tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 757 rekening dengan identitas yang sama dan kelompok masyarakat (pokmas) fiktif terkait dengan penyaluran dana hibah pokmas dari APBD Pemprov Jawa Timur (Jatim).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan, temuan tersebut merupakan hasil deteksi potensi penyimpangan dan rekomendasi perbaikan tata kelola dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang dilakukan oleh KPK melalui tugas Koordinasi dan Supervisi.
Budi menuturkan, temuan ini merupakan bentuk pengintegrasian upaya penindakan dan pencegahan korupsi, mengingat saat ini KPK juga sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi terkait penyaluran dana hibah kepada kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur.
Budi menjelaskan, anggaran hibah Provinsi Jatim pada periode 2023-2025 mencapai Rp12,47 triliun dengan jumlah penerima 20.000 lembaga.
"Dana tersebut dialokasikan ke berbagai sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat," kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (21/7/2025).
Budi mengatakan, penyaluran hibah di Jawa Timur diatur melalui sejumlah regulasi, antara lain PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pergub Jatim Nomor 44 Tahun 2021 dan Pergub Jatim Nomor 7 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial.
Kemudian, Pergub terbaru (No. 7/2024) mengatur sejumlah perbaikan, seperti penambahan BUMDes sebagai penerima hibah dan persyaratan khusus untuk koperasi.
Namun, kata Budi, regulasi ini, belum mengatur secara tegas sanksi terhadap penerima hibah fiktif dan belum menetapkan kriteria pokmas insidentil secara jelas.
Berdasarkan hasil evaluasi KPK, Budi menyebut, pengelolaan hibah di Jawa Timur masih menghadapi tantangan serius seperti minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, dan kompleksitas regulasi. Hal tersebut, kata Budi, menjadi faktor utama yang membuka celah bagi praktik koruptif.
Budi mengatakan, KPK mengidentifikasi adanya titik rawan penyimpangan dana hibah seperti, penerima hibah yang tidak profesional, pokmas fiktif, dan duplikasi penerima.
"Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas nama, tanda tangan dan NIK," ujarnya.
Kemudian, Budi mengatakan, KPK masih menemukan adanya pengaturan jatah hibah oleh pimpinan DPRD, yang berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan anggaran.
Budi menambahkan, terdapat pemotongan dana hibah hingga 30 persen oleh koordinator lapangan dengan rincian 20 persen untuk ijon kepada anggota DPRD dan 10 persen untuk keuntungan pribadi.
"Ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan proposal, akibat pengkondisian proyek oleh pihak luar," tuturnya.
KPK juga menemukan minumnya pengawasan dan evaluasi pada penyaluran dana hibah. Kata Budi, hal tersebut, terbukti dari adanya 133 lembaga penerima hibah yang melakukan penimbangan dengan total dana yang harus dikembalikan yaitu Rp2,9 miliar dan Rp1,3 miliar diantaranya belum dikembalikan.
Selain itu, Budi mengatakan, Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai sehingga proses penyaluran dana hibah dilakukan seperti transaksi bias tanpa verifikasi keamanan.
Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang meliputi penajaman tujuan pemberian hibah agar selaras dengan program prioritas daerah, penetapan kriteria penerima hibah yang selektif dan berbasis indikator terukur, transparansi dalam verifikasi dan seleksi penerima hibah, pembangunan database terintegrasi antar pemerintah kabupaten atau kota, provinsi, dan pusat.
"Selain itu penyaluran dana hibah juga perlu didukung teknologi sehingga Digitalisasi sistem informasi hibah yang dapat diakses publik secara real time sangat diperlukan, Penguatan mekanisme pengawasan dan pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan public dan terkahir adalah Kolaborasi dengan Bank RKUD untuk merancang mekanisme pencairan hibah yang akuntabel," pungkasnya.
Budi menegaskan, ketentuan perbaikan dana hibah tidak hanya untuk provinsi Jawa Timur. Secara umum, KPK juga akan melibat sejumlah lembaga dan pemerintah pusat untuk merumuskan regulasi nasional terkait porsi hibah dalam APBD, menguatkan regulasi kriteria penerima hibah untuk mencegah manipulasi organisasi, menyusun data tunggal nasional berbasis NIK untuk verifikasi lintas instansi, membangun platform digital hibah yang terintegrasi antar instansi pusat dan daerah dan menyusun rekomendasi nasional pencegahan korupsi hibah dalam perencanaan dan penganggaran.
Terakhir, KPK menegaskan bahwa hibah daerah harus menjadi instrumen pembangunan yang bersih, tepat sasaran, dan berdampak nyata bagi masyarakat. Reformasi tata kelola hibah di Jawa Timur diharapkan menjadi model perbaikan bagi daerah lain dalam mencegah praktik korupsi dan memperkuat integritas penyelenggaraan pemerintahan.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































