Menuju konten utama

Menakar Urgensi Wacana Mentan Amran Bagi-Bagi Traktor ke Petani

Sejumlah pihak menyoroti efektivitas dan urgensi bagi-bagi traktor yang diwacanakan Mentan Amran sebagai hadiah untuk petani.

Menakar Urgensi Wacana Mentan Amran Bagi-Bagi Traktor ke Petani
Amran Sulaiman. tirto.id/Faesal Mubarok

tirto.id - Amran Sulaiman tampaknya terus mendongkrak sejumlah program kerja tambahan di Kementerian Pertanian. Hal ini dilakukan Amran sejak didapuk kembali oleh Presiden Jokowi sebagai menteri pertanian menggantikan Syahrul Yasin Limpo yang menjadi tersangka kasus korupsi.

Menjabatnya Amran, sekaligus menandakan dua periode dia dipercaya sebagai mentan. Sebelumnya, Amran juga menduduki posisi yang sama pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2015-2019. Kali ini, Amran kembali dengan program yang tidak terasa asing namun dengan kemasan baru.

Amran berjanji akan memberikan hadiah bibit unggul hingga unit traktor untuk aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat umum yang melaporkan tindakan korupsi di lingkungan Kementan. Langkah ini dilakukan dia demi menjaga integritas ASN Kementan dari korupsi.

“Yang korupsi besar bilamana ada yang melaporkan, termasuk ASN melaporkan timnya, kami akan beri hadiah bisa bibit unggul, aku kasih kalau besar bisa saja traktor aku kasih nantinya. Kita beri hadiah yang melaporkan dan itu terbukti,” kata Amran saat ditemui awak media di Kantor Kementan, Kamis (14/12/2023).

Langkah ini tampaknya menjadi respons Amran atas kasus korupsi yang menyeruak di Kementan. Seperti diketahui, pusaran kasus korupsi di Kementan tidak hanya menjerat SYL. Namun juga menyandung Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono.

Niat Amran patut diapresiasi jika memang program ini didasari atas semangat antikorupsi. Kendati demikian, beberapa pihak menyoroti efektivitas dan urgensi bagi-bagi traktor yang direncanakan Amran sebagai hadiah untuk petani. Sebabnya, program serupa pernah dilakoni Amran pada periode pertama masa jabatannya.

Pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi pernah membagikan puluhan ribu alat dan mesin pertanian (alsintan) kepada para petani. Termasuk traktor yang didistribusikan lewat Mentan Amran sebagai pucuk pimpinan Kementan kala itu. Kendati demikian, program ini tidak berjalan terlalu mulus.

Niat membantu menggenjot produksi dan kesejahteraan petani justru mendatangkan beberapa masalah teknis di lapangan. Misalnya di Jawa Timur, sempat ada protes dari warga karena traktor-traktor yang sudah dibagikan disebut ditarik kembali. Tudingan tersebut belakangan dibantah oleh Mentan Amran yang menyatakan bahwa itu bukan ditarik kembali, namun didistribusikan agar merata.

Ragu Berjalan Mulus

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan nasib program ini tidak akan jauh berbeda dengan bagi-bagi traktor sebelumnya. Ia juga menyoroti momentum bagi-bagi traktor yang dilakukan pada tahun politik seperti saat ini.

“Masalah traktor ini complicated, karena di lapangan ternyata masing-masing daerah dan lokasi berbeda kebutuhan jenis traktornya,” ujar Nailul dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/12/2023).

Dia menyoroti program bagi-bagi traktor di periode sebelumnya yang kurang berjalan mulus. Menurut Nailul, pemberian traktor juga perlu data yang adekuat dan tidak bisa disamaratakan setiap daerah.

Padahal, kata Nailul, masalah sektor pertanian saat ini adalah soal subsidi yang masih amburadul. Persoalan ini yang menurutnya justru mengancam produktivitas pertanian di Tanah Air.

“Masalah pupuk bersubsidi ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu di era Amran,” kata Nailul.

Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyatakan bahwa program bagi-bagi traktor memang sudah dilakukan besar-besaran pada periode 2015-2019. Kendati demikian, data teranyar menunjukkan program ini belum berdampak besar pada perbaikan sektor pertanian negeri ini.

Andreas menyatakan, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang bertajuk ‘Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 tahap I’, menunjukkan masih ada sejumlah pekerjaan rumah bagi sektor pertanian di Indonesia. Laporan ini berisi data dan informasi teramat penting yang menggambarkan perkembangan pertanian Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023).

“Padahal masa periode pertama jor-joran untuk dunia pertanian, tapi yang terjadi seperti itu,” kata Andreas kepada reporter Tirto, Kamis (21/12/2023).

Dia mencontohkan, terjadi penurunan jumlah rumah tangga (RT) usaha pertanian tiap subsektor. Diversifikasi usaha tani di tiap-tiap rumah tangga petani juga mengalami penurunan, yang berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan mereka.

“Menandakan petani semakin tidak sejahtera baik di sektor pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Semua subsektor menurun rumah tangganya,” ujar Andreas.

Penurunan kesejahteraan petani juga terlihat dari persentase petani berlahan sempit yang semakin meningkat. Andreas tidak setuju sebutan “petani gurem” di laporan BPS ini, untuk menggambarkan petani berlahan kurang dari 0,5 hektar. Dia lebih suka menyebutnya sebagai petani berlahan sempit karena tidak diskriminatif.

Persentase rumah tangga petani berlahan sempit pada 2003 sebesar 63,5 persen dan mengalami penurunan menjadi 55,3 persen pada 2013. Namun, persentase rumah tangga petani berlahan sempit justru meningkat kembali pada periode 2013-2023 menjadi 62,05 persen.

Andreas menambahkan, masa periode pertama Mentan Amran yang rajin membagi-bagikan alsintan juga terbukti belum mampu menggenjot produksi padi. Padahal, program pembangunan pertanian seperti pembangunan infrastruktur, pembagian alsintan (alat mesin pertanian), peningkatan anggaran kementerian, dan subsidi pupuk sudah digencarkan.

Produksi padi justru turun dari 58,70 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2013 menjadi 54,60 juta ton GKG (2019) dan 53,63 juta ton GKG di 2023 (angka ramalan BPS 2023). Di sisi lain, kata Andreas, penurunan produksi padi rata-rata pemerintahan saat ini mencapai 1 persen per tahun.

“Pembangunan selama 10 tahun terakhir justru memperburuk situasi pertanian yang semakin buruk. Ditambah, kesejahteraan petani juga semakin buruk,” tutur Andreas.

Harus Terukur dan Transparan

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, meminta Arman menjelaskan kepada publik soal program bagi-bagi traktor untuk petani kali ini. Menengok program hampir serupa pada periode sebelumnya, Khudori menilai, perlu ada evaluasi menyeluruh terlebih dulu, dengan pemaparan hasil yang terbuka untuk publik.

“Agar program ini tidak dicurigai bagian dari cara mengambil hati petani di situasi pilpres. Mengapa evaluasi itu penting? Karena yang sebagian saya tahu, traktor yang dulu dibagikan itu pada rusak, enggak terawat dan mangkrak,” ujar Khudori kepada reporter Tirto.

Dia menambahkan, tidak semua kelompok tani dan gabungan kelompok tani memiliki kemampuan untuk mengoperasikan traktor. Jika pun dinilai bermanfaat, pemerintah perlu membantu petani dalam merawat alsintan yang sudah diberikan.

“Perlu ada dana perawatan, ganti sparepart dan lain-lain. Mengacu praktik baik di banyak negara, bagi-bagi alat gratis ini dihindari,” kata Khudori.

Khudori menyatakan perlu ada kriteria terukur bagi penerima traktor dan tidak boleh asal diberikan. Hal ini untuk menghindari potensi alsintan yang sudah diberikan malah berakhir mangkrak.

“Selain itu, bantuan enggak bisa dipukul rata traktor semua. Sebaiknya menyesuaikan kebutuhan petani,” tutur Khudori.

Sebelumnya, Mentan Amran menyatakan bahwa para petani bisa secara langsung melaporkan dugaan tindak korupsi di Kementan kepadanya. Petani akan diberikan imbalan sesuai dengan kasus yang dilaporkan, dengan bentuk imbalan paling besar merupakan traktor.

Selain itu, Amran juga menjelaskan para pegawai Kementan yang terbukti melakukan korupsi akan mendapat peringatan atau bahkan langsung diberhentikan dari posisinya.

“Jadi mereka sudah tahu, kementerian dan pegawai sudah tahu, biasanya aku tidak kasih peringatan, langsung saya berhentikan kalau itu adalah disengaja atau dia melakukan kolusi biasanya saya langsung pecat, itu enggak boleh kompromi,” kata Amran.

Masyarakat yang ingin melakukan pengaduan bisa lewat beberapa kanal seperti Whistleblower’s System, Saluran Informasi Internal Kementan, Kanal Pengaduan Elektronik bagi Masyarakat, dan lewat Sistem Informasi Gratifikasi Pertanian. Amran berharap, upaya ini dibangun dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Baca juga artikel terkait PERTANIAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz