tirto.id - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan pada 2023. Korban mayoritas merupakan perempuan dan anak. Ketidaksiapan orangtua menjalani peran sebagai ayah dan ibu, diduga jadi salah satu pemicu tindak kekerasan. Oleh sebab itu, Forum Anak Kota Yogyakarta (FAKTA) menyuarakan, ingin ada edukasi parenting bagi calon orangtua agar anak terlindungi.
Ketua FAKTA, Hanara Arundaun Kaulika, mengatakan pelatihan parenting untuk orangtua adalah hal yang penting. Sebab orangtua merupakan rumah bagi sang anak.
“Seorang anak akan mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan pengasuhan pertama dari orang tuanya, bahkan semenjak dalam kandungan,” ujar Daun, sapaan akrabnya dihubungi Tirto, Rabu (14/8/2024).
Dengan demikian, kata Daun, pelatihan parenting diperlukan. Pelatihan ini menurutnya tidak hanya untuk kepentingan orangtua agar lebih terampil dalam mengasuh anak. Namun hal ini juga penting bagi anak.
“Karena dengan orangtua siap untuk mengasuh anak, maka anak juga akan mendapatkan kasih sayang dan pengasuhan yang baik dari orangtuanya,” jelasnya.
Namun jika orangtua, sebut Daun, belum siap untuk mengasuh anak, maka bukan tidak mungkin anak tersebut akan kekurangan kasih sayang. Selain itu, bisa kekurangan gizi karena kurang perhatian nutrisi dari orangtuanya.
“Bahkan mendapat perilaku kasar,” kata dia.
Ia menambahkan, “Maka dari itu, pelatihan parenting bagi orangtua atau calon orangtua, merupakan hal yang penting juga buat anak, untuk memenuhi hak-hak anak.”
Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Herristanti, menyatakan dinasnya memiliki dua program berkaitan dengan parenting, yaitu Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR).
“BKR untuk orangtua yang mempunyai remaja, untuk PIR untuk remajanya itu sendiri. Meskipun sebenarnya dari jumlah PIKR di Kota Yogyakarta baru sekitar 70. Jadi perlu ditingkatkan lagi untuk jumlahnya,” kata dia.
Herristanti pun mengatakan pihaknya tengah melakukan survei ketahanan keluarga sebagai pemetaan. Di dalamnya, termasuk menanyakan kesetaraan gender.
“(Kami menanyakan dalam survei) apakah terjadi KDRT, dan sampai ke pengelolaan keuangan rumah tangga, apakah transparan atau tidak ada ditanyakan,” kata dia.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengemukakan, laporan KDRT sepanjang 2023 ada sebanyak 1.400 kasus.
“KDRT itu kekerasan yang paling banyak dilaporkan di tahun 2023. Ini sebagai gambarannya. Yang paling banyak (menjadi korban) perempuan dan anak," sebut Woro.
Laporan yang diterima Woro, korban paling banyak perempuan dan anak, dan 73 persen perempuan korban kekerasan terjadi di ranah rumah tangga.
“KDRT itu terjadi pada perempuan dan anak. 73 persen korban kekerasan terjadi dalam rumah tangga itu adalah perempuan,” kata dia.
Berdasarkan data, empat dari 10 anak perempuan pernah menjadi korban kekerasan oleh orang tuanya. Sedangkan tiga dari 10 anak laki-laki pernah menjadi korban kekerasan oleh orang tuanya.
Menurut Woro, orang tua menjadi pelaku kekerasan terhadap anak karena banyak pasangan suami istri yang tidak siap menghadapi kehidupan pasca-menikah. Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, kata dia, bimbingan perkawinan menjadi hal yang penting untuk diikuti oleh calon pasangan suami istri.
“Kalau kita lihat pelaku kekerasan terhadap anak itu siapa yang paling banyak? Jadi ini, ibu yang paling banyak, yang kedua ibu atau bapak tiri, yang ketiga adalah ayah,” kata dia.
Lebih lanjut, kata Woro, selain ibu kandung, ayah atau ibu tiri menempati urutan kedua sebagai pelaku kekerasan terhadap anak paling banyak.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz