tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap berbagai pola eksploitasi terhadap pekerja anak yang makin gencar dilakukan, salah satunya dilakukan dengan modus Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau magang.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengatakan pola ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu dan laporannya telah sampai ke KPAI.
“Kami juga melihat ada penyalahgunaan PKL dan magang ya kalau kemarin kita heboh dengan variant job di tingkat mahasiswa ini juga berkaitan dengan eksploitasi yang berkedok PKL ya beberapa terlaporkan ke kami. Ini insight aja ya maksud saya pola eksploitasi hari ini,” ujar Ai Maryati saat rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu (21/5/2025).
Menurut Ai, fenomena eksploitasi ini tak hanya terjadi di tingkat sekolah menengah, tapi juga menjalar ke jenjang perguruan tinggi. Dalam praktiknya, anak-anak disebut dipekerjakan tak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Selain itu, Ai juga menyoroti lonjakan kasus eksploitasi anak dalam bentuk prostitusi online. Ia mencontohkan modus rekrutmen yang awalnya mengatasnamakan pekerjaan sebagai PRT, namun berujung pada eksploitasi seksual di kota besar.
“Lalu memang yang paling tinggi itu prostitusi online dengan pola-pola Open BO ya, lalu perjanjiannya sebenarnya untuk dipekerjakan jadi PRT, itu pintu masuk banget itu kata-kata pekerja rumah tangga itu. Begitu datang ke Jakarta dimasukkanlah di tempat yang tidak punya akses keluar masuk lalu harus melayani para hidung belang dan menjadi orang terselubung prostitusi,” jelas Ai.
Selain dilibatkan dalam eksploitasi seksual secara langsung, dia juga menyinggung soal ruang aman digital. Ai mengatakan pihaknya juga kerap menemukan anak yang dipekerjakan sebagai model di film dewasa yang kemudian diedarkan.
“Dan kita juga harus melihat dari sisi rang pornografi dan ruang aman digital itu kemudian juga banyak mempekerjakan anak-anak sebagai talent film, talent film porno di antaranya dan diedarkannva pun di negara-negara yang sudah mereka janjikan atau kirimkan,” ujarnya.
Dalam catatan pengawasan KPAI, anak-anak juga kerap dipekerjakan dalam jam kerja panjang dan kerap tinggal di rumah keluarga pemberi kerja Bahkan, menurut Ai, ada anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan rumah tangga selama lebih dari 18 jam.
Oleh sebab itu, KPAI merekomendasikan agar RUU PPRT yang tengah disusun memuat ketentuan yang tersinkronisasi dengan standar internasional seperti Konvensi ILO. Menurut dia, hal itu sangat penting karena terkaitan dengan kerentanan anak.
KPAI mengaku juga telah menyiapkan policy brief dan memasukan resmi terhadap draf RUU PPRT. Ai berharap seluruh temuan dan data hasil pengawasan KPAI dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan naskah akademik dan penyempurnaan RUU agar eksploitasi anak bisa dicegah secara menyeluruh.
“Kami mendorong sinkronisasi RUU PPRT. Karena batas usia minimum bekerja sebagai PRT sama dengan atau dari lebih dari 18 tahun itu sangat penting masuk sebagai substansi baru dalam draf ini. Kemudian kita juga harus sinkron dengan konvensi ILO 189 kerja layak PRT Pasal 4 misalnya,” ujar Ai.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































