tirto.id - Di setiap lingkaran sosial, baik pertemanan kasual atau kerja profesional, mungkin kita pernah menjumpai satu atau beberapa orang yang suka menonjolkan dirinya sebagai "korban" dalam setiap cerita atau episode kejadian.
Orang-orang itulah yang disebut si playing victim. Mereka piawai dalam menampilkan luka, menekankan penderitaan, dan menciptakan ilusi betapa seluruh dunia seolah-olah berkonspirasi "melawan" mereka.
Sepintas, mereka terlihat dan terdengar rapuh, butuh pengertian. Meski begitu, di balik kesusahan yang ditampilkan, sering tersimpan kendali halus atas emosi orang lain.
Inilah seni manipulasi terselubung yang dilakukan oleh para playing victim, yaitu orang-orang yang suka bersembunyi di balik topeng korban untuk mendapatkan simpati, menjustifikasi kesalahan dan sikap sembrono, atau bahkan mengendalikan situasi.
Apabila pola ini terus berulang, hubungan apa pun baik pertemanan, pekerjaan, maupun percintaan, bukan tidak mungkin jadi super melelahkan.
Sebab, akan selalu ada satu pihak yang dituntut untuk terus memberi pengertian, sedangkan pihak lainnya terus menghindar dari tanggung jawab.
Maka dari itu, penting bagi kita untuk belajar mengenali taktik si playing victim. Upaya ini bukan sekadar tentang menghindari drama, tetapi tentang menjaga kewarasan dan batas diri.
Ketika kita mampu melihat manipulasi emosional dengan jernih, artinya kita belajar untuk tetap berempati tanpa harus terperangkap di dalam siklus relasi yang beracun.
3 Cara Mengetahui Seseorang Playing Victim
Laman Psychology Today memberikan tiga trik untuk mengetahui apakah orang yang kita hadapi sedang playing victim.
1. Bersikap sebagai Korban
Dia meyakini bahwa hidupnya lebih menantang daripada orang lain. Maka dia cenderung merasa superior atau lebih penting sehingga suka mengungkit atau membicarakan segala hal terkait diri sendiri.Jika orang pada umumnya bercerita tentang kesusahannya pada orang lain agar merasa lega atau agar mendapat saran dan empati, si playing victim menyampaikan unek-uneknya untuk mengendalikan atau memengaruhi orang yang mendengarkannya.
2. Menjadi Pihak yang Rentan dan Terluka
Dengan menampilkan kerentanan diri, orang yang playing victim berpotensi memanfaatkan kesusahan yang dialaminya sebagai justifikasi atau alasan untuk mengeksploitasi kebaikan hati orang lain.3. Menghindari Tanggung Jawab
Karakter yang perlu diwaspadai dari orang bermental korban adalah kecenderungannya untuk menghindari tanggung jawab.Dia akan mengungkit kesulitannya di masa lalu agar dapat lepas dari tanggung jawabnya pada masa kini.
Meski perilaku orang yang playing victim begitu menyebalkan, kita tidak perlu bersusah hati. Ada kiat cerdas untuk menghadapi orang-orang seperti itu tanpa perlu menimbulkan amarah atau kebencian.
Yang utama, kita perlu memerhatikan bagaimana mereka berbicara karena cerita penuh luka yang mereka sampaikan itulah yang acap kali menjadi alat untuk membentuk persepsi dan memengaruhi reaksi kita.
Kalimat yang Bisa Diucapkan pada Si Playing Victim
Kata-kata yang disampaikan si playing victim mungkin tampak sederhana. Di balik itu, tersirat pesan yang bisa membuat kita merasa bersalah, ragu, atau terdorong untuk menenangkan mereka.
Dirangkum dari laman Your Tango, berikut beberapa contoh kalimat yang bisa kita sampaikan pada mereka yang punya kecenderungan playing victim.
1. “Tidak semua orang mau menjatuhkanmu”
Kalimat di atas dapat mengingatkan si playing victim bahwa tidak semua orang punya niat buruk padanya, sekaligus meredakan kecurigaan berlebihan atau pikiran negatif yang membuatnya selalu merasa seperti diserang.2. “Kamu bukan satu-satunya orang yang lagi struggling”
Alih-alih meremehkan atau menginvalidasi kesulitan yang dialami si playing victim, kalimat di atas mengingatkan mereka bahwa penderitaan bukanlah kompetisi.3. “Wah, ucapanmu kasar, deh"
Kalimat ini memang pendek, tapi tegas dan mudah diingat.4. “Kenapa sih kamu suka membandingkan hidupmu sama orang lain?”
Membanding-bandingkan diri dengan orang lain dapat berdampak negatif pada kesejahteraan jiwa, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan mental, tingkat depresi, dan kecemasan.Dengan menanyakan hal di atas, kita mengajak si playing victim untuk fokus pada diri sendiri.
5. “Apa peranmu dalam situasi itu?”
Menurut studi dari jurnal Psychology and Behavioral Science International (2017), pertanyaan reflektif di atas dapat membantu mengurangi kebiasaan si playing victim untuk menyalahkan pihak-pihak luar.6. “Kenapa menurutmu nasihatku nggak bisa berlaku di kamu?”
Orang yang playing victim, menurut penelitian dari Organizational Dynamics, acap kali mengabaikan atau meremehkan nasihat bermanfaat dari orang lain.Dengan pertanyaan di atas, kita bisa menyentil si playing victim bahwa nasihat dan solusi sangat mungkin berlaku untuk siapa saja, termasuk mereka sendiri.
7. “Aku tidak bisa menyelesaikan masalahmu, tapi aku di sini buat dukung kamu”
Kalimat di atas menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepedulian dan batas pribadi.8. “Aduh, pasti sulit, ya, yang kamu rasakan itu”
Pernyataan di atas mengandung empati sekaligus validasi, tetapi tidak sampai membuat kita terseret ke dalam pusaran drama si playing victim. .9. “Menurutku, ini nggak adil”
Kalimat ini bisa disampaikan ketika si playing victim tengah berusaha mengalihkan kesalahan atau menyalahkan kita agar membantu sesuai yang mereka mau.Kita harus mengingatkan mereka, bahwa pertemanan atau relasi yang sehat mustahil berkembang dengan baik apabila hanya satu pihak yang dilimpahi beban.
Menjalin hubungan adalah tentang keberanian menjaga keseimbangan, alih-alih saling menyalahkan.
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































