Menuju konten utama

Luhur Budi Djatmiko Didakwa Rugikan Negara Rp348 M

JPU menyebut kerugian tersebut menjadi keuntungan yang dinikmati korporasi.

Luhur Budi Djatmiko Didakwa Rugikan Negara Rp348 M
Eks Direktur Umum PT Pertamina sekaligus terdakwa tindak pidana korupsi pembelian tanah di Komplek Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Luhur Budi Djatmiko dalam agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025). tirto.id/M. Irfan Al Amin

tirto.id - Eks Direktur Umum PT Pertamina Luhur Budi Djatmiko didakwa telah merugikan negara Rp 348 miliar dalam kasus korupsi pembelian tanah di Kompleks Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut kerugian tersebut menjadi keuntungan yang dinikmati korporasi.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu korporasi PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp 348.691.016.976 yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 348.691.016.976," kata JPU dalam agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).

JPU menjelaskan kasus korupsi pembelian tanah bermula pada saat Luhur mengajukan alokasi anggaran dalam pengadaan lahan untuk membangun gedung Pertamina Energy Tower (PET) dalam pembahasan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina tahun anggaran 2013 pada 05 November 2012.

Dalam proses pengadaan lahan tersebut JPU mendakwa Luhur melakukan pembelian lahan tanpa adanya kajian investasi yang memadai. Di sisi lain, kajian investasi baru dilakukan oleh Luhur setelah pembelian pada 27 November 2012 ke Direksi PT Pertamina.

"Terdakwa Luhur Budi Djatmiko bersama-sama Gathot Harsono dan Hermawan menentukan sendiri lokasi rasuna epicentrum sebagai lokasi pembangunan kantor baru PT Pertamina tanpa kajian," ungkapnya.

JPU juga menyebut Luhur bersama Gathot Harsono dan Hermawan mengarahkan PT Prodeva Dubels Synergy (PT PDS) melalui Firman Sagaf dan Nasirudin Mahmud untuk melakukan pengkajian lokasi lahan Rasuna Epicentrum secara proforma. Pengkajian dilakukan dengan bobot penilaian yang tidak sesuai kondisi nyata dan dibuat backdate.

"Dengan memberikan bobot penilaian tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya serta mengarahkan agar laporan akhir (final report) yang disusun Agus Mulyana tanggal 15 Juli 2013 dibuat backdate menjadi tanggal 29 November 2012, agar seolah-olah pembelian lahan di Rasuna Epicentrum pada tanggal 12 Februari didasarkan pada laporan penilaian PT PDS," jelasnya.

Dalam dakwaan, JPU menyebut Luhur juga menandatangani Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) untuk lahan Lot 11A dan 19 dengan Agus Jayadi Alwie dan almarhum Agustinus Wawan Dwi Guratno selaku pihak PT Superwish Perkasa. Padahal, lahan Lot 11A dan 19 tidak dalam kondisi free and clear.

"Terdakwa Luhur Budi Djatmiko menyetujui tagihan pembayaran lahan di luar jalan MHT yang melebihi nilai wajar tanah ke PT. Bakrie Swasakti Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp 1.682.035.000.000 untuk tanah yang tidak dalam kondisi free and clear," kata JPU.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Flash News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama