaksaan. Dan barangkali juga keterangannya bisa kemudian membuka perkara-perkara baru. Tapi itu semua akan tergantung apakah didukung oleh alat bukti atau misalnya itu hanya berbentuk perkiraan-perkiraan.
“Jadi semua harus didukung pakai alat bukti. Dan ini menjadi kesempatan bagus untuk bongkar semua. Bongkar semua agar semuanya jelas. Mana yang pidana, mana yang bukan. Mana yang itu hanya dugaan-dugaan. Mana yang didukung oleh alat bukti dan seterusnya,” pungkas Zaenur.
Kenapa Baru Sekarang?
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan jika memang Ahok punya bukti harusnya disampaikan langsung ke aparat penegak hukum. Karena jika berpikir hukum, tidak bisa kemudian hal-hal yang dianggap atau diduga korupsi hanya dibiarkan liar diperbincangkan di ruang publik semata, tetapi harus dikonfirmasi dan dilaporkan ke penegak hukum.
“Ahok kan lama di BUMN, kenapa baru hari ini Ahok menggebu-gebu ingin menyelesaikan dugaan korupsi di dalam. Kan dia punya waktu lama, punya otoritas itu semestinya Ahok dari dulu dong bicara pembersihan di BUMN,” kata pria akrab disapa Castro kepada Tirto, Senin (3/3/2025).
Pengamat Energi dari Institut Energi Anak Bangsa (IEAB), Tunjung Budi, juga mempertanyakan sikap mantan Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024 yang baru bersuara saat ini. Dia menilai seolah-olah Ahok hanya cuci tangan dari polemik dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina.
Menurutnya, Pasal 92 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, komisaris memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan jalannya pengurusan perusahaan. Jelas seorang Komisaris di BUMN harus bertanggungjawab hukum, termasuk memastikan tata kelola yang baik (good corporate governance).
“Selain itu, Pasal 108 UU yang sama menyebutkan bahwa komisaris bertanggung jawab atas kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasannya," jelasnya.
Dalam konteks BUMN, Ia menuturkan adanya Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/2020 juga mengatur bahwa komisaris memiliki kewajiban untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum dan mencegah potensi penyimpangan.
“Oleh karena itu, Ahok sebagai Komut Pertamina 2019-2024 tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab, terutama dalam kasus yang kini menjadi perhatian Kejagung," katanya.
Lebih lanjut, Tunjung mengkritik sikap Ahok yang justru mengeluarkan pernyataan kontroversial saat isu pemanggilan dirinya menguat. Ia menilai hal itu justru memperkeruh keadaan dan tidak menjawab pertanyaan utama terkait sejauh mana pengawasan yang telah dilakukan selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina.
“Kalau merasa ada yang salah dalam pengelolaan Pertamina selama kepemimpinannya, kenapa baru bicara sekarang? Mengapa tidak sejak dulu mengambil tindakan tegas atau melaporkan ke pihak berwenang?” ujarnya.
Tunjung juga menyoroti bagaimana komisaris BUMN, termasuk Ahok, harus memahami bahwa mereka tidak hanya memiliki peran seremonial, tetapi juga tanggung jawab hukum yang melekat. “Jika dalam masa jabatannya terjadi dugaan penyimpangan, maka secara hukum komisaris bisa dimintai pertanggungjawaban, terutama jika ada unsur kelalaian dalam pengawasan," tegasnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, justru mengapresiasi langkah Ahok untuk bersuara hari ini. Pun jika ada pihak-pihak yang skeptis atau bahkan menyerang Ahok dengan menyatakan kenapa sekarang baru bicara, maka patut diduga orang tersebut tak paham bagaimana kondisi Ahok semasa menjabat sebagai Komut Pertamina.
“Saya percaya terhadap kredibilitas Ahok sebagai Komut Pertamina,” kata Yusri kepada Tirto, Senin (3/3/2025).
Selama menjabat sebagai Komut Pertamina, setidaknya ada sekitar 50 surat CERI dan pesan disampaikan langsung ke nomor WhatsApp Ahok terkait temuan atas dugaan penyimpangan proses bisnis dari hulu ke hilir di Pertamina Group. Tidak lebih dari 24 jam semua pertanyaan CERI telah direspons dengan baik dengan tindak lanjut untuk memperbaikinya.
“Kami sangat mengapresiasinya," ungkap Yusri.
Untuk itu, dia berharap Ahok berani mengungkap di hadapan Penyidik Pidsus Kejagung apa isi pembicaraan dalam pertemuan di rumah Ricardo Galael sekitar 2022 - 2023. Di mana katanya dihadiri utusan khusus yang sangat berpengaruh di kementerian agar Ahok tutup mata dalam proses bisnis pengadaan minyak mentah dan BBM.
"Saat itu katanya Ahok menolak mentah-mentah ajakan itu, yang membuat semua kecewa atas sikap Ahok tersebut,” jelas dia.
Dengan harapan yang tinggi, tentu banyak yang menunggu kapan nyanyian Ahok ini akan dimulai. Terutama mengungkap semua kebenaran yang selama ini terselimuti dalam bisnis BBM yang menguntungkan beberapa pihak.
Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo, juga berharap tentunya nyanyian Ahok tidak sekedar berhenti pada kasus-kasus ini saja. Ia berharap Ahok memiliki bukti lebih banyak termasuk mengungkap kemana saja aliran-aliran dana dari sembilan tersangka korupsi pengelolaan minyak mentah tersebut.
“Saya pikir nyanyi-nya itu akan lebih banyak kepada aliran dana. Justru saya lebih senang kalau aliran dana itu dibuka, nyanyian itu kepada yang menerima aliran dana. Kalau hanya memperkuat pembuktian kan mereka sudah jadi tersangka,” tutup Yudi kepada Tirto, Senin (3/3/3025).
Masyarakat tentu kini menunggu dengan penuh perhatian langkah-langkah yang akan diambil oleh Ahok. Apakah Ahok akan menjadi pemicu bagi terungkapnya skandal besar ini? Hanya waktu yang akan menjawab.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang