Menuju konten utama

Pengaruh Budaya Membuat Korban Enggan Lapor Tindak Kekerasan

Sarmin mengatakan DP3AP2KB Yogyakarta akan memberikan solusi pada korban tanpa mengancam hubungannya dengan pelaku.

Pengaruh Budaya Membuat Korban Enggan Lapor Tindak Kekerasan
Sarmin diwawancarai di Balaikota Yogyakarta, Kamis (1/8/2024). Foto/Siti Fatimah

tirto.id - Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Sarmin, mengatakan, ada faktor budaya yang menghambat korban kekerasan untuk melapor. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) rentan terjadi karena adanya relasi kuasa dalam tata keluarga.

“Indikasi ke arah sana sangat besar [korban kekerasan tidak melapor]. Teman satgas menduga, orang Jawa [warga Yogyakarta] kecenderungan Mikul Duwur Mendem Jero,” kata dia diwawancarai pada sela Puncak Peringatan Hari Anak di Balaikota Yogyakarta, Kamis (1/8/2024).

Mikul Duwur Mendem Jero, merupakan cerminan dari etika sosial dalam budaya Jawa, yang berarti menjunjung tinggi kehormatan keluarga, harga diri, dalam penguatan jati diri seseorang serta menggambarkan rasa hormat atau patuh kepada orang lain. Etika seperti ini dapat terlihat pada diri anak kepada orangtuanya, cucu kepada kakek maupun neneknya, serta murid kepada gurunya.

“Ketika itu [kekerasan) dilakukan oleh orang terdekat misalnya suami atau orangtua, kecenderungannya mereka akan menutupi [kebenaran tindak kekerasan] karena takut ter-blow up," Sarmin melanjutkan.

Padahal, Sarmin menegaskan, DP3AP2KB Yogyakarta justru akan memberikan solusi pada korban tanpa mengancam hubungannya dengan pelaku.

“Sekali lagi, kami pastikan ketika disampaikan [melaporkan tindak kekerasan] ke kami, kami tidak akan menceraikan dari sisi misal pelakunya suami ke istri. Bukan untuk mempidanakan, tujuan kami bukan itu,” kata dia.

Sarmin bilang, pihaknya akan memberikan solusi berupa penanganan secara psikis dan fisik. Di samping mencegah agar keluarga yang belum terpapar kekerasan, ada percikan KDRT dalam rumah tangga.

“Ketika butuh pemahaman, kami siapkan. Kami pastikan, kekerasan ini tidak boleh berulang,” kata dia.

Sarmin khawatir, jika korban tidak melapor justru tindak kekerasan akan terulang. “Apa pun bentuknya kekerasan dalam rumah tangga tidak boleh berulang, sehingga kami mengajak, ketika ada seperti itu kami harap untuk berani melaporkan pada UPT PPA kami,” kata dia.

Sarmin lantas membeberkan, korban kekerasan yang melapor ke dinasnya mayoritas adalah perempuan dan anak. Sementara lokasi kekerasan mayoritas terjadi di rumah.

“Tapi pelaku belum tentu dari anggota keluarga. Bisa dari tetangga, teman, kekasih, pengasuh, guru, dari orang terdekat tapi belum tentu keluarga,” kata dia.

Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto, juga menegaskan, pentingnya keluarga untuk dapat menjadi rumah yang aman.

“Peran orang tua karena pendidikan di rumah. Pendidikan utama untuk situasi saat ini adalah budi pekerti yang harus ditanamkan sejak dini,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS KEKERASAN atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz