Menuju konten utama

KPK Tahan 5 Tersangka Korupsi Kredit Fiktif BPR Jepara Artha

Kasus pencairan kredit fiktif di BPR Jepara Artha ini diduga telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp254 miliar.

KPK Tahan 5 Tersangka Korupsi Kredit Fiktif BPR Jepara Artha
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi terkait pencairan kredit usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha. Tirto.id/Auliya Umayna

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi terkait pencairan kredit usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha, Kamis (18/9/2025).

Kelima orang tersebut yaitu, Direktur Utama PT BPR Jepara Artha (Perseroda) Jhendik Handoko (JH); Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha, Iwan Nursusetyo (IN); Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha, Ahmad Nasir (AN); Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha, Ariyanto Sulistyono (AS); dan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang, Mohammad Ibrahim Al-Asyari (MIA).

"Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September-7 Oktober 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," kata Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).

Asep juga menjelaskan mengenai konstruksi perkara dalam kasus ini. Kata Asep, BPR Jepara Artha sebagai BUMD, telah menerima penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Jepara totalnya Rp24 miliar dan sampai dengan tahun 2024 telah memberikan deviden kumulatif kepada Pemda Kabupaten Jepara sebesar Rp46 miliar.

Asep menjelaskan, pada 2021, dari yang sebelumnya mengandalkan kredit konsumtif pegawai di lingkungan Pemda Kabupaten Jepara, Jhendik mulai ekspansi dengan menerapkan pemberian kredit usaha dengan sistem sindikasi atau pemberian kredit oleh beberapa bank kepada satu debitur.

Kata Asep, selama dua tahun berjalan, terdapat penambahan outstanding kredit usaha kepada dua grup debitur secara siginifikan sekitar Rp130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.

"Performa atau kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar atau macet sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen atau kolektibilitas macet yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi," ujarnya.

Kemudian, sebagai jalan keluar dari permasalahan itu, sekitar awal 2022 Jhendik bersepakat dengan Ibrahim untuk mencairkan kredit fiktif yang penggunaanya sebagian digunakan oleh Manajemen BPR Jepara untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan. Kemudian, sebagiannya digunakan Ibrahim.

"Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, JH menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA," tuturnya.

Lebih lanjut, sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut selama periode April 2022 hingga juli 2023, BPR Jepara Artha, telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Ibrahim.

"Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya. Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur," ucapnya.

Ibrahim dibantu beberapa rekannya yaitu Ahmad Miska Al-Wafda; Joko Listiyono; dan Jonathan Theofilus Reuben untuk mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp100 juta per debitur.

"Juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di-mark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisa berkas Kredit BPR Jepara Artha," katanya.

Lalu, untuk merealisasikan kredit tersebut, kata Asep, Jhendik meminta Iwan, Ahmad, dan Ariyanto untuk berkordinasi langsung dengan Ibrahim untuk pemenuhan data dan selanjutnya diminta memproses kredit dengan menyiapkan dan melakukan hal sebagai berikut:

1. Dokumen analisa kredit debitur di mana dokumen perizinan dibuat tidak sesuai sebenarnya, perhitungan penghasilan di-mark up, foto usaha milik orang lain, debitur tidak memiliki agunan disiapkan oleh Ibrahim dengan penilaian agunan di-mark up 10 kali lipat oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) agar mencukupi perhitungan kredit yang di-mark up dengan rata-rata per debitur dibuat perhitungan untuk cukup realisasi kredit Rp7 miliar.

2. Menandatangani Persetujuan Komite Kredit secara formalitas tanpa review.

3. Penilaian risiko kredit oleh Manajemen Risiko hanya formalitas.

4. Kredit diputus dan direalisasikan sebelum pengikatan agunan dilakukan.

"Pada saat penandatanganan perjanjian kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang, dan Klaten yaitu lokasi domisili debitur fiktif, JH meminta AN untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian pencairan kredit dan Teller BPR Jepara tanpa ada proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan atau hak tanggungan," ucapnya.

Saat akad kredit dilakukan, objek tanah yang dijadikan agunan, ternyata belum dilunasi oleh Ibrahim dan baru dilunasi setelahnya dengan menggunakan dana pencairan kredit.

"Bahwa proses balik nama Debitur Fiktif dan dan pengikatan agunan atau hak tanggungan baru dimulai PPAT pada saat sudah lunas yaitu setelah kredit berjalan," ujarnya.

Dalam kasus ini, selama periode April 2022 hingga Juli 2023, telah direalisasikan 40 debitur fiktif dengan jumlah plafond kredit Rp263,5 miliar yang digunakan untuk biaya provisi sebesar Rp2,7 miliar.

Kemudian, biaya premi asuransi ke Jamkrida sebesar Rp2,06 miliar, dimana terdapat kickback ke Jhendik sebesar Rp206 juta; biaya notaris sebesar Rp10 miliar, dimana terdapat kickback ke IN sebesar Rp 275 Juta dan ke AN sebesar Rp 93 Juta; fee 40 Debitur fiktif sebesar Rp4,85 miliar

Kemudian, sebesar Rp95,2 miliar, digunakan oleh Jhendik atau Manajemen BPR Jepara untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran; pelunasan beberapa kredit bermasalah BPR Jepara serta digunakan Jhendik untuk membeli Mobil Honda Civic Turbo dan mengambil Rp1 miliar.

"Ahmad diminta Jhendik untuk melakukan pencatatan dan pengelolaan seluruh penggunaan dana tersebut," tuturnya.

Bahkan, Asep mengatakan, dari kredit tersebut, sebesar Rp150,4 miliar, digunakan Ibrahim untuk membeli tanah yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sekitar Rp60 miliar; angsuran kredit Rp70 miliar; membeli aset kepentingan pribadi dan memutarkan dana agar seolah-olah untuk usaha beras.

Kata Asep, dana kredit hanya diputarkan oleh Ibrahim ke rekening-rekening pribadi, perusahaanya, dan perusahaan lain agar tampak seperti transaksi trading beras.

Atas realisasi kredit tersebut, Ibrahim juga telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka lainnya yaitu: Jhendik Rp2,6 miliar; Iwan Rp793 juta; Ahmad Rp637 juta; Ariyanto Rp282; serta untuk uang umroh senilai Rp300 juta.

Kemudian, Asep menyebut kasus ini diduga telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp254 miliar. KPK juga telah menyita sejumlah aset terkait dengan kasus ini sebagai upaya dalam pemulihan aset.

Atas perbuatannya, para tersangka Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Flash News
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto