tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI Budhy Setiawan mempertanyakan rencana PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengimpor kereta bekas Jepang. Sebab, ini bertentangan di tengah usaha pemerintah untuk menekan impor.
Di sisi lain, rencana tersebut, menurutnya, membuat sensitivitas anak perusahaan PT KAI tersebut dipertanyakan.
"Dari sudut penerapan tata kelola perusahaan, di mana Anda dituntut memenuhi kehendak dari stakeholder di mana di antaranya Pemerintah saat ini sedang perlu menjalin sinergitas BUMN, kemudian juga Pemerintah sedang perlu untuk menekan belanja impor,” tutur Budhy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan PT KAI, PT KCI dan PT INKA, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
“Di mana sensitivitas Anda, para direksi ini, untuk mengusulkan kembali kebijakan yang saat itu dihentikan?” tambahnya.
Budhy pun menyinggung tindak pidana korupsi yang pernah terjadi mengenai proyek pengangkutan 60 unit Kereta Rel Listrik (KRL) bekas dari Jepang, pada 2006-2007 yang saat itu melibatkan Ditjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan (Dephub), di mana Dirjen Soemino Eko Saputro mendapatkan hukuman tiga tahun penjara.
"Saat itu hibah, tapi yang dikorupsikan adalah pengirimannya, pengirimannya nilainya besar ini," ujarnya.
Budhy mengingatkan, agar kejadian tersebut menjadi pembelajaran bagi Indonesia, agar tidak lagi mengimpor kereta bekas. Belum lagi, rencana tersebut terkesan mendadak, sehingga dapat menimbulkan polemik saat ini.
Padahal, Indonesia sendiri sebenarnya memiliki PT INKA yang merupakan BUMN di bidang manufaktur kereta api.
"Kemudian dari sudut tanggung jawab, BUMN ini wajib memenuhi peraturan yang telah ditetapkan, kok BUMN melobi peraturan untuk bisa dibuka kembali keran impor? Sudah tahu keputusannya itu disetop, di mana unsur pengelolaan GCG (Good Cooperate Governance) Anda ini?" tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Endro Suswantoro Yahman mengatakan, rencana PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengimpor kereta bekas dari Jepang sebagai pengganti 10 rangkaian KRL yang masuk masa pensiun, tidak akan terjadi jika PT KCI memiliki rencana bisnis (business plan) yang baik.
Sehingga, Endro menekankan agar persoalan impor kereta bekas tidak dijadikan kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah.
"Perlu ada business plan yang lebih baik lagi sehingga apa-apa bisa ditanggulangi atau diproduksi sendiri, karena ini menyangkut teknologi tinggi dan padat modal. Ini perlu perencanaan yang baik," kata Endro.
Endro menambahkan, Indonesia perlu melakukan rekonstruksi ulang bisnis industri kereta api yang ada, Sebab, Indonesia sendiri melalui PT INKA dinilai memiliki industri manufaktur sarana kereta api terbesar dan terbaik di Asia Tenggara.
"Nampaknya perlu rekonstruksi ulang tentang bisnis industri kereta api yang ada. Industri kereta api memang harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, dan ini kami memahami Menteri Perindustrian pun keberatan untuk impor. Kalau ini keterusan terus ini kapan selesainya?" ucapnya.
Maka dari itu, Endro menjelaskan, tidak sulit bagi Indonesia untuk bisa mandiri dengan memproduksi kereta api sendiri. Utamanya, jika ada sinergi antar BUMN untuk bisa menciptakan kereta api sendiri.
"INKA ini kan tidak semuanya (produksi berasal dari) INKA, sinyal ada (berasal) di LEN (PT LEN), terus rem di Pindad (PT Pindad), kan enak sekali kerja sama antara BUMN, terus bogie-nya di PT Barata, baja dari Krakatau Steel. Ini tinggal sebenarnya INKA ini industri perakitan, barangnya kan udah ada," ungkapnya.
Endro mengimbau terhadap rencana impor kereta bekas tersebut, agar PT KCI perlu memeriksa secara teknis kereta tersebut.
"Jangan sampai nanti kita terjebak membeli barang rongsokan. Ini harus jelas. Betul dia (kereta) itu masih beroperasi di Jepang, tapi sudah berapa lama umurnya, saya minta running test-nya ini betul-betul dijalankan," pungkasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Maya Saputri