Menuju konten utama

Link Tanda Tangan Petisi Penolakan KUHAP yang Baru & Isinya

Simak petisi penolakan RKUHAP yang baru saja disahkan dan berlaku menjadi UU pada 2026. Cek pula tautan tanda tangan petisi tersebut.

Link Tanda Tangan Petisi Penolakan KUHAP yang Baru & Isinya
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan), Adies Kadir (ketiga kiri) dan Saan Mustopa (kiri) menerima laporan hasil pembahasan dari Ketua Komisi III DPR Habiburokhman (kedua kiri) pada Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Dalam rapat tersebut DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU

tirto.id - Seiring disahkannya RUU KUHAP sebagai undang-undang pada Selasa (18/11/2025), petisi penolakan revisi KUHAP bergema di internet. Lebih dari 17 ribu orang menandatanganinya, apa saja isinya dan ke mana agar bisa ikut tanda tangan?

Pengesahan RKUHAP sebagai UU dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa. Rapat ini dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Dalam rapat tersebut, seluruh peserta rapat menyatakan sepakat dengan usulan Puan Maharani untuk menjadikan rancangan revisi KUHAP sebagai undang-undang baru.

Dengan disahkannya revisi KUHAP tersebut, undang-undang tersebut akan secara resmi digunakan pada 2 Januari 2026 mendatang.

Pengesahan ini sebenarnya dilakukan di tengah pro-kontra yang terjadi dalam proses pembahasan KUHAP yang baru tersebut. Tak sedikit yang mengkritisi substansi aturan yang diubah oleh DPR RI.

Salah satunya adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. Pada Juli 2025 lalu, koalisi ini membuat petisi untuk menolak hasil pembahasan RUU KUHAP.

Petisi itu masih dibuka hingga kini, setelah KUHAP yang baru resmi disahkan. Jumlah orang yang tanda tangan di petisi itu kini mencapai lebih dari 17 ribu.

Isi Petisi Tolak RKUHAP & Tautan untuk Tanda Tangan

Isi petisi yang dibuat oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP itu merupakan penolakan karena dua alasan utama, yakni proses pembahasan yang dinilai janggal dan pasal yang diubah dinilai justru menambah masalah.

Terkait kejanggalan proses pembahasan, koalisi menilai bahwa DPR telah melakukan klaim yang keliru ketika menyatakan bahwa pihaknya telah menggelar meaningful participation atau partisipasi bermakna.

Ketika petisi tersebut dibuat, koalisi menyatakan bahwa DPR mengklaim mereka telah menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) sebanyak 50 kali sebelum meresmikan daftar inventarisasi masalah (DIM).

Koalisi menilai klaim itu sebagai keliru. Hal itu terjadi karena Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP dicatut sebagai salah satu pihak yang ikut dalam RDPU, padahal mereka tidak mengikuti agenda tersebut.

Koalisi juga menduga bahwa DPR menggelar RDPU hanya sebagai sekadar formalitas saja dan justifikasi bahwa mereka sudah membahas RKUHAP secara transparan.

Hal itu dikarenakan usulan dari kelompok masyarakat sipil dianggap tidak ditindaklanjuti. DPR dinilai memiliki agendanya tersendiri.

"Pertemuan-pertemuan antara pemerintah dan masyarakat sipil tak lebih sebagai ajang formalitas penyampaian pendapat tanpa secara serius dipertimbangkan," tulis isi petisi tersebut.

Sementara itu, terkait substansi, koalisi menilai bahwa pasal-pasal yang dijadikan sebagai aturan baru justru bertolak belakang dengan klaim penguatan hak publik sebagaimana disebutkan DPR. Berikut daftarnya:

1 Risiko Penjebakan di Luar Kewenangan

Penjebakan selama ini umum dikenal sebagai salah satu metode dalam penyidikan tindak pidana narkotika.

Penjebakan ini biasanya lakukan aparat penegak hukum (APH) dengan operasi undercover buy (pembelian terselubung) dan controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan).

Namun, dalam KUHAP yang baru, koalisi menilai bahwa APH kini bisa menjebak seseorang di luar kasus pidana narkotika. Oleh karena setiap jenis pidana bisa disidik dengan metode penjebakan.

Kewenangan itu dikhawatirkan dapat menjadi celah yang dapat berujung pada rekayasa kasus pidana.

2 Perluasan Dalih "Mengamankan"

Koalisi menilai adanya perluasan makna "pengamanan" dalam KUHAP terbaru. Hal ini berpotensi dapat jadi celah hukum, ketika APH menangkap terduga pelaku bahkan sebelum tindak pidananya terkonfirmasi.

3 Penangkapan & Penahanan di Luar Izin Hakim

KUHAP yang baru juga dinilai koalisi memberikan APH kewenangan penangkapan yang terlalu besar, karena tidak didasari mekanisme pengawasan dari lembaga pengadilan.

4 Penyadapan Tanpa Izin Hakim

Koalisi juga menilai bahwa KUHAP yang baru mengandung pasal tentang penyadapan yang bermasalah. Hal itu karena dasar operasi penyadapan, geledah, penyitaan, hingga blokir dilakukan atas dasar subjektivitas aparat.

5 Celah Hukum dalam Mekanisme Restorative Justice

Mekanisme restorative justice (RJ) dalam KUHAP yang baru juga dinilai koalisi sarat dengan celah. Hal ini karena mekanisme RJ dapat digunakan sejak tahap penyelidikan.

Dalam proses penyelidikan, status korban dan pelaku di mata hukum belum diputuskan. Oleh karenanya, diperbolehkannya RJ pada tahap penyelidikan dapat berisiko pada pemaksaan damai.

Terlebih, koalisi menemukan bahwa KUHAP yang baru tidak mewajibkan APH melaporkan penghentian penyelidikan ke otoritas manapun.

6 Perluasan Kewenangan Polisi

Koalisi juga mengkritik pasal peralihan PPNS dan Penyidik Khusus di bawah koordinasi kepolisian. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat polisi memonopoli proses penindakan hukum.

7 Inklusivitas Proses Hukum

KUHAP yang baru dinilai koalisi masih ableistik terhadap penyandang disabilitas sehingga tidak ramah.

Selain itu, koalisi juga mengkritik Pasal 137A KUHAP yang baru, yakni peluang pemberian hukuman tanpa batas waktu ke penyandang disabilitas mental-intelektual.

Pasal tersebut dinilai koalisi rawan menjadi hukuman perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, karena diterapkan tanpa batas waktu.

8 Penetapan yang Buru-buru

KUHAP yang baru telah disahkan pada November 2025 dan akan langsung diterapkan pada 2026. Tidak adanya masa transisi penerapan KUHAP baru ini dikritik koalisi.

Hal itu dikarenakan penerapan KUHAP baru tanpa masa transisi dapat menimbulkan kekacauan proses penegakan hukum.

Seluruh penjelasan dan tuntutan yang ada pada petisi penolakan revisi KUHAP yang baru tersebut dapat diakses melalui link berikut ini:

Link Tanda Tangan Petisi Penolakan KUHAP di Change.org.

Baca juga artikel terkait RUU KUHAP atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dicky Setyawan