Menuju konten utama

Komnas HAM Kritik Pemerintah Terkait Poin-Poin Revisi UU HAM

Komnas HAM menilai, isi RUU HAM yang digagas pemerintah melemahkan tugas Komnas HAM serta menghilangkan semangat independensi Komnas HAM.

Komnas HAM Kritik Pemerintah Terkait Poin-Poin Revisi UU HAM
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan pandangannya terkait pemblokiran rekening tidur oleh PPATK, Rabu (6/8/2025). Tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) yang disusun oleh Pemerintah melalui Kementerian HAM.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menilai rancangan revisi UU HAM berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM sekaligus memperbesar kewenangan Kementerian HAM.

Menurut Anis, Komnas HAM mencatat setidaknya ada 21 pasal krusial dalam rancangan revisi tersebut yang bermasalah, baik dari sisi norma maupun kelembagaan.

“Antara lain Pasal 1, Pasal 10, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 83–85, Pasal 87, Pasal 100, Pasal 102–104, Pasal 109, dan Pasal 127,” kata Anis dalam keterangan pers resminya pada Kamis (30/10/2025).



Dalam UU HAM, Komnas HAM memiliki setidaknya empat tugas dan kewenangan utama, yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.

Namun, dalam rancangan terbaru, Anis menyebut, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM, kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional.

Selain itu, dalam rancangan revisi UU HAM, turut diatur bahwa panitia seleksi anggota Komnas HAM akan ditetapkan oleh Presiden. Hal ini dinilai sebagai ancaman bagi independensi Komnas HAM.



“Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. Hal ini bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses seleksi anggota Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Paris Principles,” tegasnya.



Anis mengakui ada upaya penguatan Komnas HAM dalam rancangan revisi UU HAM itu, di mana rekomendasi Komnas HAM dapat mengikat pemerintah. Namun, hal tersebut menjadi tak berarti karena tugas dan wewenang Komnas HAM justru dikurangi.

“Namun apa artinya penguatan [rekomendasi] tersebut jika tugas dan wewenang Komnas HAM dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang ada,” ucapnya.

Ia juga mengkritisi perluasan kewenangan Kementerian HAM untuk menangani pelanggaran HAM. Menurutnya, Kementerian HAM menjadi bagian dari pemerintah yang merupakan pemangku kewajiban HAM (duty bearer).

Dengan diberikan kewenangan penanganan pelanggaran HAM, maka besar kemungkinan akan timbul konflik kepentingan dari pihak Kementerian HAM.

“Penanganan dugaan pelanggaran HAM dimana salah satu pelaku atau terlapor adalah pemerintah semestinya tetap dilakukan oleh lembaga independen,” jelasnya.



Oleh karena itu, Anis mendesak pemerintah tidak memperlemah kewenangan Komnas HAM lewat rancangan revisi UU HAM tersebut. Ia menyebut, Komnas HAM telah secara mandiri menyusun naskah akademik serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk rancangan revisi beleid tersebut.

“Untuk itu, Komnas HAM mendesak Pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah, tetapi untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia,” tutupnya.

Baca juga artikel terkait HAK ASASI MANUSIA atau tulisan lainnya dari Naufal Majid

tirto.id - Flash News
Reporter: Naufal Majid
Penulis: Naufal Majid
Editor: Andrian Pratama Taher