Menuju konten utama

Kubu Tom Lembong: Vonis Bebas Tak Selalu Identik Kesalahan Hakim

Kubu Tom Lembong mengatakan Surat Edaran MA Nomor 1 Tahun 2012, menyatakan hakim tidak dilarang memberikan vonis bebas terdakwa korupsi.

Kubu Tom Lembong: Vonis Bebas Tak Selalu Identik Kesalahan Hakim
Anggota tim kuasa hukum Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir (kanan) dan Dody S Abdul Kadir (kiri) menyampaikan keterangan terkait upaya banding kliennya di Jakarta, di Jakarta, Rabu (30/7/2025). ANTARA FOTO/Reno Esnir/app/foc.

tirto.id - Kuasa Hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2012, menyatakan hakim tidak dilarang memberikan vonis bebas terdakwa korupsi.

Menurut Ari, surat edaran itu seharusnya menjadi rujukan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam mengadili perkara kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret Tom Lembong.

“Dalam angka 4 itu tertulis putusan (vonis) bebas tidak selalu identik dengan kesalahan hakim, karena memutus bebas sama mulianya dengan memutus bersalah,” kata Ari, dalam konferensi pers di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Rabu (30/7/2025).

Ari memandang memvonis bebas terdakwa sama mulianya dengan memutus mereka bersalah. Dia mengatakan dua putusan tersebut sama-sama mulia asalkan sesuai dengan fakta hukum, keyakinan hakim, profesionalitas, dan integritas.

“Buat hakim-hakim Tipikor, memutus bebas dalam perkara Tipikor, tidak ada salahnya. Jangan berpikir, kalau memutus bebas akan menjadi sejarah yang negatif. Surat edaran Mahkamah Agung sudah menegaskan, sama mulianya Anda memutus,” jelas Ari.

“Asal Anda memutus dengan berintegritas dan sesuai dengan fakta-fakta hukumnya,” imbuh Ari.

Di sisi lain, kubu Tom Lembong menilai majelis hakim mengabaikan fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Salah satunya, adanya penilaian bahwa Tom Lembong mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan UUD 1945 yang mengedepankan kesetaraan umum dan keadilan.

Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyebut keputusan Tom dalam mengizinkan importasi gula kala itu merupakan perintah langsung dari Joko Widodo (Jokowi), presiden Indonesia yang saat itu masih menjabat. Kebijakan impor gula itu dilakukan guna menekan harga gula yang tengah melonjak tinggi.

“Operasi pasar ini perintah Presiden. ‘Tolong turunkan seluruh kebutuhan pangan di levelan masyarakat’. Salah satu mekanismenya adalah dengan melakukan operasi pasar. Di poin ini saja pertimbangan hakim sudah fatal ketika menyatakan ini adalah ekonomi kapitalis,” jelas Zaid di kesempatan yang sama.

Faktanya, lanjut Zaid, persetujuan impor pertama kali yang diberikan kepada Tom Lembong pada Oktober 2015. Upaya itu untuk menggantikan gula milik PT Angel's Product yang dipinjam oleh Inkopkar untuk pelaksana tugas operasi pasar. Dengan demikian, Zaid menegaskan adanya intervensi pemerintah dalam tata niaga gula, sehingga tak bisa dianggap kapitalis.

Zaid pun lantas bertanya-tanya adanya kemungkinan kekeliruan penafsiran dari majelis hakim soal ekonomi kapitalis. Hal ini membuat tim kuasa hukum Tom Lembong keberatan kalau adanya kapitalisme dijadikan pertimbangan yang memberatkan vonis Tom Lembong.

Serupa dengan Zaid, Ari pun kemudian meminta majelis hakim untuk memahami terlebih dahulu makna dari ekonomi kapitalis sebelum akhirnya menggunakan alasan tersebut sebagai pemberat vonis Tom Lembong.

Baca juga artikel terkait TOM LEMBONG atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash News
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama