Menuju konten utama

Bila Pertamina Terbukti Curang, Warga Sangat Berhak Menggugatnya

Warga punya dua opsi langkah hukum untuk menggugat Pertamina bila terbukti curang, yaitu citizen lawsuit & class action.

Bila Pertamina Terbukti Curang, Warga Sangat Berhak Menggugatnya
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax dan pertalite di SPBU Asaya, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/2/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wpa.

tirto.id - M. Fadhil Alfathan bertambah sibuk sejak pertengahan pekan ini. Semenjak Rabu (26/2/2025) lalu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu telah menerima ratusan laporan warga soal dampak korupsi tata kelola minyak mentah yang dilakukan PT Pertamina. Salah satu aspek yang dikuak Kejaksaan Agung dari kasus itu adalah dugaan “pengoplosan” BBM.

Dugaan adanya “pengoplosan” BBM itu bermula dari temuan Kejagung soal kejanggalan catatan pembelian BBM oleh PT Pertamina. Tercatat, Pertamina membeli BBM dengan research octane number (RON) 92, tapi yang didatangkan adalah RON 90 dan RON 88.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan Kejagung terhadap para tersangka menunjukkan terjadinya praktik blending atau pencampuran antara BBM RON 92 dengan BBM RON yang lebih rendah.

Sebagai informasi, proses blending sebetulnya adalah hal yang lumrah dilakukan dalam produksi BBM. Hal itu dilakukan dengan menambahkan zat aditif atau zat tambahan ke minyak mentah untuk mencapai standar RON yang diinginkan.

Lalu, yang dimaksud Kejagung sebagai praktik “pengoplosan” Pertamax dalam kasus korupsi PT Pertamina ini adalah proses pencampuran RON 92 dengan RON yang lebih rendah tingkatnya. Pencampuran semacam itu, menurut Kejagung, tidak seharusnya dilakukan dalam tata kelola produksi BBM.

Usai temuan Kejagung itu tersebar ke publik melalui pemberitaan media massa, banyak warga merasa dirugikan oleh Pertamina. Sebab, mereka menerima produk BBM yang yang tidak sesuai standar dan harga beli.

LBH Jakarta mendapati banyak keluhan dari warga di media sosial terkait skandal dugaan pengoplosan BBM yang dilakukan Pertamina. Ini membuat Fadhil dan rekan-rekannya membuka jalur pengaduan untuk warga yang merasa sudah dirugikan.

“Kerugian-kerugian yang banyak diadukan paling banyak adalah soal kerugian ekonomis, karena masyarakat merasa ada selisih antara harga RON 92 dan RON 90,” ungkap Fadhil kepada wartawan Tirto, Jumat (28/2/2025).

Hingga Jumat siang, LBH Jakarta setidaknya sudah menerima 426 aduan dari warga. Fadhil menyatakan bahwa mayoritas warga merasa tertipu karena membayar untuk produk Pertamax, tapi justru mendapatkan produk di bawah kualitas tersebut. LBH Jakarta pun berencana membuka pengaduan untuk warga hingga Rabu (3/3/2025) pekan depan.

Saat ini, Fadhil mengaku masih menelaah laporan dari warga untuk mempersiapkan langkah hukum yang akan ditempuh ke depan. LBH Jakarta akan mendalami terlebih dahulu apakah benar sudah terjadi kerugian terhadap warga imbas korupsi tata kelola minyak mentah oleh Pertamina. Menurutnya, LBH Jakarta perlu menemukan kausalitas antara aduan warga dengan kasus yang sedang terjadi saat ini.

Dua Skema Langkah Hukum

Sebetulnya, sudah ada dua skema langkah hukum yang bisa dilakukan untuk menindaklanjuti aduan warga tersebut. Pertama, kata Fadhil, melakukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit. Gugatan ini akan dilakukan apabila sasaran tembaknya adalah regulasi atau kebijakan tata kelola/distribusi BBM yang membuka celah korupsi.

“Kami pernah melakukan gugatan warga negara terkait dengan polusi udara Jakarta atau gugatan warga negara terkait praktik eksploitatif pinjaman online yang mana itu menyasar kebijakan negara yang selama ini kurang kuat menjamin hak warga negara,” jelas Fadhil.

Lalu, opsi kedua adalah melayangkan gugatan perwakilan kelompok atau class action. Fadhil menjelaskan bahwa class action bisa dilakukan apabila kerugian warga imbas korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina telah terbukti. Class action akan menyederhanakan administrasi peradilan pada sebuah kasus yang memiliki laporan serupa.

“Gugatan ini bisa diajukan agar kemudian memulihkan kerugian yang ditimbulkan polemik ini,” terang Fadhil.

Faisal Rizaldi, warga Kota Depok, mengaku melayangkan aduan kepada LBH Jakarta. Sebagai konsumen loyal Pertamina, kata Faisal, dia merasa dirugikan apabila betul-betul terjadi praktik pengoplosan BBM Pertamax dalam jumlah yang masif.

Pria yang biasa mengisi BBM Pertamax untuk kendaraan roda duanya itu menilai bahwa hal yang dilakukan Pertamina membuatnya ragu. Dari sejumlah pemberitaan media yang Faisal pantau, PT Pertamina memang telah menyanggah adanya pengoplosan BBM. Namun, Faisal merasa bahwa ucapan saja tidak cukup karena masyarakat sudah terlanjur kecewa.

“Bayangkan dari 2018-2023, siapa yang enggak males. Ngisi bensin nonsubsidi, eh dapetnya kualitas oplosan,” ucap Faisal ditemui Tirto di Jakarta, Jumat.

Adinda, warga Jakarta Selatan, mengaku belum merasakan dampak pada mobil pribadinya sejauh ini usai mendengar adanya dugaan praktik pengoplosan BBM Pertamax. Dia memang sehari-hari membeli Pertamax untuk bahan bakar kendaraan roda empatnya itu. Meski belum berminat melayangkan gugatan, Adinda mendukung warga yang berupaya meminta hak dan ganti rugi imbas kerugian atas korupsi tata kelola minyak mentah oleh PT Pertamina.

“Mungkin enggak [terjadi] di semua SPBU kali ya, tapi aku ngerasa sah aja sih menggugat pihak yang merasa udah ngerugiin orang banyak. Hak warga yang utama dahuluin,” kata Adinda singkat saat ditemui Tirto.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, memastikan bahwa Pertamax, produk BBM RON 92 yang beredar, dan produk Pertamina lain memiliki kualitas yang baik dan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM.

Produk dari Pertamina secara berkala diuji dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM lewat Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS).

Pertamina pun menyatakan menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejagung terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di periode 2018-2023. Pertamina pun memastikan bahwa selama proses penyidikan tersebut, operasional Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM kepada masyarakat tetap berjalan dengan lancar.

“Kami pastikan bahwa operasional Pertamina saat ini berjalan lancar dan terus mengoptimalkan layanan serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat,” kata Simon.

Sementara itu, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meminta masyarakat tidak khawatir dengan produk PT Pertamina. Dia mengaku sudah menerjunkan tim untuk memastikan kualitas BBM Pertamina sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

“Tim juga lagi menurunkan ke lapangan untuk mengecek. Tapi, laporan yang sampai dengan hari ini yang kami terima bahwa antara apa yang dibeli dengan kualitasnya itu sama,” ujar Bahlil di Kompleks Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/2).

Upaya Hukum Adalah Hak Warga

Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menjelaskan bahwa Pertamina tidak bisa asal menyampaikan klarifikasi atau sanggahan begitu saja. Menurutnya, perlu ada pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya. Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan melibatkan partisipasi masyarakat.

Lewat pemeriksaan itu, harapannya ditemukan fakta kredibel yang dapat dipercaya oleh masyarakat.

“Warga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan kebutuhannya untuk mendapatkan pemulihan dan menjamin kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa depan,” ucap Fadhil.

Sementara itu, Staf Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Arianto Harefa, menyatakan bahwa upaya class action sangat memungkinkan dilakukan dalam kasus dugaan pengoplosan BBM Pertamax ini. Hal itu pun dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ari, sapaan akrabnya, menjelaskan beberapa hak konsumen, salah satunya adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan, konsumen berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi.

Jika pembuktian dugaan pengoplosan dan korupsi itu terbukti benar, ini harus menjadi evaluasi bagi Pertamina sebagai salah satu perusahaan BUMN yang terkemuka. Selain itu, perlu ada keterbukaan informasi mengenai kualitas BBM yang dijual kepada masyarakat.

“Peluang untuk memenangkan gugatan class action yang diajukan konsumen ke lembaga peradilan sebenarnya cukup besar jika memang terbukti nantinya terdapat temuan terkait pengoplosan BBM Pertalite dengan Pertamax,” ucap Ari kepada wartawan Tirto, Jumat.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, memandang hingga saat ini pemerintah cuma fokus soal kerugian negara, tapi tidak menghitung kerugian masyarakat sebagai konsumen PT Pertamina.

Menurutnya, terdapat kerugian konsumen atau consumer loss yang ditimbulkan akibat dugaan pengoplosan Pertamax. Kerugian itu timbul lantaran masyarakat membayar lebih mahal barang dengan kualitas RON 90.

Imbasnya, kata Nailul, terjadi kerugian konsumen secara langsung sebesar Rp47 miliar per hari atau setara Rp17,4 triliun selama setahun apabila terbukti terjadi praktik pengoplosan.

“Dampaknya menghilangkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp13,4 triliun karena dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan menambah selisih harga Pertamax oplosan,” jelas Nailul kepada wartawan Tirto, Jumat.

Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, menambahkan bahwa lewat pengumpulan bukti yang berkembang, seharusnya masyarakat memiliki kesempatan dan peluang untuk memenangi gugatan.

Namun, kata Intan, semua bergantung pada dinamika di pengadilan. Menurut Intan, penegakan hukum di Indonesia masih cenderung tidak mencerminkan keadilan dan berkompromi pada kepentingan pihak tertentu dalam beberapa kasus.

Dengan kondisi itu, peluang kemenangan warga menjadi tidak mutlak. Di sinilah tantangan masyarakat sipil jika nanti memutuskan untuk melakukan class action. Selain itu, class action membutuhkan tenaga, waktu, sumber daya, serta kegigihan.

Menurut Intan, penting bagi warga mendorong evaluasi kinerja dan kualitas layanan dari PT Pertamina. Sebab, itu merupakan hak warga sebagai konsumen. Sebagai BUMN, PT Pertamina harus memberikan layanan berkualitas untuk masyarakat. Tidak hanya sebagai bentuk tanggung jawab pada masyarakat luas, tapi sekaligus merepresentasikan negara serta profesionalisme dan integritasnya dalam bekerja.

“Penting untuk terus mengawal dan memastikan proses hukum terkait kasus ini diselesaikan dengan tuntas dan tegas ke akarnya untuk memenuhi rasa keadilan untuk rakyat dan memastikan supremasi hukum di Indonesia,” ucap Intan kepada wartawan Tirto, Jumat.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi