tirto.id - Lagu Sirih Kuning menjadi salah satu warisan budaya yang dikenal luas di Indonesia. Lagu ini sering dinyanyikan pada acara adat dan kegiatan kebudayaan. Banyak orang tertarik untuk mengetahui lirik dan makna di baliknya.
Lagu daerah merupakan bagian penting dari budaya masyarakat di berbagai daerah. Lagu-lagu ini biasanya lahir dari tradisi lisan dan diwariskan secara turun-temurun. Awalnya, lagu daerah digunakan untuk mengiringi kegiatan sehari-hari, upacara adat, atau sebagai sarana hiburan dan pendidikan nilai-nilai sosial.
Makna lagu daerah sangat beragam, mulai dari pesan moral, kehidupan sehari-hari, hingga sejarah dan kearifan lokal. Liriknya sering mencerminkan kebiasaan, adat, dan lingkungan sekitar masyarakat pembuatnya. Hingga kini, lagu daerah tetap relevan karena tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai budaya dan memperkuat identitas daerah.
Asal Usul Lagu Sirih Kuning
Lagu Sirih Kuning berasal dari daerah Betawi terkenal yang menjadi lagu DKI Jakarta. Lagu ini kerap dijadikan alunan untuk ngibing. Lazimnya, apabila seorang penari mengalungkan selendang kepada tamu, lalu tamu itu bersedia, mereka akan menari bersama yang disebut sebagai ngibing. Lagu Sirih Kuning mengiringi adegan tari bersama tersebut.
Secara umum, lagu yang menjadi alunan untuk ngibing dikenal sebagai lagu sayur. Selain "Sirih Kuning", ada juga lagu "Kramat Karem", "Pasar Malem", "Kacang Buncis", dan lagu-lagu sayur lainnya.
Jika ditilik lebih dalam lagi, lirik Sirih Kuning merupakan baris pantun, terdiri dari baris-baris kata yang bersamaan bunyi akhir barisnya.
Lagu ini menceritakan sepasang kekasih yang sangat serasi. Karena lantunannya yang ceria, lagu ini biasanya dinyanyikan dengan raut wajah gembira, selain juga dapat dinyanyikan susul-menyusul dalam kelompok.
Dikutip dari Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (2007) yang ditulis Mulyadi, dkk., lagu Sirih Kuning awalnya dinyanyikan dengan iringan musik gambang kromong. Ia dijadikan pengiring drama Betawi atau lenong.
Hingga sekarang, lagu-lagu lenong, termasuk Sirih Kuning lazim dinyanyikan pada acara perayaan hari ulang tahun daerah atau perayaan hari-hari nasional lainnya di DKI Jakarta.
Lirik Lagu Sirih Kuning
Berikut ini lirik lagu Sirih Kuning, lagu daerah Betawi, DKI Jakarta:
Kalau tidak, Nona, karena bulan, sayang
Tidaklah bintang, ya Nona, tidaklah bintang Ya Nona
Meninggi hari
Kalau tidak, Nona, karena tuan, sayang
Tidaklah kami, Ya Nona, tidaklah kami, Ya Nona
Sampai kemari
Sirih kuning, Nona, batangnya ijo, Nona
Yang putih kuning, Ya Nona, yang putih kuning, Ya Nona
Memang sejodoh
Ani-ani, Nona, bukannya wajah, sayang
Dipakailah anak, Ya Nona, dipakailah anak, Ya Nona
Patah tangkainya
Kami nyanyi, Nona, memang sengaja, sayang
Lagunya asli, ya Nona, lagunya asli, ya Nona
Pusaka lama
Sirih kuning, Nona, lagi ditampin, NonaKami menyanyi, Ya Nona, kami menyanyi, Ya Nona
Mohon berhenti
Makna Lagu Sirih Kuning
Lagu Sirih Kuning adalah warisan budaya Betawi yang kerap terdengar dalam pertunjukan Lenong atau tari tradisional. Lagu ini menyimpan makna tentang kecocokan dan keharmonisan antara pasangan.
Sirih kuning dalam lirik menjadi simbol gadis belia yang elok dan sejodoh dengan pasangannya. Karena arti judul Sirih Kuning adalah simbol seorang gadis cantik dan elok. Maknanya melambangkan kecantikan, keserasian, dan kebahagiaan.
Selain cerita cinta, lagu ini mencerminkan nilai sosial masyarakat Betawi. Kesetiaan, kesederhanaan, dan kerendahan hati tersirat di setiap baitnya. Bentuk pantun pada lirik menegaskan akar budaya yang kuat dan turun-temurun.
Kehadiran lagu ini tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga identitas budaya Jakarta. Ia sering mengiringi berbagai upacara adat dan perayaan lokal. “Sirih Kuning” menjadi lambang keharmonisan sekaligus estetika tradisi Betawi yang hidup hingga kini.
Pembaca yang ingin mengikuti informasi seputar Lagu Daerah dapat klik tautan di bawah ini.
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Satrio Dwi Haryono
Masuk tirto.id







































