tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor terhadap mantan Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Budi Sylvana.
JPU KPK menilai vonis tiga tahun penjara, dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara untuk Budi dalam kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kemenkes, belum cukup.
"Untuk terdakwa Budi Sylvana, KPK mengajukan banding karena KPK melihat ada perbedaan analisis dari JPU KPK dengan amar putusan dari Majelis Hakim," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/6/2025).
Sebagai catatan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kepada Budi Sylvana, Kamis (5/6/2025). Budi dinilai bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 16 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun, Budi mengatakan JPU KPK tidak mengajukan banding atas vonis untuk dua terdakwa lainnya, yaitu Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM), Ahmad Taufik, dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI), Satrio Wibowo.
Ahmad divonis dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 4 bulan penjara, dan membayar uang pengganti senilai Rp224,18 miliar subsider 4 tahun penjara.
Sedangkan, Satrio divonis dengan hukuman 11 tahun dan 6 bulan penjara. Dia juga dihukum untuk membayar denda Rp1 miliar subsider 4 bulan penjara. Serta, dihukum membayar uang pengganti senilai Rp59,98 miliar subsider 3 tahun penjara.
Namun, Budi memastikan KPK akan menyiapkan memori kontra banding jika kedua terdakwa mengajukan banding atas vonis tersebut.
"KPK tidak mengajukan banding (untuk Ahmad dan Satrio). Namun tentu apabila terdakwa mengajukan banding, KPK juga tentu akan menyiapkan memori kontra bandingnya," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher