tirto.id - Ramadhan dan Lebaran datang sebentar lagi. Pada periode ini, konsumsi masyarakat biasanya akan tumbuh tinggi dari periode-periode biasa. Dengan tren inilah para pengusaha ritel optimistis dapat mencapai penjualan hingga Rp75 triliun pada Ramadhan dan Lebaran 2024.
Target penjualan tersebut tak lain berasal dari program diskon Friday Mubarak yang diluncurkan mulai Jumat (28/2/2025) dan akan berlangsung di sepanjang bulan puasa atau dalam hal ini akan berakhir pada 31 Maret 2025. Selain itu, penjualan ritel juga akan terdongkrak melalui program Belanja di Indonesia Aja (BINA) Lebaran yang diinisiasi oleh Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dan Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) serta Bazar Ramadan dan Lebaran Sale oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
“Ya kita berusaha, harus ada keyakinan, nanti dengan BINA ya, bukan ini aja ya. Harus (optimistis),” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin dalam Peluncuran Program Friday Mubarak, di Hypermart Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (28/2/2025).
Pada tahun lalu misalnya, Ramadhan dan Lebaran yang jatuh pada Maret dan April 2024 membuat konsumsi rumah tangga di kuartal I tumbuh sebesar 4,91 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 54,93 persen. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok restoran dan hotel.
Konsumsi rumah tangga itu lebih tinggi dari kuartal sebelumnya, yang hanya tumbuh di level 4,47 persen. Pun, dengan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2023 yang hanya tumbuh sebesar 4,54 persen. Namun, jika dibanding periode Ramadhan dan Lebaran 2023 yang jatuh pada kuartal II, pertumbuhan konsumsi rumah tangga saat Hari Raya umat Muslim 2024 tumbuh lebih terbatas. Pada kuartal II 2023, konsumsi rumah tangga dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) masih berhasil tumbuh 5,32 persen, dengan sumbangan terhadap PDB mencapai 53,31 persen.
“Ini me-launching Friday Mubarak, Jumat Barokah. Nah ini berlangsung sampai dengan 30 Maret, dan target penjualannya Rp75 triliun. Dan tentu ini diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dalam negeri. Dan selain program Friday Mubarak, dari Hippindo akan launching juga BINA Lebaran. Kemudian dari idEA akan mendorong Bazar Ramadan dan Ramadhan Sale,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, menjelaskan, khusus untuk program BINA Lebaran, diharapkan dapat meraup Rp30 triliun, dari total penjualan ritel yang ditarget terjadi selama Ramadan. Menurutnya, melalui gebyar diskon selama Ramadan hingga Lebaran ini, tak hanya penjualan ritel saja yang akan terdongkrak, namun juga penjualan produk-produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pasalnya, dalam berbagai program ini, peritel maupun penjual daring diharapkan untuk memprioritaskan penjualan produk-produk lokal.
“Kemendag mendukung pelaksanaan berbagai program belanja yang digagas para pelaku usaha untuk menyambut bulan puasa dan Lebaran 2025. Program-program ini menawarkan berbagai promosi yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, serta mendukung pelaku UMKM dan ritel modern," kata Budi, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (28/2/2025).
Peningkatan konsumsi rumah tangga selama Ramadhan dan Lebaran juga diramal bakal terjadi oleh Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah. Optimisme ini muncul karena secara historis, konsumsi rumah tangga selalu mengalami penaikan saat Ramadan dan Lebaran. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh penjualan ritel dan mobilitas masyarakat saat mudik Lebaran.
Pada Maret 2024 misalnya, kinerja penjualan eceran yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat sebesar 235,4, tumbuh 9,3 persen secara tahunan (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dari pertumbuhan IPR Februari 2024 yang hanya sebesar 6,4 persen.
Jika dirinci, peningkatan kinerja penjualan eceran terjadi pada beberapa kelompok, di antaranya sub kelompok sandang yang tumbuh sebesar 20,6 persen (yoy), kemudian diikuti sub kelompok suku cadang yang tumbuh 17,3 persen (tot) serta kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 10,4 persen.
Sementara berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), secara nasional pergerakan selama arus mudik dan balik Lebaran 2024 diperkirakan mencapai 193,6 juta orang atau setara dengan 71,7 persen dari total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami peningkatan dari Lebaran 2023 yang diperkirakan mencapai 123,8 juta orang atau setara dengan 46 persen dari total penduduk.
“Secara historis, even ketika kita mengalami pandemi itu pun pada periode Ramadan sampai dengan Lebaran, itu konsumsi naik. Jadi secara historis memang pada bulan Ramadan dan Lebaran itu konsumsi akan naik dan itu akan diproyeksikan akan terjadi juga pada tahun ini,” kata Piter, saat dihubungi Tirto, Jumat (28/2/2025).
Hanya saja, kenaikan konsumsi rumah tangga pada periode Ramadhan dan Lebaran 2025 diperkirakan akan lebih rendah dari kenaikan di tahun sebelumnya. Banyak masalah yang membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Ramadhan dan Lebaran kali ini tak terlalu tinggi, salah satunya ialah penurunan daya beli masyarakat yang tercermin dari rendahnya tingkat inflasi sejak awal 2025.
BPS mencatat, pada Januari terjadi deflasi sebesar 0,76 persen secara bulanan (month to month/mtm) dan inflasi secara tahunan hanya 0,76 persen (yoy). Diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya listrik 450-2.200 volt ampere (VA) lah yang mampu menekan inflasi awal tahun.
“Kita tahu bahwa angka PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tinggi dan itu tentunya daya beli yang pada akhirnya akan berdampak kepada kemampuan masyarakat atau keputusan masyarakat untuk berkonsumsi,” imbuh dia.
Angka PHK yang di Sepanjang 2024 mencapai 77.965 tenaga kerja dan sekitar 4.050 pekerja pada Januari 2025 –menurut laporan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), dinilai akan membuat daya beli masyarakat yang sudah lemah kian jatuh. Namun demikian, konsumsi dinilai akan tetap terjadi kala Ramadan dan Lebaran datang. Pun, dengan mudik Lebaran yang sudah menjadi tradisi di Indonesia.
“Bahkan mereka yang kena PHK, mereka berkesempatan untuk mudik dengan waktu yang lebih panjang, lebih duluan mudik, sambil mencari pekerjaan baru. Makanya, mudiknya tetap, cuma konsumsinya yang akan lebih tertekan,” kata Piter.
Proyeksi Daya Beli
Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufikurahman, memproyeksikan konsumsi masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran 2025 mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp1.188 triliun. Lonjakan ini didorong oleh pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN), yang secara historis meningkatkan daya beli. Selain itu, pemerintah menginisiasi kembali program Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) dan Belanja di Indonesia Aja (BINA) guna mendorong konsumsi domestik.
Namun, perlu dicermati bahwa pertumbuhan ini tidak hanya mencerminkan daya beli yang meningkat, tetapi juga inflasi musiman yang dapat menggerus daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah juga berpotensi terjadi. Inflasi diperkirakan terjadi oleh lonjakan permintaan pada sektor-sektor strategis, terutama kebutuhan pokok dan energi.
“Konsumsi minyak goreng diperkirakan meningkat 14,67 persen, sementara permintaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertalite masing-masing naik 16,7 persen dan 11,2 persen. Peningkatan ini mencerminkan tingginya aktivitas ekonomi selama Ramadan dan arus mudik Lebaran,” jelas Rizal, melalui aplikasi perpesanan kepada Tirto, Jumat (28/2/2025).
Kenaikan konsumsi energi yang tidak diimbangi dengan stabilisasi harga dapat menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat, terutama di tengah tren harga komoditas global yang fluktuatif. Karenanya, agar BBM tak terlalu mengerek inflasi, pemerintah dan pemangku kepentingan perlu memastikan ketersediaan pasokan dan intervensi harga.
Di sisi lain, meski konsumsi diproyeksi bakal menunjukkan tren positif, tantangan struktural dari Gelombang PHK dan juga kebijakan efisiensi anggaran pemerintah tetap membayangi. Kondisi ini berpotensi menciptakan disparitas antara kelompok ekonomi yang mampu meningkatkan konsumsi dan kelompok yang justru semakin terbebani secara finansial, yang dalam hal ini banyak berasal dari kelas menengah ke bawah. Sayangnya, sampai saat ini belum ada kebijakan khusus untuk mengatasi permasalahan tersebut dan membuat peningkatan konsumsi rumah tangga tak sekadar menjadi fenomena musiman.
“Dengan demikian, keberlanjutan konsumsi yang sehat dan berkualitas memerlukan pendekatan holistik yang mencakup kebijakan fiskal yang adaptif, pengendalian inflasi yang efektif, insentif bagi para pelaku usaha terutama bahan baku dan teknologi, penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga bahan pokok, dan distribusi insentif yang lebih merata,” tegas Rizal.
Dari sisi ritel, Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, pun meminta agar pemerintah tak segan menggelontorkan stimulus kepada masyarakat dan juga industri manufaktur. Karena dengan pemberian stimulus tersebut, konsumsi dapat benar-benar meningkat, sehingga pada akhirnya dapat mendorong kinerja sektor ritel pada masa Ramadan dan Lebaran 2025.
Sebab, meski penjualan ritel yang menjadi salah satu dorongan konsumsi rumah tangga selama Ramadan dan Lebaran 2025 akan meningkat bahkan dibandingkan Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru), pertumbuhan tersebut dinilai tak akan setinggi yang terjadi di 2024. Sebab, selain karena pelemahan daya beli dan juga masifnya gelombang PHK, masyarakat juga baru belanja saat Nataru yang mana baru terjadi sekitar dua bulan lalu.
“Yang idealnya itu kan, kalau 6 bulan sekali, baru 2 bulan udah mesti belanja. Jadi memang Lebaran kali ini juga bertepatan dengan efisiensi (anggaran) pemerintah, itu mungkin juga akan mempengaruhi sektor-sektor tertentu seperti UKM-nya yang tadinya dapat orderan (jadi berkurang), itu akan mempengaruhi juga sih,” jelas Budihardjo, kepada Tirto, Jumat (28/2/2025).
Dalam hal ini, bos ritel itu berharap dapat melanjutkan pemberian diskon tarif pesawat, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, hingga pemberian insentif untuk UMKM.
“Kita berharapnya agar secepatnya pemerintah memberikan mungkin ya itu ya kalau gaji ASN atau bonusnya bisa dikeluarkan,” sambungnya.
Sementara itu, untuk mendorong konsumsi masyarakat selama libur Ramadhan dan Lebaran, bahkan hingga perayaan Nyepi, pemerintah memutuskan untuk memberikan beberapa stimulus, di antaranya berupa diskon harga tiket pesawat lebih dari 10 persen yang diberikan selama dua minggu untuk penerbangan domestik. Kemudian, ada pula diskon tarif tol sebesar 20 persen, program pariwisata mudik Lebaran, program mudik gratis bersama 74 BUMN kolaborator, tiket gratis angkutan laut Lebaran 2025, dan Operasi Pasar (OP) untuk menjaga stabilitas bahan pokok.
Mengingat di tahun ini jarak waktu antara Nataru dan Lebaran lebih dekat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berpesan agar ada satu musim (season) seperti saat libur sekolah, di mana para pengusaha ritel dapat menggenjot penjualan.
“Saya titip di antaranya nanti setelah bulan April sampai Desember harus ada satu season lagi agar bisa mendongkrak sales. Tadi dengan Badan Pangan kita sudah cek dengan beberapa daerah relatif kondisi suplai pangan aman, dan mereka membuat rata-rata diskon dari 30 persen sampai 50 persen. Hal itu tentu akan sangat membantu masyarakat,” pungkas Airlangga.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang