Menuju konten utama

Komnas Perempuan: Kasus Meila Ancam Penanganan TPKS di Indonesia

Komnas Perempuan mengecam keras kriminalisasi terhadap Meila Nurul Fajriah.

Komnas Perempuan: Kasus Meila Ancam Penanganan TPKS di Indonesia
Ilustrasi Kekerasan Seksual Viral. tirto.id/Lugas

tirto.id - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menilai upaya kriminalisasi terhadap advokat kasus dugaan kekerasan seksual di Universitas Islam Indonesia, Meila Nurul Fajriah, bakal berpengaruh buruk terhadap penanganan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) di Tanah Air. Siti menilai nantinya ada kekhawatiran pada pendamping yang memberikan bantuan hukum.

“Kriminalisasi ini tentunya akan berpengaruh buruk pada penanganan kasus TPKS karena ada ketidakamanan dan kekhawatiran pada pendamping yang memberikan bantuan hukum kepada korban TPKS,” kata Siti kepada Tirto, Minggu (28/7/2024).

Padahal, kata Siti, saat masih sangat sedikit pendamping hukum yang perhatian terhadap kasus kekerasan seksual. Kriminalisasi terhadap Meila juga bakal menambah beban para korban karena muncul kekhawatiran korban ikut dilaporkan.

Komnas Perempuan mengakui sudah menerima pengaduan kriminalisasi perempuan pembela HAM atas nama Meila sejak 2021. Meila baru resmi ditetapkan Polda DIY sebagai tersangka pada Juni 2024.

“Kriminalisasi ini merupakan bentuk serangan terhadap kerja-kerja advokat dan organisasi bantuan hukum sebagai pendamping korban kekerasan seksual yang dilindungi oleh UU Advokat dan UU Bantuan Hukum,” terang Siti Aminah.

Komnas Perempuan mengakui sudah ada upaya restorative justice dari Polda DIY antara dua pihak berperkara sebagaimana mengacu kepada SKB tentang Pedoman Kriteria Implementasi UU ITE. Namun untuk RJ, pihak pendamping hukum IM meminta LBH Yogyakarta menyerahkan 30 nama korban dugaan kekerasan seksual yang sudah mengadukan perbuatan IM.

“Bagi LBH Yogya dan pendamping hal tersebut juga melanggar hak korban atas perlindungan identitas serta melanggar kode etik pendamping,” ucap Siti Aminah.

Siti Aminah menerangkan, serangan balik melalui gugatan hukum juga pernah dilakukan pihak IM kepada Rektor UII. Tuntutan IM adalah mengembalikan predikat mahasiswa berprestasi miliknya yang dicabut UII karena terindikasi melakukan kekerasan seksual. Namun gugatan IM ini ditolak oleh PTUN.

“Karena upaya yang dilakukan Meila dan LBH Yogyakarta adalah untuk menjalankan profesinya, melindungi korban, dan apa yang disampaikan adalah fakta-fakta yang dialami korban, maka sebaiknya kasus dihentikan,” tegas Siti Aminah.

Komnas Perempuan mendukung upaya serta pilihan Meila dan YLBHI dalam menghadapi kasus ini. Komnas Perempuan menilai kriminalisasi terhadap Meila harus dilihat secara utuh sebagai serangan kepada para pendamping korban TPKS secara keseluruhan.

Meila sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik dengan Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Polda DIY membantah penetapan tersangka Meila sebagai bentuk kriminalisasi dengan dalih sudah sesuai prosedur.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Intan Umbari Prihatin