tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya menanggulangi persoalan banjir yang selama ini kerap terjadi. Penjabat (Pj.) Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono, menyatakan, Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai inovasi pengendalian banjir. Salah satunya membuat program jangka panjang agar banjir tidak lagi menjadi masalah.
“Program penanganan banjir tersebut telah disusun melalui rencana aksi roadmap yang akan menjadi landasan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045,” kata Heru dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).
Ia menjelaskan, upaya penanganan banjir di Jakarta di antaranya dengan membangun infrastruktur pengendali banjir, seperti waduk/embung, penguatan tanggul kali, pembangunan sistem polder/pompa, serta peningkatan kapasitas drainase kawasan.
Penurunan banjir mulai turun dalam empat tahun terakhir. Mengutip data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta pada 2020, banjir mencapai 101 kejadian dengan 42.383 kepala keluarga dan 151.337 orang terdampak. Sedangkan pada 2021, ada 72 kejadian dengan 18.325 kepala keluarga, 51.294 orang terdampak, serta lima orang meninggal.
Pada 2022, ada 129 kejadian banjir dengan total 110 kelurahan terdampak. Jumlah warga terdampak sempat naik 22.023 jiwa dengan dua orang meninggal dan 3.672 jiwa mengungsi. Sementara, pada 2023, angka kejadian banjir turun menjadi 65 kasus yang merupakan angka terendah selama empat tahun terakhir.
Beragam Pembangunan Digenjot untuk Kurangi Banjir
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas SDA Provinsi Jakarta Ika Agustin menegaskan, pihaknya terus berupaya menangani banjir melalui berbagai pembangunan. Pada era kepemimpinan Pj. Gubernur Heru saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah membangun lima pompa/polder dan merevitalisasi dua pompa stasioner di Jakarta.
Adapun lima polder/pompa tersebut, yaitu polder/Pompa Sunter C, polder/Pompa Gaya Motor, polder/Pompa Kali Sepatan (Kawasan Berikat Nasional/KBN), polder/Pompa Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN), dan polder/Pompa RW 13 (Greenville). Sedangkan dua pompa stasioner yang sedang direvitalisasi berlokasi di Jl. Tanjung Duren Raya–Jl. Letjen S. Parman, Jakarta Barat, dan di Taman BMW, Jakarta Utara.
Pemerintah juga tengah membangun delapan waduk/embung, dengan rincian enam waduk/embung merupakan pembangunan lanjutan dan dua waduk/embung baru. Adapun keenam lokasi pembangunan waduk/embung lanjutan yakni Waduk Marunda, Waduk Dukuh 2, Waduk Munjul, Waduk Cilangkap, Revitalisasi Embung Kaja, dan Penyelesaian Embung Pekayon. Sementara waduk/embung yang baru dibangun tahun ini yaitu Embung SDN 01 Petukangan Selatan dan Embung Jl. Pemuda Srengseng Sawah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun tengah membangun Waduk Rawa Malang dengan progres pembangunan mencapai 77 persen. Sedangkan pembangunan polder/kolam retensi di Tanjung Barat dan Gandaria, Jakarta Selatan, sudah mencapai 100 persen.
“Dinas SDA juga rutin melakukan pengerukan di kali, waduk, dan saluran air untuk mengangkat sedimen lumpur, sehingga kapasitas saluran tetap optimal dalam menampung air. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan genangan saat musim hujan,” ujar Ika.
Selain itu, Dinas SDA juga memasang sheet pile atau tanggul di sisi kali/sungai. Pemasangan tanggul bertujuan untuk menanggulangi tanah longsor di sekitar kali/sungai. Saat ini, sheet pile telah dibangun di Kali Pesanggrahan, Jakarta Barat, dan Kali Sunter segmen Pompa Pulomas, Jakarta Utara.
Sementara itu, dalam mengatasi banjir rob karena pasang laut di wilayah pesisir Utara Jakarta, pembangunan tanggul pengaman pantai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A terus dipercepat. Saat ini, pembangunan NCICD Fase A dilakukan di Kawasan Muara Angke, Pantai Mutiara, Sunda Kelapa-Ancol Barat, dan Kali Blencong (Kawasan Cilincing-Marunda).
“Selain itu, dibangun pula pompa dan pintu air di muara sungai, serta sistem monitoring dan early warning system banjir rob," ucap Ika.
Ia menerangkan, pemerintah juga mengoptimalkan pengendalian banjir di Jakarta lewat penyiagaan rumah pompa, pintu air, alat berat, serta pemeliharaan/perawatan, agar dapat bekerja secara maksimal saat kondisi pra maupun saat penanganan banjir. “Penyiagaan Satuan Tugas/Satgas di lapangan juga dilakukan sebagai langkah mitigasi banjir," tambah Ika.
Berdasarkan data sarana dan prasarana per 15 Maret 2024, Ika melaporkan, ada 580 unit pompa stasioner yang tersebar di 202 lokasi dan 557 unit pompa mobile yang tersebar di lima wilayah administrasi Jakarta. Pompa mobile digunakan pula untuk menjangkau lokasi banjir/genangan yang tidak bisa dijangkau pompa stasioner. Kemudian, terdapat 845 unit pintu air di 589 lokasi, 254 unit alat berat, 460 unit dump truck, serta 4.013 personil (Petugas Pengendali Banjir dan Pengelolaan Pantai).
Pj. Gubernur Heru yakin, pembangunan yang tengah berjalan akan selesai tepat waktu. Ia optimistis, hal itu akan mempercepat penanganan banjir di Jakarta. “Dengan diselesaikan pembangunan-pembangunan tersebut, ditargetkan dapat secara relatif mempercepat surut genangan yang terjadi di Kawasan Rawa Malang, Jakarta Utara, Jalan Raya Lenteng Agung, Jalan Raya Nangka dan Tanjung Barat, serta Jalan Arteri Pondok Indah di Jakarta Selatan,” tuturnya.
Upaya Penanganan Banjir Masih Bisa Lebih Baik
Peneliti kebijakan publik dari Institute Development of Policy and Local Partnership (IDPLP), Riko Noviantoro, menilai, permasalahan banjir tidak lepas dari kesalahan tata kota, seperti masalah transportasi publik dan jaringan pembuangan air. Di sisi lain, penanganan banjir Jakarta tidak bisa dilakukan secara instan. Ia menambahkan, ada empat variabel dalam pengendalian banjir, yakni genangan tidak lama, perawatan berkala, pengawasan saluran air, dan pengetatan izin bangunan.
Ia menyarankan, Pemprov DKI Jakarta bisa merawat area sungai dan saluran perkotaan. Ia juga mendorong agar Pemprov DKI berdialog dengan pemerintah daerah hulu, seperti Bogor dan Tangerang, untuk langkah awal penanganan banjir, selain program yang sudah berjalan.
Dalam jangka panjang, Riko mengimbau Pemerintah Provinsi Jakarta agar dapat memanfaatkan wewenang dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), untuk penanganan banjir jangka panjang.
“Saat ini UU DKJ menjadi bagian dari upaya menutupi berbagai persoalan masa lalu. Di antaranya penataan wilayah yang lebih komprehensif melibatkan kota-kota penyangga, sekaligus penataan wilayah yang juga sudah membaca kebutuhan daerah penyangga, sehingga bisa terjaga ekosistem Kota Jakarta,” kata Riko.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz