Menuju konten utama

Risiko Fatal BBM Murah bagi Mesin Kendaraan Beroktan Tinggi

Penggunaan bahan bakar beroktan rendah pada mesin modern dengan rasio kompresi tinggi dapat mengurangi efisiensi termal.

Risiko Fatal BBM Murah bagi Mesin Kendaraan Beroktan Tinggi
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (3/1/2023). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.

tirto.id - PT Pertamina (Persero) tak berhenti menyedot perhatian publik. Setelah pada Desember 2024 lalu beredar video kendaraan rusak yang diklaim terjadi usai diisi dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax, kini mencuat dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga–anak usaha Pertamina, terkait tata kelola minyak mentah.

Tak hanya itu, korupsi juga mencakup Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018 sampai 2023. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 7 tersangka dari aksi korup yang merugikan ratusan triliun rupiah ini.

“Diperkirakan kerugian keuangan negara hingga Rp193,7 triliun,” ungkap Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Abdul Qohar.

Lebih jauh Qohar menerangkan, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Pertamina Patra Niaga, mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite. Padahal, dalam kesepakatan dan pembayarannya tertulis pembelian Pertamax dengan RON 92.

"Kemudian dilakukan blending di-storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," ucap Qohar.

Namun begitu, Kejagung sudah meluruskan informasi terkait pengoplosan Pertamax dengan Pertalite. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan kalau aksi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite terjadi pada periode 2018-2023, sebagaimana lokus tindak pidana dalam kasus ini.

"Kan peristiwanya sudah lewat. Ini peristiwanya 2018-2023. Jadi yang kami sampaikan ke publik, ke media adalah fakta hukumnya. Fakta hukumnya ini di 2018-2023, dan ini sudah selesai. Minyak ini barang habis pakai," ujar Harli kepada wartawan, Rabu (26/2/2025).

Harli menjelaskan, penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak di Pertamina Patra Niaga masih terus berjalan. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan perkara.

"Jadi, kalau dikatakan stok 2023 itu enggak ada lagi, ya kan? Nah, 2018-2023 ini juga ini sedang kami kaji. Apakah di 2018 terus berlangsung sampai 2023, atau misalnya sampai tahun berapa dia," ucap Harli.

Pertamina pun telah membantah klaim mengoplos BBM jenis Pertamax dengan BBM jenis Pertalite. Pertamina mengaku, Pertamax yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Menurut Fadjar, terdapat narasi yang keliru ketika memahami pemaparan Kejagung dalam dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Fadjar menegaskan bahwa poin yang dipermasalahkan oleh Kejagung adalah pembelian RON 90 dan RON 92, bukan terkait adanya oplosan Pertalite menjadi Pertamax.

BBM Oktan Rendah Berpengaruh ke Performa

Oplosan memang tak seharusnya digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, sebab punya dampak buruk terhadap mesin. Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menjelaskan, oplosan berpotensi merusak sistem injeksi modern dan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kendaraan.

“Saat ini ramai dugaan pengoplosan Pertamax oleh Pertamina menjadi perhatian serius karena pencampuran bahan bakar tanpa standar teknis yang tepat dapat mengubah sifat kimia dan kualitas bahan bakar,” kata Yannes kepada wartawan Tirto, Rabu (26/2/2025).

Tak cuma oplosan, penggunaan bahan bakar dengan oktan rendah pada kendaraan yang dirancang untuk bahan bakar beroktan tinggi juga dapat menimbulkan dampak serius terhadap performa dan umur mesin.

Yannes bilang, bahan bakar beroktan rendah, seperti Pertalite (RON 90), memiliki ketahanan lebih rendah terhadap knocking dibandingkan bahan bakar seperti Pertamax (RON 92) atau Pertamax Turbo (RON 95).

Knocking sendiri terjadi ketika campuran udara dan bahan bakar di ruang bakar terbakar tidak sempurna, menyebabkan tekanan abnormal yang merusak piston, klep, dan dinding silinder,” ucap Yannes.

Menurutnya, ciri-ciri knocking yang bisa dirasakan atau didengar oleh pengemudi adalah suara seperti ketukan logam atau dentuman halus yang berasal dari mesin, berbunyi "tek-tek-tek" atau "ketok-ketok" yang tidak wajar.

Selain isu knocking, Yannes menjelaskan, penggunaan bahan bakar beroktan rendah pada mesin modern dengan rasio kompresi tinggi dapat mengurangi efisiensi termal, meningkatkan konsumsi bahan bakar, dan menyebabkan emisi gas buang yang lebih tinggi.

Hal ini pada akhirnya bisa memicu penumpukan kerak karbon di ruang bakar, injector, dan katup intake, yang mengganggu aliran bahan bakar dan mengurangi performa mesin secara keseluruhan.

PERSEDIAAN BBM KEMASAN UNTUK PEMUDIK

Petugas mengisi BBM jenis Pertamax pada mobil milik pemudik di kios BBM kemasan milik Pertamina di 'rest area' ruas Tol Bawen-Salatiga KM 49, Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (19/6). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Setali tiga uang, Pengamat Otomotif, Bebin Djuana juga mengungkap pentingnya menggunakan BBM dengan oktan tinggi. Menurut Bebin, dengan memakai BBM ber-oktan tinggi, maka kualitas pembakaran akan lebih baik dan panas yang dihasilkan pun akan lebih besar.

“Panas yang dihasilkan itu adalah sumber tenaga. Itu sebabnya mesinnya akan terasa lebih bertenaga. Kemudian performanya meningkat. Orang awam merasakan sebagai tarikannya lebih baik. Dan juga karena kualitasnya lebih baik, maka tingkat polusinya lebih rendah. Itu benefitnya,” kata Bebin kepada Tirto, Kamis (27/2/2025).

Memang, studi Albana (2016) yang dipublikasikan di Jurnal Integrasi pun menunjukkan penggunaan bahan bakar dengan angka oktan 95 menghasilkan emisi gas buang karbon monoksida/CO yang jauh lebih rendah ketimbang menggunakan bahan bakar dengan angka oktan 88.

Sementara torsi, daya (power) dan tekanan efektif rata-rata (BMEP) yang dihasilkan dari penggunaan bahan bahan bakar dengan RON 95 juga lebih tinggi dibandingkan ketika menggunakan bahan bakar dengan RON 88.

Selaras dengan Yannes, Bebin juga menerangkan bagaimana penggunaan BBM oplosan bisa mengotori tangki. Lalu dari tangki, bisa bergeser ke pompa bahan bakar atau fuel pump.

Fuel pump ada kaitannya dengan filternya. Kemudian, walaupun sudah melalui filter, apakah meninggalkan kotoran di jalur supply bahan bakar? Berikutnya, bagaimana dengan injektor?

Ini barang mahal. Kalau bisa dibersihkan, kalau tidak, ini yang membuat biaya perbaikan mahal. Bersama dengan pompa yang tadi sangat mungkin rusak,” ucap Bebin lewat sambungan telepon.

Perhatikan Rasio Kompresi

Setiap kendaraan, baik mobil maupun motor punya kebutuhan BBM yang berbeda-beda. Hal itu lantaran tidak semua jenis kendaraan memiliki rasio kompresi mesin yang sama. Rasio kompresi sendiri merupakan perbandingan antara volume silinder ketika piston berada di titik yang terendah dan tertinggi.

Rasio kompresi ini dianggap berhubungan dengan jenis bahan bakar yang ideal untuk setiap kendaraan. Pada umumnya, mesin kendaraan dengan rasio kompresi tinggi membutuhkan bahan bakar dengan nilai oktan atau RON yang tinggi pula.

Sebagai contoh, kata Yannes, mesin dengan rasio kompresi rendah (sekitar 8–9:1), seperti pada kendaraan lama dan yang masih menggunakan karburator, cukup menggunakan BBM oktan rendah, alias RON 88–90.

Sedangkan kendaraan modern dengan rasio kompresi tinggi, yakni di atas 10:1, memerlukan BBM beroktan tinggi (RON 92–98), karena mampu menahan tekanan tinggi tanpa menyebabkan pembakaran dini.

Untuk diketahui, RON merupakan singkatan dari Research Octane Number, yang berarti sebuah angka untuk menunjukkan daya bakar bahan bakar mesin pada kecepatan dan suhu rendah.

RON dirancang untuk mencerminkan perilaku bahan bakar dalam kondisi normal dan selama akselerasi. Jenis RON yang ideal untuk kendaraan biasanya tercantum dalam buku manual atau lembar spesifikasi kendaraan.

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Otomotif
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Anggun P Situmorang