Menuju konten utama

KPK soal Hadi Poernomo Jadi Penasihat Presiden: Sesuai Kebutuhan

KPK meyakini Hadi Poernomo dipilih setelah melewati proses dan seleksi meski pernah berstatus sebagai tersangka korupsi di KPK.

KPK soal Hadi Poernomo Jadi Penasihat Presiden: Sesuai Kebutuhan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penunjukan mantan tersangka penyalahgunaan wewenang atas keberatan pajak PT BCA, Hadi Poernomo, sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara telah sesuai dengan kebutuhan dari jabatan tersebut.

Hal itu, disampikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menanggapi soal Hadi Poernomo yang pernah menjadi tersangka di KPK, namun kini ditunjuk Presiden Prabowo Subianto, sebagai penasihat.

"Tentunya penunjukkan yang bersangkutan dalam jabatan tersebut telah melalui proses dan seleksi, dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan sesuai jabatannya," kata Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).

Budi juga menekankan, Hadi, yang merupakan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2009-2014 ini, juga wajib untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.

"Jabatan Penasehat Khusus Presiden merupakan salah satu pejabat yang wajib untuk melapor LHKPN sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi," ujarnya.

KPK menegaskan jabatan Penasihat bidang penerimaan negara ini merupakan posisi yang krusial dalam pencegahan korupsi.

"KPK juga telah melakukan beberapa kajian berkait dengan penerimaan negara seperti PNBP pada Minerba, PNBP dan Pajak pada sawit. Karena KPK melihat adanya ruang-ruang atau potensi korupsi pada sektor penerimaan negara," pungkasnya.

Diketahui, KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang terkait dengan surat keberatan pajak atas PT BCA Tbk. Hadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) pajak penghasilan (PPh) PT BCA Tbk tahun pajak 1999-2003 yang diajukan pada 17 Juli 2003.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak 2001-2006. Saat itu, terdapat Bank lain yang mengajukan permohonan yang sama, tetapi ditolak oleh Hadi. Oleh karena itu, di dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam perkara keberatan pajak BCA, Hadi diduga merugikan negara hingga mencapai Rp 370 miliar.

KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014, bertepatan dengan hari terakhir bagi Hadi menjabat sebagai Ketua BPK. Sebelum menjadi Ketua BPK, Hadi sempat menjadi Kepala Bidang Ekonomi Dewan Analisis Strategis Badan Intelejen Negara (BIN) setelah berhenti menjabat sebagai Dirjen Pajak.

Hadi kemudian melakukan perlawanan dengan menggugat Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan PT BCA Tbk, yang menjadi salah satu alat bukti yang digunakan KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, PTUN menolak gugatan tersebut.

Lebih lanjut, atas penetapan tersebut, Hadi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), tanpa didampingi kuasa hukum.

Dalam putusannya, Hakim Tunggal PN Jaksel, Haswandi, mengabulkan permohonan Hadi dan menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah karena penyelidik dan penyidik tidak berasal dari Kepolisian atau Kejaksaan.

Kemudian, KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Permohonan PK tersebut memang ditolak, namun MA menyatakan bahwa PN Jaksel telah melampaui batas kewenangannya untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan KPK. Bahkan, putusan PN Jaksel yang membebaskan Hadi dari status tersangka dapat dikualifikasikan sebagai upaya mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Tidak berhenti di situ, Hadi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) namun ditolak. PT TUN enggan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan PT BCA Tbk, yang menjadi alat bukti KPK.

Namun, dia kembali menggugat permohonan tersebut pada tingkat kasasi. Kemudian, MA mengabulkan gugatan hadi dan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi yang dijadikan sebagai alat bukti oleh KPK untuk menetapkan Hadi sebagai tersangka.

Baca juga artikel terkait KABINET PRABOWO-GIBRAN atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Flash News
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher